Menunggu Surpres RUU Pemindahan Ibukota

MONITORDAY.COM - Bukan kejutan, surpres yang ditunggu adalah Surat Presiden. Surat tersebut menjadi pengantar dari Rancangan Undang-undang (RUU) Pemindahan Ibukota Negara yang akan menjadi payung hukum dalam langkah tersebut. Salah satu langkah besar Jokowi setelah terpilih kembali menjadi Presiden untuk periode kedua adalah memindahkan ibukota.
Beban Jakarta dan Pulau Jawa sudah terlalu padat dan harus dikurangi. Apalagi ada ancaman perubahan iklim yang harus diantisipasi.
Saat ini Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) telah selesai disusun. Pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia yang direncanakan Pemerintah harus memperhatikan aspek dasar hukum dengan mempersiapkan regulasi yang menjadi kekuatan hukum tetap.
Adapun, bentuk regulasi tersebut berupa Undang-Undang (UU). Salah satu UU yang perlu direvisi agar ibu kota bisa dipindahkan adalah UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Regulasi yang menjadi dasar kekuatan hukum untuk menetapkan pemindahan Ibukota ini bisa diinisiasi oleh DPR RI maupun Pemerintah. Namun, menurut Firman, karena pemindahan Ibukota merupakan rencana kerja pemerintah maka revisi UU ini harus diinisiasi oleh Pemerintah.
Ada beberapa aspek atau butir penting yang perlu diketahui publik karena menyangkut kepentingan yang sangat besar bagi masa depan bangsa dan negara. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas memberikan bocoran mengenai klausul yang ada di dalam RUU Pemindahan IKN tersebut. Salah satu ‘bocoran’ yang berkembang dan menyita perhatian publik adalah pemimpin ibukota baru tak dipilih melalui pilkada.
Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Rudy Soeprihadi Prawiradinata mengungkapkan saat ini pihaknya masih menunggu kapan akan menyerahkan RUU tersebut kepada DPR.
Secara formal DPR akan membahas ketika Pemerintah telah menyampaikan usulan tersebut. Surat Presiden atau surpres akan dikeluarkan Presiden Joko Widodo dengan mempertimbangkan kondisi sekarang ini.
Pembahasan RAPBN masih berlangsung hingga November 2021. Dalam masa tersebut tentu akan banyak dinamika yang terjadi. Tentu saja melalui mekanisme pembahasan dan pengambilan keputusan di parlemen maka legitimasi kebijakan besar ini akan kuat. Yang terpenting tentu payung hukum berupa Undang-undang.
Banyak pihak memang mempertanyakan mengapa RAPBN 2022 belum memuat hal anggaran terkait pemindahan ibukota. Sakah satu penjelasannya adalah Anggaran didapatkan melalui skema KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha). Ini berarti bahwa pembangunan IKN bisa bukan hanya didanai oleh negara, tapi juga oleh swasta.
Dari draft RUU yang tertera dalam situs bahsan.id tercantum pada pasal 3 ayat (2) bahwa pemindahan status Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta ke Provinsi [Kalimantan...] dilakukan pada semester I tahun 2024.
Sementara pada Pasal 5 ayat (1) Provinsi [Kalimantan...] dikelola berdasarkan prinsip kota modern, berkelanjutan, dan berkelas internasional dengan tetap mencerminkan identitas bangsa Indonesia dan sebagai simbol keberagaman yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.