Menjadi Sufi Di Era Industri

Menjadi Sufi Di Era Industri
Masjid Baitul Ihsan, Oase Spiritual di Tengah Bank Indonesia (twitter BI)

MONITORDAY.COM - Para ahli telah membagi fase-fase perkembangan manusia sebagai berikut: pertama adalah era pemburu pengumpul yang dialami oleh manusia purba. Kedua adalah era pertanian dimana manusia tak lagi harus berburu, namun sudah bisa menjinakkan hewan untuk diternakkan dan tumbuhan untuk dipanen hasilnya. Terakhir adalah era industri, dimana pasca ditemukannya mesin uap, produksi sesuatu tak lagi harus melibatkan tenaga manusia, namun bisa dilakukan oleh mesin. 

Sementara itu, seorang sufi adalah individu yang menempuh jalan mistik dan sunyi untuk mendapatkan keridhaan Ilahi. Pada masa lalu, seorang sufi identik dengan pakaian yang sederhana, penampilan sederhana dan tidak banyak memiliki harta. Seorang sufi fokus pada ibadah dan tarikat agar dia semakin dekat dengan Tuhannya. Sufi juga identik dengan beruzlah, menjauhi kerumunan dan masyarakat. 

Lantas masih relevankah sikap seorang sufi di atas di era industri? Era industri meniscayakan kompetisi dan inovasi agar bisa bertahan. Era industri juga ditandai dengan mobilitas yang tinggi. Sebaliknya seorang sufi identik dengan harmoni dan ketenangan. Dua hal ini seolah saling bertentangan. Benarkah demikian? 

Seorang sufi memang harus menempuh jalan asketisme. Asketisme adalah jalan kesederhanaan dan menghilangkan cinta dunia. Namun asketisme tidak perlu dimaknai sebagai jalan kependetaan. Misalnya dengan tidak menikah, tidak mencari nafkah dan hanya melakukan ibadah. Islam melarang hidup cara pendeta atau biksu yang terlalu ekstrem. 

Dikisahkan dalam sebuah hadits bahwa beberapa orang sahabat mendatangi Rasulullah SAW. Mereka ingin hidupnya diisi hanya dengan ibadah kepada Allah SWT. Mereka siap untuk tidak menikah, tidak bersenang-senang, tidak bercanda. 

Mendengar itu Rasulullah SAW bukannya senang, justru malah menegur mereka. Beliau menegaskan bahwa Rasulullah SAW walaupun Nabi tetap menikah. Rasulullah SAW juga tetap melaksanakan aktifitas keduniaan. Menikah adalah sunnah Rasulullah SAW. Barang siapa yang membenci sunnah, maka bukan golongan beliau. 

Kisah tersebut menunjukkan bahwa seorang sufi bukan berarti harus menghindari dunia, terlebih di era industri. Seorang sufi justru harus berada di dalam keramaian dunia, namun tak terpengaruh olehnya. Sederhananya, di era industri asketisme bisa diwujudkan dengan etos produktif dan tidak konsumtif. 

Misalnya jika kita punya gaji besar dari kantor, maka kita bisa menahan diri untuk tidak membeli barang yang mewah namun tak berguna. Kita tidak malu memakai mobil yang sederhana dibanding harus memaksakan membeli mobil Pajero atau Alphard. 

Seorang sufi di era industri juga lebih memilih uangnya untuk disedekahkan atau diinvestasikan dibanding dengan dihambur-hamburkan secara tidak jelas. Beginilah contoh sikap sufi di era industri yang bisa kita praktikkan. Menjauhi dunia bukan berarti tidak punya harta, namun menjauhi sikap tamak dan serakah. Membenci dunia bukan berarti menolak harta, namun membenci perilaku boros dan konsumtif.