Muhammadiyah-NU: Kepak Sayap Islam Wasathiyah Di Indonesia

Muhammadiyah-NU: Kepak Sayap Islam Wasathiyah Di Indonesia
Logo NU dan Muhammadiyah

MONITORDAY.COM - Mayoritas ormas Islam di Indonesia pada dasarnya menganut Islam Wasathiyah. Tidak hanya Muhammadiyah dan NU. Ada banyak ormas Islam lain yang juga moderat seperti Persatuan Islam (PERSIS), Nahdlatul Wathan (NW), Al Khairat, Mathlaul Anwar dll. Hanya saja karena yang paling besar di Indonesia adalah Muhammadiyah dan NU, maka dua ormas Islam ini seringkali jadi representasi dari ormas lainnya. 

Cendekiawan Muslim almarhum Nurcholish Madjid (Cak Nur) pernah menyebut Muhammadiyah dan NU sebagai dua sayap garuda umat Islam di Indonesia. Jauh sebelum Puan Maharani mempopulerkan istilah kepak sayap kebhinekaan, Cak Nur sudah lebih dahulu mengatakannya. Benarkah apa yang dikatakan Cak Nur tersebut? 

Ada beberapa indikator yang bisa kita lihat guna membenarkan bahwa NU dan Muhammadiyah adalah ormas garda terdepan dalam membumikan paham Islam Wasathiyah. Pertama, NU dan Muhammadiyah sama-sama tidak mentolerir aksi kekerasan baik atas nama agama maupun bukan. Alih-alih mendukung kekerasan, NU dan Muhammadiyah justru mendorong dakwah dilakukan secara damai. 

NU dan Muhammadiyah juga menyerukan sikap toleran baik dalam internal umat Islam maupun dengan non muslim. Sikap toleransi ini didasari oleh ajaran Islam yang juga mengajarkan tasamuh. Selain itu sikap toleran juga didasarkan pada fakta kemajemukan bangsa yang menjadi kekayaan berharga bagi bangsa ini. 

Kedua, NU dan Muhammadiyah memiliki paham keagamaan yang sudah seiring dan sejalan dengan kebangsaan. Pada awal bangsa ini diproklamasikan, kelompok Islam masih berdebat dengan kelompok nasionalis mengenai dasar negara. Hari ini sudah ada kompromi antara kelompok nasionalis, yakni kelompok Islam tidak lagi mempersoalkan konsensus kebangsaan. Namun nilai-nilai agamapun bisa merasuk ke dalam berbagai lini kebangsaan. 

Maka hari ini jangan aneh jika banyak partai yang sekuler namun banyak kader-kadernya yang ulama. Jangan aneh juga jika partai-partai Islam mempunyai nasionalisme yang kuat. Hal ini adalah buah dari kompromi kebangsaan dan keIslaman, dimana pada dasarnya dua hal ini tidak bertentangan. 

Maka tidak berlebihan rasanya jika NU dan Muhammadiyah pernah diusulkan sebagai penerima nobel perdamaian. Walaupun gagasan ini masih terkendala bahwa NU dan Muhammadiyah adalah organisasi, sementara biasanya penerima nobel adalah individu. Tapi ke depan kita doakan semoga hadiah nobel bagi NU dan Muhammadiyah bisa terwujud. Jika terwujud akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi bangsa dan umat Islam di Indonesia.