Mengenal 5 Ulama Nusantara Yang Mendunia

MONITORDAY.COM - Islam lahir di Mekkah dan tumbuh berkembang di Madinah. Mekkah dan Madinah dahulu termasuk daerah Hijaz dan dihuni bangsa Arab. Islam terus meluas ke berbagai penjuru dunia. Hal ini membuat banyak ulama yang lahir dari luar bangsa Arab.
Bangsa di luar Arab sering disebut dengan bangsa 'Ajam. Banyak ulama yang lahir dari kelompok bangsa 'Ajam. Misalnya Imam Bukhari yang lahir di Bukhara. Sekarang daerah Bukhara masuk ke dalam wilayah Uzbekistan. Contoh lain adalah Imam Abu Hanifah pendiri mazhab Hanafi yang merupakan orang Persia, bukan orang Arab.
Agama Islam berhasil mencapai nusantara. Nusantara merupakan daerah dengan letak geografis di Asia Tenggara yang meliputi setidaknya Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam. Dari nusantara, lahir pula ulama-ulama yang kiprahnya dikenal di seluruh dunia. Berikut 5 ulama nusantara yang berhasil menjadi ulama level dunia:
1. Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi
Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi lahir di Kabupaten Agam Sumatera Barat pada tahun 1860 M. dan meninggal pada tahun 1916 M. Beliau belajar di Mekkah sejak muda karena di bawa oleh ayahnya ke sana. Beliau kemudian menjadi tokoh ulama dan menjadi Imam Masjidil Haram.
Beliau berguru kepada Sayyid Bakri bin Muhammad Zainul Abidin Syatha' pengarang kitab I'anah Thalibin. Beliau mempunyai murid-murid yang kelak juga menjadi ulama besar seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Ahmad Dahlan.
Karya-karya tulis Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu karya-karya yang berbahasa Arab dan karya-karya yang berbahasa Melayu dengan tulisan Arab. Kebanyakan karya-karya itu mengangkat tema-tema kekinian terutama menjelaskan kemurnian Islam dan merobohkan kekeliruan tarekat, bid’ah, takhayul, khurafat, dan adat-adat yang bersebrangan dengan Al Quran dan Sunnah.
Karya-karya Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah dalam bahasab ’Arab:
- Hasyiyah An Nafahat ‘ala Syarhil Waraqat lil Mahalli
- Al Jawahirun Naqiyyah fil A’malil Jaibiyyah
- Ad Da’il Masmu’ ‘ala Man Yuwarritsul Ikhwah wa Auladil Akhwan Ma’a Wujudil Ushul wal Furu’
- Raudhatul Hussab
- Mu’inul Jaiz fi Tahqiq Ma’nal Jaiz
- As Suyuf wal Khanajir ‘ala Riqab Man Yad’u lil Kafir
- Al Qaulul Mufid ‘ala Mathla’is Sa’id
- An Natijah Al Mardhiyyah fi Tahqiqis Sanah Asy Syamsiyyah wal Qamariyyah
- Ad Durratul Bahiyyah fi Kaifiyah Zakati Azd Dzurratil Habasyiyyah
2. Syaikh Muhammad Arsyad Al Banjari
Syaikh Arsyad Al Banjari adalah ulama besar kelahiran Martapura Kalimantan Selatan pada tahun 1710 M. dan wafat pada tahun 1812 M. Jika ditelusuri silsilahnya, beliau adalah seorang keturunan Nabi Muhammad SAW. Beliau belajar agama di Mekkah dan pulang ke kampung halamannya untuk menjadi pengajar agama Islam dan ulama besar.
Di samping mendidik, ia juga menulis beberapa kitab dan risalah untuk keperluan murid-muridnya serta keperluan kerajaan. Salah satu kitabnya yang terkenal adalah Kitab Sabilal Muhtadin yang merupakan kitab Hukum-Fiqh dan menjadi kitab-pegangan pada waktu itu, tidak saja di seluruh Kerajaan Banjar tetapi sampai ke-seluruh Nusantara dan bahkan dipakai pada perguruan-perguruan di luar Nusantara Dan juga dijadikan dasar Negara Brunai Darussalam.
Beberapa kitab serta risalah lainnya, di antaranya ialah:
- Kitab Ushuluddin yang biasa disebut Kitab Sifat Duapuluh,
- Kitab Tuhfatur Raghibin, yaitu kitab yang membahas soal-soal itikad serta perbuatan yang sesat,
- Kitab Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri,
- Kitabul Fara-idl, hukum pembagian warisan.
3. Syaikh Nawawi Al Bantani
Syaikh Nawawi Al Bantani lahir di Tanara Serang pada tahun 1813 M. dan wafat pada tahun 1897 M. Beliau merupakan ulama yang pernah jadi Imam Masjidi Haram dan sangat produktif dengan menulis 115 kitab selama hidupnya. Beliau menulis ilmu fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis.
Karena kemasyhurannya, Syekh Nawawi al-Bantani kemudian dijuluki Sayyid Ulama al-Hijaz (Pemimpin Ulama Hijaz), al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq (Imam yang Mumpuni ilmunya), A'yan Ulama al-Qarn al-Ram Asyar li al-Hijrah (Tokoh Ulama Abad 14 Hijriyah), hingga Imam Ulama al-Haramain, (Imam 'Ulama Dua Kota Suci).
Syekh Nawawi memegang peran sentral di tengah ulama al-Jawwi. Dia menginspirasi komunitas al-Jawwi untuk lebih terlibat dalam studi Islam secara serius, tetapi juga berperan dalam mendidik sejumlah ulama pesantren terkemuka.
Bagi Syekh Nawawi, masyarakat Islam di Indonesia harus dibebaskan dari kolonialisme. Dengan mencapai kemerdekaan, ajaran-ajaran Islam akan dengan mudah dilaksanakan di Nusantara. Pemikiran ini mendorong Syekh Nawawi untuk selalu mengikuti perkembangan dan perjuangan di tanah air dari para murid yang berasal dari Indonesia serta menyumbangkan pemikirannya untuk kemajuan masyarakat Indonesia.
4. Sayyid Utsman Al Batawi
Sayyid Utsman Lahir di Pekojan pada pada tanggal 17 Rabiul Awal 1238 (1822 M). Sedang ayahnya dilahiran di Mekkah dan leluhur Sayyid Utsman sendiri berada di Hadhramaut, Yaman. Sebagaimana yang dituliskan Noupal, ayah Sayyid Utsman merupakan salah satu pemuka agama di Mekkah.
Perjalanan menuntut ilmu Sayyid Utsman di Timur Tengah tidak hanya di Mekkah, Madinah dan Yaman saja. Beliau melanjutkan perjalanan menuju Mesir, Tunisia, Al-Jazair, Maroko, Turki, Syam, Palestina, kemudian kembali lagi ke Hadhramaut. Hingga, pada tahun 1862 M Beliau pulang ke Batavia, ketika umurnya 40 tahun.
Tatkala Belanda mencium nama besarnya, Sayyid Utsman pun diberi tawaran menjadi mufti di Betawi, sekaligus penasehat kehormatan untuk urusan bangsa Arab (Adviseur Honorair voor Arabische Zaken). Kedekatannya dengan Snouck menjadi wasilah diangkatnya Sayyid Utsman sebagai mufti sekaligus penasehat kehormatan. Kendati demikian, dua jabatan ini tidak menghentikan profesinya sebagai pengajar, dan penulis.
Karya-karya Sayyid Utsman ada yang berbahasa Arab, juga Melayu. Meski menggunakan Bahasa Melayu, Sayyid Utsman tetap menuliskannya dengan Arab pegon. Karya-karya Sayyid Utsman di antaranya adalah Manhaj al-Istiqomah fi ad-Din bi as-Salāmah, Maslak al-Akhyār, Hadis-Hadis Keluarga, Kitāb al-Farāidh, al-Qawānīn asy-Syar’iyyah li Ahl al-Majālis al-Hukmiyyah wa al-Iftāiyyah, dan lain-lain.
5. Syaikh Yasin Al Fadani
Syaikh Yasin Al Fadani lahir di Sumatera Barat tahun 1915 dan wafat pada tahun 1990 M. Al-Fadani mulai mempelajari Islam dari ayahnya Syekh Muhammad Isa. Kemudian dia melanjutkan pendidikannya di Madrasah Al-Shaulatiyah. Karena guru-guru asal India menghina para pelajar Indonesia, maka ia mendirikan Madrasah Darul Ulum al-Diniyyah, dan menamatkan pendidikannya di sekolah ini.
Setelah menjalani pendidikan formal, ia berpindah-pindah untuk berguru ke beberapa ulama Timur Tengah. Disamping menimba ilmu, ia aktif mengajar dan memberi kuliah di Masjidil Haram dan madrasah yang didirikannya. Ia mengajar terutama pada mata kuliah ilmu hadist. Dia merupakan seorang ulama yang kukuh pada ajaran Ahlul Sunnnah wal Jamaah.
Selain aktif mengajar, ia juga rajin menulis kitab. Jumlah karyanya mencapai 97 buku, diantaranya 9 buku tentang ilmu hadist, 25 buku tentang ilmu dan ushul fiqih, serta 36 buku tentang ilmu falak. Buku-bukunya banyak dibaca para ulama dan menjadi rujukan lembaga-lembaga Islam, pondok pesantren, baik itu di Arab Saudi maupun di Asia Tenggara. Kitabnya yang paling terkenal: Al-Fawaid al-Janiyyah, menjadi materi silabus dalam mata kuliah ushul fiqih di Fakultas Syariah Al-Azhar Kairo.