Anomali Keagamaan Umat Islam Di Bulan Rajab

MONITORDAY.COM - Bulan Rajab telah tiba, sebuah bulan dimana di dalamnya terdapat peristiwa luar biasa yakni Isra dan Mikraj. Bulan Rajab juga menandai semakin dekatnya kita dengan Bulan Ramadhan. Sebuah bulan yang sangat istimewa dan dinantikan oleh semua muslim.
Menjelang Bulan Rajab, di media sosial maupun dunia maya banyak bertebaran postingan mengenai keutamaan Bulan Rajab. Banyak pula anjuran-anjuran untuk mengerjakan amalan-amalan yang dianggap sunnah di Bulan Rajab.
Sayangnya, kebanyakan postingan yang beredar mengenai amalan bulan Rajab tidak mempunyai landasan yang kuat. Bahkan keutamaan bulan Rajab pun sebenarnya tidak berlandasan.
Bulan Rajab memang salah satu bulan yang utama, karena Rajab adalah salah satu dari 4 bulan yang haram untuk perang.
Sesunguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah ketika Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram…[At-Taubah/9:36] Empat bulan haram tersebut adalah Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Diantara empat bulan itu tiga berurutan (Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram), sedangkan Rajab terpisah.
Adapun Bulan Rajab tidak mempunyai kemuliaan selain dari ayat Al Qur'an di atas. Sebagaimana telah dituturkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Tabyin Al Ujab : “Tidak ada hadits shahih yang pantas untuk dijadikan hujjah dalam masalah keutamaan bulan Rajab, (dengan) puasa di dalamnya dan shalat malam khusus pada malam harinya”.
Beliau juga berkata : “Sungguh Imam Abu Ismail Al Harawi Al Hafizh telah mendahuluiku menetapkan demikian. Kami meriwayatkan darinya dengan sanad yang shahih. Demikian pula kami meriwiyatkan dari selainnya”.
Ada juga beberapa ibadah yang dianggap sunnah padahal tidak ada landasannya atau landasannya lemah. Berikut ibadah-ibadah tersebut:
1. Menyambut Rajab Dengan Beristighfar. Sebagian umat Islam menyambut bulan Rajab dengan memperbanyak membaca istighfar, berpegang dengan hadits dari ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu secara marfu’ : “Perbanyaklah istighfar pada bulan Rajab, karena Allah setiap saat membebaskan dari neraka pada bulan itu”. Padahal hadits ini dha’if, dikeluarkan Ad Dailami dalam Al Firdaus 1/81 no. 247, dan di dalamnya terdapat Asbagh bin Tsubatah, dia seorang perawi yang matruk yang diisyaratkan diucapannya penulis. Lihat Tadzkirah Al Maudhu’at, 116 dan Tanzih Asy Syari’ah 2/333.
2. Shalat Raghaib Adapun tata cara shalat Raghaib sebanyak 12 raka’at dengan 6 kali salam dilaksanakan setelah shalat Maghrib pada Jum’at pertama bulan Rajab, membaca surat Al Qadr 3 kali dan Al Ikhlas 12 kali setelah membaca Al Fatihah dan setelah selesai, membaca shalawat Nabi 70 kali, kemudian berdo’a dengan do’a yang dia kehendaki, maka rijal haditsnya majhul, dan telah dijelaskan oleh para ahli hadits, bahwa ia maudhu’ (palsu)[1].
Orang yang antusias terhadap shalat Raghaib, berpegang dengan hadits dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah bersabda: Janganlah kalian melupakan malam Jum’at pertama dari bulan Rajab, karena malam itu disebut oleh Malaikat dengan Raghaib; maka tidaklah ada seorang yang berpuasa pada hari Kamis pertama dari bulan Rajab, kemudian shalat antara Maghrib dengan Isya’ sebanyak dua belas raka’at, kecuali Allah akan mengampuni dosa-dosanya.
Hadits ini disebutkan secara lengkap bersama tata caranya dalam kitab Al Maudhuaat, karya Ibnul Jauzi. Begitu juga dalam kitab Al Ihya, karya Al Ghazali dan Al Hafizh Al Iraqi berkata: “Hadits ini palsu”.
3. Puasa Pada Hari Jumat Dan Qiyamul Lail Pada Malam Harinya di Bulan Rajab
Ada sebagian orang berpendapat, bahwa para ulama berbeda pendapat dalam memakruhkan pengkhususan hari Jum’at untuk berpuasa dan qiyamul lail pada malamnya. Sedangkan pendapat yang paling kuat adalah makruh tanzih.
Oleh sebab itu, tidak boleh mengkhususkan hari Jum’at untuk puasa dan qiyamul lail dan meremehkan malam yang lainnya. Dalam Jami’ Al Ushul, setelah menyebutkan shalat Raghaib beserta tata caranya dan berdo’a setelahnya, dinyatakan : “Hadits ini termasuk yang aku temukan di kitab Razin, dan aku belum pernah menemukannya dalam salah satu kutubus sittah, dan hadits ini dicela di dalamnya”.
Dan yang paling tinggi, hadits ini berstatus dha’if. Mereka juga berdalih, bahwa Syaikh Ibnu Shalah memilih pendapat bolehnya shalat tersebut, demikian pula Hujjatul Islam (Al Ghazali, pen.) dalam Al Ihya dan yang lainnya dari para syaikh dan ulama.
3. Shalat Pada Malam Isra dan Mi’raj
Shalat pada malam Mi’raj, shalat malam Lailatul Qadar, shalat pada setiap malam bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan tidak ada satupun yang memiliki dasar yang shahih. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat : Shalat malam 27 Rajab dan shalat malam semisalnya, tidak disyari’atkan menurut kesepakatan para ulama, sebagaimana diungkapkan oleh para ulama yang mu’tabar. Tidaklah orang yang menciptakan shalat seperti ini, kecuali orang bodoh dan pelaku bid’ah.
4. Mengkhususkan Umrah Pada Bulan Rajab.
Tidak ada keutamaan secara khusus umrah pada bulan Rajab dengan bersandar kepada dalil shahih, karena Rasulullah tidak pernah mengerjakannya, tidak pernah menyetujui salah seorang sahabat yang melakukannya. Dan apabila Beliau menganjurkan umrah pada bulan Rajab secara khusus, maka itu tidak tsabit.
5. Puasa Pada Bulan Rajab.
Kalangan ulama kritikus serta para huffazh telah mendahuluinya juga, diantaranya Al ‘Allamah Ibnu Qayyim Al Jauziyah (wafat 751H). Beliau berkata di dalam Al Manar Al Munif, hlm. 96 : “Setiap hadits yang menyebutkan puasa Rajab dan shalat pada sebagian malamnya, maka itu (merupakan) kedustaan yang diada-adakan”.
Al ‘Allamah Al Faqih Majdudin Al Fairuz Abadi (wafat 826 H). Beliau berkata di penutup kitab Safar As Sa’adah, hlm. 150 : “Dan bab shalat Raghaib, shalat Nishfu Sya’ban, shalat Nishfu Rajab, shalat Iman, shalat malam Mi’raj, … bab-bab ini -di dalamnya- secara pasti tidak ada sesuatu pun yang sah”.
Dan beliau juga berkata : “Bab puasa Rajab dan keutamaannya, tidak ada sesuatu pun yang tsabit, bahkan sebaliknya ada riwayat yang memakruhkannya”. Imam Suyuti berkata di dalam Al Amru Bil Ittiba’ Wa nahyu ‘Anil Ibtida’, lembaran 14/1 : Asy Syafi’i rahimahullah berkata,”Aku membenci seorang laki-laki yang menjadikan puasa (Rajab) sebulan penuh sebagaimana puasa Ramadhan. Demikian pula puasa sehari diantara hari-hari yang lainnya.”
Referensi: almanhaj.or.id