Mendikbud: Kebudayaan Akar Pendidikan di Indonesia.
kebudayaan menjadi akar dari pendidikan. RUU Pemajuan Kebudayaan harus menekankan pada pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan

MONDAYREVIEW.COM- Setelah melalui pembahasan yang memakan waktu hampir dua tahun, akhirnya RUU Pemajuan Kebudayaan disahkan dalam rapat Paripurna Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Pemajuan Kebudayaan, di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Kamis (27/4).
Disahkannya RUU Pemajuan Kebudayaan tersebut merupakan sebuah terobosan yang strategis untuk melindungi, merawat dan melestarikan kebudayaan Indonesia. Pasalnya kebudayaan merupakan jantung dari pertahanan sebuah bangsa.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Efendi mengatakan bahwa kebudayaan tidak diboleh dipandang secara sempit, seperti tarian atau tradisi. Namun kebudayaan harus dilihat secara luas meliputi nilai karakter luhur yang diwariskan turun-temurun hingga membentuk karakter bangsa kita.
Bagi Muhadjir kebudayaan telah menjadi akar dari pendidikan di Indonesia. Sehingga dia berharap dari RUU Pemajuan Kebudayaan ini harus lebih menekankan pada pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan agar budaya Indonesia dapat tumbuh secara tangguh,
“Dalam menjalankan pelindungan dan pembinaan tersebut, arah dan strateginya dengan meningkatkan jumlah dan kualitas pelaku dan pengelola kebudayaan untuk memperkuat arsitektur pemajuan kebudayaan, meningkatkan akses masyarakat terhadap proses dan produk kebudayaan yang meluas, merata, dan berkeadilan, serta meningkatkan kerjasama antar daerah dan antar bangsa, dan meningkatkan mutu tata kelola pemajuan kebudayaan,” jelasnya.
Lebih lanjut Mendikbud mengatakan untuk pengembangan kebudayaan akan dilakukan penyebarluasan, pengkajian, dan peningkatan keberagaman obyek kebudayaan.
“Terakhir dalam Pemajuan Kebudayaan, pemerintah mengajak masyarakat untuk melakukan pemanfaatan obyek kebudayaan untuk membangun karakter, meningkatkan ketahanan, meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan kedudukan Indonesia dalam hubungan Internasional,”paparnya.
Perlu diketahui RUU Pemajuan Kebudayaan merupakan inisiatif DPR RI, melalui surat Ketua DPR RI nomor LG/19390/DPR RI/XII/2015, tanggal 18 Desember 2015, perihal Penyampaian RUU tentang Kebudayaan kepada Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Pemerintah menyambut baik gagasan tersebut dengan membentuk Tim Antar Kementerian yang dipimpin oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Penunjukan Kemendikbud sebagai koordinator atau pimpinan Tim Antar Kementerian tersebut berdasarkan surat Presiden RI nomor R.12/Pres/02/2016, tanggal 12 Februari 2016, perihal Penunjukan Wakil untuk Membahas RUU tentang Kebudayaan. Kementerian lain yang masuk dalam tim tersebut adalah Kementerian Pariwisata, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Agama, dan Kementerian Hukum dan HAM.
Pembahasan RUU ini, memusatkan perhatian pada upaya “memajukan kebudayaan” sebagaimana diamanatkan UUD 1945, Pasal 32 Ayat 1. Ketua Komisi X DPR RI, Teuku Riefky Harsya, dalam laporannya menyampaikan, sedikitnya terdapat 9 manfaat yang diperoleh masyarakat dari pokok-pokok bahasan atau norma-norma saat RUU ini disahkan menjadi UU. Ke Sembilan manfaat tersebut, yakni: kebudayaan sebagai investasi bukan biaya; sistem pendataan kebudayaan terpadu; pokok pikiran kebudayaan daerah; strategi kebudayaan; rencana induk pemajuan kebudayaan; dana perwalian kebudayaan; pemanfaatan kebudayaan; penghargaan, dan sanksi.
UU Pemajuan Kebudayaan terdiri atas IX Bab dan 61 pasal. Bab I: Ketentuan Umum (memuat tentang pengertian, asas, tujuan, dan objek pemajuan kebudayaan; Bab II: Pemajuan (memuat tentang penjelasan umum, perlindungan (inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, penyelamatan, dan publikasi), pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan; Bab III: Hak dan Kewajiban (setiap orang dalam upaya memajukan kebudayaan). Selanjutnya, Bab IV: Tugas dan Wewenang (pemerintah dan pemerintah daerah dalam upaya memajukan kebudayaan); Bab V: Pendanaan; Bab VI: Penghargaan ; Bab VII: Larangan; Bab VIII: Ketentuan Pidana; serta Bab IX: Ketentuan Penutup.