Penggunaan Ganja antara Kepentingan Medis dan Hukum Negara
Kementerian Pertanian menetapkan ganja sebagai salah satu tanaman obat beserta banyak tanaman lainnya.

MONDAYREVIEW.COM - Fidelis Arie Sudarwoto, seorang pria asal Sanggau Kalimantan Barat yang beberapa tahun lalu kisahnya jadi viral di dunia maya. Bagaimana tidak? Siapapun yang melihat kondisi Fidelis pasti merasa begitu terpukul. Pertama, ia harus rela menerima kepergian sang istri untuk selamanya. Yang kedua, ia harus meninggalkan kedua buah hatinya yang masih kecil, dan yang ketiga ia harus mendekam dalam sel atas kepemilikan 39 batang ganja.
Tak seperti kebanyakan kasus narkotika, Fidelis sama sekali bukan pemakai, apalagi pengedar. Ia terpaksa menanam ganja demi mengupayakan kesembuhan sang istri. Namun sayang, sebelum usahanya sampai tujuan, pihak berwajib lebih dulu menjebloskannya ke penjara. Istrinya sempat membaik setelah dilakukan pengobatan dengan ganja. Sayangnya karena Fidelis dipenjara, istrinya meninggal karena penyakit langkanya.
Soal ganja sebagai obat-obatan, sempat ditetapkan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Kementerian Pertanian menetapkan ganja sebagai salah satu tanaman obat beserta banyak tanaman lainnya. Namun tidak lama berselang, Menteri Pertanian mencabut kembali keputusan tersebut. Hal ini diduga kuat karena ganja dilarang penggunaannya oleh undang-undang. Seperti diketahui bahwa ganja merupakan salah satu jenis narkotika. Sementara itu undang-undang melarang penggunaan maupun pengedaran narkotika.
Guna memberantas dan mencegah pengedaran narkotika, pemerintah membentuk Badan Narkotika Nasional. BNN merupakan sebuah Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap psikotropika, prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali bahan adiktif untuk tembakau dan alkohol. Selain BNN, kepolisian juga berpartisipasi aktif dalam upaya pemberantasan narkoba.
Walaupun begitu, terdapat komunitas yang dengan gigih memperjuangkan legalisasi penggunaan ganja. Komunitas tersebut bernama lingkar ganja nusantara. Menurut komunitas ini, ganja tidaklah termasuk narkotika dan selayaknya dikeluarkan dari jenis narkotika yang dilarang undang-undang. Ganja sudah digunakan sejak dahulu di nusantara serta mempunyai efek positif seperti untuk pengobatan. Sayangnya sampai hari ini pemerintah belum bisa mengabulkan tuntutan komunitas tersebut.
Tentu saja kita juga mesti adil dalam melihat persoalan ini. Bukan tanpa alasan pemerintah memasukan ganja kepada golongan narkotika dan melarang penggunaan dan pengedarannya. Walaupun mempunyai efek positif, namun ganja juga mempunyai efek negative, yakni menimbulkan halusinasi dan memabukkan. Hal ini yang membuat ganja dihukum haram menurut agama Islam, karena efeknya sama dengan alcohol. Alkohol saja yang buka narkotika diharamkan, apalagi ganja? Lagi pula banyak diantara rakyat kita yang belum bisa bertanggung jawab atas pilihannya. Jika ganja dilegalkan, maka khawatir akan banyak tindakan-tindakan kriminalitas yang terjadi.
Tentu saja dalam kasus seperti Fidelis di atas, seharusnya hukum tidak dipahami secara tekstual. Dalam kasus Fidelis, terlihat bahwa hukum ada di atas kemanusiaan. Demi hukum, maka istri Fidelis harus meregang nyawa. Seharusnya kemanusiaan berada di atas hukum. Inilah prinsip yang harus dipegang. Boleh jadi dalam sebuah kasus dimana tidak ada sama sekali obat selain ganja, maka penggunaan ganja diizinkan. Namun dalam kondisi normal, maka ganja perlu tetap dilarang.