Kemudahan dalam Merek dan Paten

Dalam banyak hal bisnis terkait erat dengan merek dan paten. Ketentuan hukumnya harus jelas sekaligus mudah dalam pengurusannya. Kemudahan dalam mengurus hak kekayaan intelektual sangat penting dalam membangun iklim investasi dan memacu riset di kalangan perguruan tinggi. Bagi kalangan periset terapan jika hasil temuannya tidak dapat dikomersialkan boleh dikata menjadi sia-sia.

Kemudahan dalam Merek dan Paten
ilustrasi/ net

MONDAYREVIEW.COM –  Dalam banyak hal bisnis terkait erat dengan merek dan paten. Ketentuan hukumnya harus jelas sekaligus mudah dalam pengurusannya. Kemudahan dalam mengurus hak kekayaan intelektual sangat penting dalam membangun iklim investasi dan memacu riset di kalangan perguruan tinggi. Bagi kalangan periset terapan jika hasil temuannya tidak dapat dikomersialkan boleh dikata menjadi sia-sia.

UU Ciptaker merangkum banyak UU yang selama ini tumpang tindih dan birokratis.  Termasuk UU 13/2016 tentan Paten dan UU 20/2016 tentang Merek. Dalam UU Cipta Kerja tekait paten dan merek lebih dimudahkan dalam proses mengurusnya.

Penggunaan merek sangat penting dalam sebuah bisnis. Pengertian merek menurut Philip Kothler adalah simbol, tanda, rancangan ataupun sebuah kombinasi dari tiga hal tersebut yang ditujukan sebagai identitas dari beberapa penjual untuk kemudian dijadikan sebagai pembeda dengan pesaing yang ada di pasaran.

Merek merupakan frontliner sebuah produk, suatu tampilan awal yang memudahkan konsumen mengenali produk tersebut. Pada prinsipnya merek merupakan janji penjual atau produsen yang secara kontinu membawa serangkaian kesatuan tampilan (performance), manfaat (benefit) dan layanan (service) kepada pembeli.

Dalam perspektif komunikasi merek adalah tanda jejak yang tertinggal pada pikiran dan hati konsumen, yang menciptakan makna dan perasaan tertentu (brand is a mark left on the minds and hearts of consumers, which creates a specific sense of meaning and feeling).

Dengan demikian, merek lebih dari sekadar logo, nama, simbol, merek dagang, atau sebutan yang melekat pada sebuah produk. Merek adalah sebuah janji. Merek merupakan sebuah hubungan –yakni hubungan yang melibatkan sejenis kepercayaan. Sebuah merek adalah jumlah dari suatu entitas, sebuah koneksi psikis yang menciptakan sebuah ikatan kesetiaan dengan seorang pembeli/ calon pembeli, dan hal tersebut meliputi nilai tambah yang dipersepsikan.

Sejumlah kriteria untuk menyebut merek bukan sekadar sebuah nama, di antaranya: merek tersebut harus memiliki nilai-nilai yang jelas, dapat diidentifikasi perbedaannya dengan merek lain, menarik, serta memiliki identitas yang menonjol.

Sementara paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil penemuannya itu di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.  

Prinsipnya, aturan paten dan merek (dalam UU Cipta Kerja) lebih dimudahkan. Ada lima aturan yang diubah, yang prinsipnya ada kegunaan praktis. Prinsip itu mengandaikan aktivitas riset dan inovasi harus berkolaborasi dengan dunia industri. Kemudian dari sisi waktu pengurusan izin paten dalam UU Cipta Kerja jauh lebih singkat.

Pengamat ekonomi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Lily Surraya Eka Putri menyambut baik UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) yang menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam mendukung pengembangan riset dan inovasi ke perguruan tinggi atau kampus.

Ada satu hal yang harus digarisbawahi dalam UU Cipta Kerja yakni BUMN mendapatkan penugasan khusus untuk pengembangan-pengembangan riset dan inovasi di perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang).

Selama ini riset akademis masih berbasis pada aktivitas penelitian bukan pada ouput (keluaran) penelitian yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. UU Cipta Kerja mendukung riset berbasis output untuk kepentingan masyarakat itu.

Dengan kondisi yang semakin berkembang dan kompetitif, mendatang harusnya riset itu berbasis standar biaya keluaran dan menuju paten. Ini sebenarnya sudah didukung oleh UU Cipta Kerja. Pengamat itu menyampaikan, pemerintah menginginkan dunia pendidikan harus bisa menghasilkan teknologi tepat guna dan peningkatan nilai tambah dan hilirasisi untuk masyarakat.

Jadi, kita di perguruan tinggi tidak boleh hanya penelitian saja, tapi harus ada produk dan nilai tambahnya yang hasil akhirnya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Aktivitas riset teknologi dan sains secara akademis sangat banyak, namun sangat sangat sedikit mempedulikan paten, komersialisasi dan memberikan pemasukan materi pada perguruan tinggi.