Menanti Lawan Tanding Seimbang
Elektabilitas Jokowi selalu unggul dalam berbagai survei. Sementara, Prabowo Subianto cenderung stagnan perubahannya

MONDAYREVIEW- Joko Widodo masih menempati angka tertinggi elektabilitas dalam berbagai survei. Belum ada figur tokoh politik yang mampu menyaingi Presiden Jokowi. Prabowo Subianto seperti biasanya menempati urutan kedua. Namun, masih terpaut jauh dibanding Jokowi.
Berdasarkan survei Indikator Politik Indonesia (IPI) secara top of mind, persentase keterpilihan (elektabilitas) Jokowi mencapai 39,9 persen, disusul Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto 12,1 persen. “Saat ini, Jokowi dan Prabowo masih merupakan figur utama dalam peta elektoral,” kata Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif IPI.
Dalam survei itu, responden ditanya siapa mengenai sosok calon presiden jika pemilihan dilakukan hari ini. Namun, responden tidak diberi pilihan jawaban. Hasilnya, Jokowi yang mencapai puncak keterpilihan tertinggi, disusul Prabowo. Selain dua nama itu, ada Anies Baswedan dengan 0,9 persen, Hary Tanoesudibjo 0,9 persen, Zainul Majdi (TGB) 0,7 persen dan Gatot Nurmantyo 0,7 persen dan nama lainya.
Prabowo relatif stagnan perubahannya. Sementara Jokowi dibanding survei sebelumnya tergerek naik. Pada September 2017, angka keterpilihan Jokowi hanya 34,2 persen, dan meningkat pada Maret 2018 menjadi 39,9 persen. Dalam survei dengan sistem semi terbuka, artinya nama-mana kandidat ditentukan, Jokowi meraih urutan puncak keterpilihan, 51,9 persen. Sedangkan, Prabowo, 19,2 persen, disusul Anien Baswedan 2,2 persen, AHY 2 persen dan Gatot Nurmantyo 1,7 persen.
Apalagi, survei dilakukan head to head, antara Jokowi dan Prabowo. Hasilny, Jokowi makin unggul memperolah 60,6 persen, sedangkan Prabowo 29 persen dan undecive voters, atau yang tidak memberi pilihan hanya 10,4 persen. Survei Indikator ini, dilakukan pada 25-31 Maret 2018, dengan responden sebanyal 1200 rang. Margin errornya sekitar 2,9 persen.
Survei serupa dilakukan oleh banyak lembaga survei, seperti Litban Kompas dan survei Cyrus. Jokowi tetap unggul, jauh terpaut dibanding Prabowo. Kenaikan elektabilitas Jokowi seiring dengan kenaikan kepuasan terhadap emerintah yang terus naik. Dalam survei Litbang Kompas, misalnya kepuasan terhadap pemerintah tercatat mencapai 72,2 persen. Angka ini naik dari survei sebelumya, yang mencatat kepuasan terhadap pemerintah 70,8 persen.
Meningkatnya elektabilitas Jokowi berdasarkan berbagai survei, karena pemerintah Jokowi masih diapresiasi kinerjanya oleh masyarakat. Media Survei Nasional, misalnya merilis faktor kepuasan masyarakat karena dampak dari pembangunan infrastruktur.
Selain itu, Litbang Kompas juga menyimpulkan naiknya elektabilitas Jokowi, karena dua faktor yaitu naiknya kepuasan terhadap kinerja pemerintahan Jokowi. Kedua, masih kaburnya kepastian calon penantangnya untuk maju dalam Pemilu 2019.
Karena itulah, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mendesak Prabowo Subianto segera mendeklarasikan diri beserta cawapresnya. Tujuannya untuk mendokrak elektabilitas Prabowo. “Saya yakin suara Pak Prabowo akan naik signifikan,” kata Mardani, optimis.
Jika Prabowo digandengkan dengan nama-nama yang sudah terjaring dalam survei, seperti Anis Baswedan, AHY, TGB atau Gatot Nurmantyo memang tak berpengaruh banyak jika digabung tingkat keterpilihannya. Lalu, siapa yang sanggup mendongkrak elektabilitas Prabowo? Jika Prabowo memilih sebagai “King Maker”, apakah hasilnya lebih baik, atau bahkan semakin terpuruk?
Dengan tingkat keterpilihan yang tinggi, Jokowi dianggap lebih pede memilih siapa pun yang jadi pendampingnya. PDIP pun lebih leluasa untuk menyodorkan Puan Maharani, untuk menjadi cawapres Jokowi, karena inilah momentum strategis bagi PDIP untuk mempertahankan dinasti politik Soekarno, dan memperkuat bargaining politik di Pemilu 2024.
Bagaimana dengan nasib Golkar yang jadi mitra koalisi PDIP?
Tingkat elektabilitas Golkar tak berubah naik meskipun sudah merapat ke Jokowi. Golkar masih kalah dibanding PDIP. Dalam survei Indikator, misalnya Golkar hanya 8 persen, disalip Gerindra yang mencapai 11,4 persen. Sedangkan PDIP meraih posisi teratas 27,7 persen.
Tak ada cara lain bagi Golkar kecuali mengangkat wacana Jusuf Kalla kembali mendampingi Jokowi. Meskipun, JK sudah menyatakan tidak siap untuk bertarung di politik karena faktor usia. Apalagi, JK terganjal dengan UU nomor 7 tentang Pemilu, antara lain mengatur masa jabatan presiden dan wakil presiden hanya dua periode.
JK belum diusung Golkar secara resmi, karena menunggu hasil uji materi di Mahkamah Konstitusi, tentang pasal 169 huruf n dan pasal 227 huruf i yang menyatakan bahwa pencalonan diri sebagai presidan atau wakil presiden, maka calont terkait belum menjabat dua kali pada masa jabatan yang sama. Meski demikian, JK belum tentu dipilih Jokowi
Elektabilitas Jokowi yang tinggi sulit digoyang, namun reaksi relawan Jokowi menanggapi berbagai isu justru yang sering dikhawatirkan akan merusak citra Jokowi sendiri. Sisa periode Presiden Jokowi tentu lebih baik dimanfaatkan untuk memperbaiki kinerja, terutama untuk memenuhi berbagai janji politiknya.
Politik memang sulit diprediksi. Bisa saja, tagar #2019 Ganti Presiden berubah menjadi massif. Namun, akankah mereka beralih ke Prabowo, atau sebenarnya merindukan figur yang baru.