Mempersiapkan Kembali Pembelajaran Tatap Muka
Nadiem kini memperbolehkan pembelajaran tatap muka di sekolah mulai 2020/2021.

MONDAYREVIEW.COM – Gelombang keresahan orang tua siswa atas pembelajaran jarak jauh kian tak terbendung. Pembelajaran jarak jauh kian menjenuhkan walaupun demi keselamatan peserta didik dan tenaga pendidik. Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengatakan proses pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi Corona menimbulkan beberapa dampak negatif bagi siswa. Kemenko PMK meminta daerah berperan aktif memantau perkembangan siswa.
Agus Sartono Deputi Pendidikan dan Agama Kemenko PMK mengatakan perbedaan akses pembelajaran jarak jauh akhirnya menimbulkan kesenjangan. Terlebih bagi anak dengan latar belakang ekonomi yang rendah. Peserta didik, kata Agus, juga mengalami stres karena beban pembelajaran jarak jauh. Serta banyaknya kasus kekerasan terhadap anak. Permasalahan itu harus diatasi bersama mulai di pusat hingga ke daerah. Agus meminta pemerintah daerah dan dinas pendidikan setempat memantau kondisi peserta didik.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti mendorong pemerintah pusat dan daerah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Evaluasi PJJ selama fase kedua yang sudah berjalan selama empat bulan ini harus dilakukan secara menyeluruh.
Sebelumnya terjadi kasus bunuh diri siswa SMP di Tarakan yang diduga karena keberatan menjalankan tugas-tugas selama PJJ. Retno menjelaskan, ia sudah mendengar penjelasan orang tua korban yang mengatakan korban memiliki 11 tagihan tugas mata pelajaran. Menurut orang tuanya, korban tidak mengerjakan tugas bukan karena malas. Namun, korban merasa kesulitan mengerjakan tugas-tugas dari sekolah. Sementara itu, orang tua korban tidak bisa banyak membantu terkait pengerjaan tugas tersebut.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengeluarkan kebijakan terkait sekolah tatap muka di tengah pandemi. Nadiem kini memperbolehkan pembelajaran tatap muka di sekolah mulai 2020/2021. Nadiem menyebut pihaknya sudah mengevaluasi hasil SKB empat menteri sebelumnya. Nadiem melihat situasi hari ini bahwa hanya 13 persen sekolah yang melakukan pembelajaran tatap muka dan sebesar 87 persen masih belajar dari rumah. Nadiem menegaskan sekolah pembelajaran jarak jauh atau PJJ punya dampak negatif terhadap siswa maupun orang tua. Dampak itu termasuk psikososial.
Nadiem menyebut pemberian izin pembelajaran tatap muka bisa dilakukan serentak maupun bertahap, tergantung kesiapan masing-masing daerah dan berdasarkan diskresi maupun evaluasi kepala daerah. Sekolah yang melaksanakan pembelajaran tatap muka harus melaksanakan protokol kesehatan yang sangat ketat. Nadiem menyebut pembelajaran tatap muka ini sifatnya diperbolehkan, bukan wajib. Keputusan ada di tiga pihak yakni pemerintah daerah, kepala sekolah dan orang tua.
Menurutnya ada alasan kenapa pemerintah memperbolehkan sekolah kembali dibuka. Pertama, pertimbangan dampak negatif yang berpotensi dirasakan para peserta didik. Risiko pertama adalah putus sekolah, di mana banyak anak-anak yang didorong untuk bekerja dan ini berhubungan dengan situasi ekonomi. Selain itu, dampak psikososial dan stres pun yang menjadi perhatian pemerintah. Nadiem menjelaskan, dengan minimnya interaksi dengan orang lain, anak berpotensi mudah stres.
Kebijakan pemerintah tersebut patut disyukuri, namun dengan catatan bagi sekolah yang ingin melakukan PTT, protocol kesehatan harus sangat diperhatikan.