Memimpin Adalah Melayani

Memimpin Adalah Melayani
Ganjar Pranowo dan Erick Thohir saat blusukan di Jawa Tengah.

KEPEMIMPINAN melayani adalah cermin ketulusan pemimpin. Pemimpin yang memosisikan dirinya sebagai pelayan yang memprioritaskan kepentingan rakyat daripada kepentingan diri dan kelompoknya.

Robert K. Greenleaf (1977) dalam karyanya 'The Servant Leadership: A Journey into the Nature of Legitimate Power and Greatness' menjelaskan tentang kepemimpinan yang melayani, dimulai dengan perasaan alamiah bahwa kita ingin melayani terlebih dahulu. Dari keinginan melayani, tumbuhlah kesadaran dan pilihan untuk memimpin.

Pemimpin yang memiliki niat tulus bakal melahirkan kepemimpinan yang melayani. Niat seorang pemimpin bisa diketahui dari perilaku dan kebijakan yang diputuskan. Acapkali kata-kata saja tidak mencerminkan ketulusan. Setali dengan itu, Buya Syafii Maarif pernah mengatakan, masalah utama bangsa dan pemimpin kita adalah pecahnya kongsi antara kata dan laku.

Pernyataan Buya Syafii Maarif itu bukti keras yang masih kita alami. Lihat saja perkataan dan janji setiap pemimpin atau calon pemimpin negara ketika proses pemilihan, semua berucap penuh soal kebaikan. Nyatanya setelah terpilih, banyak yang lupa terhadap apa yang mereka ucapkan. Kepemimpinan tidak boleh berhenti hanya pada kata-kata.

Untungnya, ada di antara orang-orang itu yang memiliki komitmen tinggi untuk menunaikan janjinya sebagai pemimpin yang melayani. Sebut saja, Joko Widodo, Ganjar Pranowo dan Erick Thohir. Ketiga pemimpin ini bisa menjadi contoh dari tipe pemimpin yang melayani di negeri ini.


Joko Widodo

Joko Widodo adalah sosok presiden yang sederhana. Jokowi melewati kehidupan pada masa-masa yang sulit, bahkan sempat mengalami penggusuran. Jokowi kemudian memulai karier sebagai pengusaha mebel. Semua itu membentuk kepribadian Jokowi menjadi sosok yang ulet, sabar, dan optimis.

Karier politik Jokowi bermula dengan menjabat Wali Kota Surakarta dan Gubernur DKI Jakarta. Setelah terpilih menjadi wali kota, Jokowi tampil sebagai pemimpin yang sederhana, merakyat dan melayani. Tanpa kampanye dan baliho, Jokowi pun melenggang ke periode kedua Wali Kota Solo pada periode kedua, dengan suara hampir mutlak 91 persen.

Jokowi juga dikenal sebagai pionir aksi blusukan. Jokowi sudah melakukannya semenjak menjadi Wali Kota Solo. Blusukan merupakan cara paling efektif untuk berbicara dan melihat secara langsung apa yang menjadi keinginan rakyat. Menyerap berbagai aspirasi dan sekaligus mendekatkan diri kepada rakyat.

Berkat kepemimpinan yang melayani dan kebiasaan blusukan, Jokowi menanjak karier politiknya menjadi presiden hingga periode kedua. Setelah jadi presiden pun tidak ada perubahan sikap dalam diri Jokowi, tetap memimpin dengan melayani dan blusukan. Kritik, hinaan, cemoohan, bahkan fitnah dijawab dengan kerja nyata. Kecintaan pada rakyat dan bangsa mengalahkan egonya.

Selama pandemi pun Jokowi tetap blusukan untuk memastikan semua program pemerintah benar-benar sampai kepada rakyat, sampai-sampai tidak sempat berkumpul dengan keluarga. Itulah komitmen melayani seorang pemimpin.

Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung pernah memberi kesaksian, “Pak Jokowi hampir tiga minggu tidur di Istana, pisah dengan ibu (Iriana). Karena beliau masih blusukan, masih ke mana-mana. Beliau juga nggak mau katakanlah menjadi carrier (virus Covid-19) untuk orang di rumah.”

Lebih lanjut Mas Pram (begitu sapaan akrabnya) menyampaikan, tidak banyak bisa ditemukan pemimpin yang sehari-hari begitu memikirkan rakyatnya seperti yang dilakukan Jokowi. Saya pikir kesaksian Mas Pram dirasakan pula oleh banyak orang, melihat komitmen dan ketulusan Pak Jokowi dalam melayani rakyat.


Erick Thohir

Erick Thohir makin menjadi perhatian publik semenjak terpilih sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Gebrakan dan terobosannya di Kementerian BUMN selalu mendapat respons terbaik.

Salah satu upaya Erick dalam melakukan transformasi fundamental di BUMN adalah melakukan restrukturisasi dengan membentuk klaster dan holding. Langkah ini dipilih Erick, sebab tidak mudah mengawasi hingga 142 perusahaan dan 27 klaster, yang kemudian dirampingkan menjadi 41 perusahaan dengan 12 klaster. Ini adalah misi penting untuk penyehatan BUMN.

BUMN menjadi tulang punggung dalam penanganan pandemi Covid-19. Ketika terjadi krisis kesehatan yang menyebabkan rumah-rumah sakit kolaps, Kementerian BUMN mengambil langkah cepat untuk mengantisipasi melalui penyiapan fasilitas kesehatan sementara seperti Wisma Atlet dan Asrama Haji.

Erick juga menginstruksikan kepada seluruh perusahaan BUMN untuk terlibat aktif dalam membantu penanganan Covid-19. Tidak terbatas pada aspek kesehatan, tetapi juga membantu masyarakat yang terdampak secara ekonomi.

Dalam berbagai kesempatan, Erick kerap menyampaikan bahwa sebagai pemimpin tidak boleh lelah melayani rakyat serta harus dengan hati yang tulus. Dengan itu akan terbangun saling kepercayaan dari rakyat, sehinga Erick optimis bisa menangani Covid-19 dengan baik.

Perkataan Erick dibuktikan dengan program-program yang berpihak kepada para petani, nelayan, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta masyarakat kecil lainnya. BUMN membangun Pasar Digital (PaDI), platform digital yang ditujukan kepada perusahaan-perusahaan untuk membantu para pelaku UMKM.

Dalam peresmian PaDI, Erick menegaskan, “jika BUMN bisa mencapai profit, UMKM dan rakyat jangan menjadi pailit. Mereka harus ikut untung, naik kelas menjadi sejahtera”.  Inilah komitmen seorang pemimpin yang melayani.  Suatu sikap yang lahir dari pancaran “AKHLAK” yang kuat.

Untuk memastikan semua program kerakyatannya berjalan, Erick sering turun langsung ke lapangan, bertemu dengan berbagai kelompok masyarakat. Bisa dilihat dari postingan dalam akun media sosialnya, berisi konten kunjungan ke berbagai daerah dan bertemu dengan rakyat.


Ganjar Pranowo

Ganjar Pranowo memilih jalan kepemimpinan yang melayani, mengayomi, dan menginspirasi di tengah-tengah pandemi. Kepedulian semacam itu tampaknya berurat akar dari pengalaman hidup Ganjar yang prihatin, banyak dirundung kesusahan. Semula orangtua Ganjar memberinya nama Sungkowo, yang berarti kesedihan.

Karier politik Ganjar bersinar setelah terpilih sebagai wakil rakyat dua periode, hingga kemudian diusung PDIP dalam Pilkada Jawa Tengah melawan calon gubernur petahana. Ganjar terpilih sebagai Gubernur Jateng dan kini sudah periode yang kedua.

Tagline Ganjar yang terkenal adalah mboten korupsi, mboten ngapusi (tidak korupsi, tidak membohongi). Sebuah pesan kepada rakyat, bahwa banyak pemimpin yang setelah terpilih tidak menunaikan janji yang telah diucapkan.

Ketika terpilih, Ganjar langsung melakukan berbagai gebrakan, khususnya dalam reformasi birokrasi. Partisipasi masyarakat untuk mengawasi kinerja pemerintah didorong melalui keaktifan di media sosial.

Ganjar sendiri eksis di Twitter dalam menanggapi berbagai persoalan yang diadukan warga. Kedekatan Ganjar kepada rakyat bisa kita lihat dari kunjungan-kunjungannya yang diunggah di media sosial, benar-benar berbaur dengan rakyat, tidak berjarak dan bergurau.

Kepemimpinan yang melayani adalah sebuah solusi untuk kemajuan Indonesia. Rakyat harus benar-benar memiliki kesadaran untuk memilih pemimpin yang tepat. Pemimpin yang telah terbukti melayani dan menetapkan kebijakan yang berpihak pada rakyat.

Parris dan Peachey (2012), mengutip pidato Nahiyah Jaidi Faraz dalam pengukuhan sebagai guru besar di Yogyakarta pada 2014, menyampaikan kalau ada kajian kepemimpinan mutakhir yang berhubungan dengan masalah etika, kebajikan dan moral, maka itu adalah kepemimpinan yang melayani.

Ketiga sosok di atas, semoga memiliki jiwa kepemimpinan yang mutakhir itu. Bahkan bisa lebih dari itu. [ ]