Investasi Terbaik

ADA hal menarik yang disampaikan Menteri BUMN, Erick Thohir ketika membuka dialog dengan para pelajar secara virtual di acara Rapat Kerja Nasional Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) akhir pekan lalu. Menurut Erick, salah satu investasi terbaik sebuah bangsa adalah pendidikan bagi para milenial.
Ungkapan Erick ini mengingatkan saya, kita semua, bahwa jauh sebelum manusia memasuki zaman yang canggih, dengan jaringan Wifi yang membuat kita terkoneksi kapan dan dimanapun dengan realtime. Teknologi komputer yang membantu kita mampu memecahkan persoalan rumit dengan mudah.
Atau mobil listrik yang membuat tunggangan kita makin canggih dan akseleratif, namun ramah lingkungan. Hingga kecerdasan buatan, untuk membantu memudahkan pekerjaan manusia. Sudah banyak peradaban kuno yang juga maju. Berperan penting terhadap kualitas hidup dan sejarah umat manusia.
Salah satunya peradaban Lembah Indus di Amerika sekira 2000 tahun sebelum masehi. Masyarakat disana sudah berhasil menemukan pengukuran berat dan mengembangkan desain perkotaan yang rumit, namun efektif.
Begitu juga peradaban Phoenecian, di Spanyol, Italia, hingga Tunisia, yang diperkirakan telah mengembangkan sistem penulisan.
Termasuk juga peradaban yang oleh Ahli Genetika dari Oxford University Stephen Oppenheimer, disebut sebagai Sundaland. Masyarakatnya disebut-sebut merupakan penemu teknologi agrikultur pertama.
Mereka mungkin tidak maju secara teknologi, namun secara ide dan gagasan mereka maju pesat. Pemikiran mereka bisa disandingkan dengan apa yang kita temukan di zaman sekarang.
Itulah mengapa kualitas peradaban sangat ditentukan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bila sebuah bangsa peduli akan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka bangsa itu akan jadi bangsa maju.
Sebaliknya jika sebuah bangsa kurang peduli pada ilmu pengetahuan dan teknologi, maka bangsa itu bukan saja mundur, namun juga hancur.
Karena itu, meski punya sejarah kemajuan peradaban, bangsa-bangsa di dunia termasuk Indonesia perlu memperhatikan pendidikan. Karena seperti dikatakan Benjamin Franklin, “Kejeniusan tanpa pendidikan itu ibarat Perak di Tambang Emas.” Kalah berkilau.
Sementara Warren Buffet, seorang investor finansial paling sukses di dunia, pernah memberi nasehat, ‘investasi terbaik dalam hidup adalah to invest in your self.’ Caranya dengan memintarkan diri melalui proses pendidikan formal, belajar otodidak via internet, atau lewat proses pengalaman.
Tentu saja ini bukan sekadar ungkapan, namun fakta yang telah melewati proses pembuktian secara ilmiah. Bahwa RoI atau return of investment pendidikan selalu lebih tinggi, jika dibanding pengembalian investasi di bidang lain. Terutama untuk pendidikan PAUD.
Secara statistik telah terbukti, bahwa negara yang masyarakatnya memiliki tingkat pendidikan (enrollment or graduation rate) lebih tinggi, menunjukkan tingkat petumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Sehingga makin tinggi tingkat pendidikan masyarakat semakin tinggi pula tingkat kehidupan (kesejahteraan) ekonominya.
Amerika Serikat, Jepang, dan Finlandia adalah salah tiga diantara negara-negara yang menanamkan investasi begitu besar terhadap pendidikan. Hasilnya, setali tiga uang, kesejahteraan mereka pun di atas negara-negara lain di dunia.
Namun, kita juga diingatkan, jika sebuah kemajuan atau peradaban akan bertahan lama jika pendidikan yang dikembangkan tak cuma sebatas transfer of knowledge ansich, namun bagaimana juga pendidikan karakternya.
Dalam bahasa agama kita sering dengar narasi agar kita memadukan kemampuan Iptek dan Imtaq. Caranya, dengan menjaga keseimbangan IQ, EQ, dan SQ.
Dalam konteks ini, maka pendidikan pun tak bisa diberikan hanya di ruang-ruang sekolah saja, melainkan harus juga didapat dari orangtuanya, baik ibu sebagai madrasatul ula, maupun ayah sebagai panutan utama.
Dalam konteks kebangsaan, maka jika indonesia ingin mampu bersaing dalam tataran global, maka seperti poin pertama cita-cita Merdeka Berdaulatnya yang seering kali disampaikan Menteri BUMN Erick Thohir, yaitu berdaulat atas SDM (sumber daya manusia)-nya.
Ya, untuk mengembalikan kejayaannya, seperti di zaman Peradaban Sundaland, Kita butuh pendidikan yang holistik untuk memaksimalkan potensi SDM Indonesia. [ ]