Membaca Tanda-tanda di Pilkada 2018 dan Pilpres 2019
Publik memiliki logika, rasio, dan pilihannya. Sekalipun penggiringan opini dan isu terus berlanjut.

MONDAYREVIEW.COM – Pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan-Sandiaga Uno membacakan puisi berjudul “Membaca Tanda-tanda” dalam acara milad ke-19 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Ballroom Hotel Grand Sahid, Jakarta, Minggu (30/4).
Seperti diketahui Anies-Sandi merupakan kandidat yang diusung oleh PKS di Pilkada DKI Jakarta 2017. PKS akhirnya berhasil memenangkan calonnya di ibu kota setelah pada Pilkada 2007 dan 2012, jagoannya takluk. Kemenangan Anies-Sandi memunculkan beragam analisa. Dalam sejumlah analisa, kemenangan Anies-Sandi dianggap sebagai bangkitnya Islam radikal, bahkan seorang petinggi di kantor berita Antara secara serampangan mengaitkannya dengan ISIS.
Kemenangan Anies-Sandi dipercaya memiliki keterkaitan dengan pilpres yang akan dihelat pada 2019. 3 tokoh nasional yakni Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Prabowo Subianto berperan aktif di Pilkada DKI Jakarta 2017. Maka keberhasilan Anies-Sandi dipercaya akan berpengaruh positif bagi kemungkinan pengusungan kembali Prabowo Subianto sebagai calon presiden tahun 2019. Front ibu kota RI berhasil direbut oleh kubu yang diusung oleh Gerindra dan PKS.
2018 akan ditandai oleh sejumlah Pilkada. Ada Pilkada Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Front-front tersebut akan berperan besar bagi pilpres 2019. Ancang-ancang kontestasi sudah terlihat di Pilkada Jawa Barat dengan pengusungan Ridwan Kamil sebagai calon Gubernur yang diajukan oleh Partai NasDem. Sedangkan Gerindra dan PKS yang sebelumnya mengusung Ridwan Kamil sebagai Wali Kota Bandung, kemungkinan besar akan emoh memajukannya di Pilkada Jawa Barat 2018. Ridwan Kamil yang setuju dengan syarat mendukung Jokowi di Pilpres 2019 menjadi poin hambatan bagi Gerindra dan PKS. Di samping itu hubungan Gerindra dan PKS memang telah tidak mesra dengan Ridwan Kamil karena berbagai tindakan sosok yang sebelumnya dikenal sebagai arsitek tersebut.
PKS mengirimkan tanda-tanda di milad partai berlambang bulan sabit dan padi tersebut ke-19 dengan memberikan panggung bagi Deddy Mizwar untuk membacakan dua buah puisi. Di ranah Jawa Barat, koalisi Gerindra dan PKS kemungkinan akan kembali terjadi.
Sementara itu di Pilpres 2019 sosok yang akan bersanding dengan Jokowi juga masih menjadi pertanyaan. Ahok, penistaan agama, Al Maidah ayat 51, partai politik pendukung Ahok, dan tendensi arah dukungan Jokowi di Pilkada 2017 menjadi unsur-unsur yang diingat dan dapat berpengaruh di Pilpres 2019.
Kemenangan pasangan Anies-Sandi dengan perolehan 57,95% di Pilkada DKI Jakarta bisa jadi mendedahkan bagaimana kekuatan politik umat Islam. Bagaimana ketika Islam ditekan, diremehkan, arus balik yang besar muncul. Pada Pemilu 2014 misalnya sejumlah lembaga survei memprediksi partai-partai Islam akan ambles perolehan suaranya. Hasilnya, perolehan partai Islam cukup baik di pemilu 2014.
Jokowi pun menggandeng Jusuf Kalla yang dianggap sebagai representasi untuk membawa suara umat Islam pada pilpres 2014. Jokowi sendiri telah berusaha untuk mencegah turunnya kepercayaan dari umat Islam dengan mengundang para ulama ke Istana serta menghadiri acara-acara yang diselenggarakan MUI, NU, Muhammadiyah. Namun di sisi lain rezim pemerintahan Jokowi juga membangkitkan ingatan dengan apa yang dilakukan oleh Soeharto di tahun 1980-an. Bagaimana rezim dalam tindakan, memusuhi, dan mendiskreditkan kalangan Islam. Yang terbaru adalah seruan dari Kementerian Agama yang menganjurkan agar para pengkhotbah tidak membawa isu SARA dan politik praktis dalam ceramah-ceramahnya. Tentu hal ini mengingatkan pada tahun 1980-an ketika agen BIN memantau ceramah para ustadz di masjid-masjid.
Publik memiliki logika, rasio, dan pilihannya. Sekalipun penggiringan opini dan isu terus berlanjut. Media sosial juga dapat menjadi alternatif apa yang terjadi dalam isu-isu publik. Maka umat Islam pun akan menilai dalam perkataan dan tindakan apa yang dilakukan oleh rezim pemerintahan Jokowi.
Pilpres 2019 akan cukup ditentukan oleh Pilkada 2018. Jika katakanlah fenomena politik identitas, serta resistensi terhadap partai pendukung Ahok masih berlanjut di berbagai front Pilkada, terutama di daerah-daerah gemuk penduduk, maka itu adalah tanda-tanda. Dan para politikus pun tentu harus cerkas membaca tanda-tanda. Membaca tanda-tanda adalah antisipasi sekaligus penyiapan taktik untuk menghadapi ragam pemilu yang terbentang di 2018 dan 2019.