Polemik RUU Larangan Minuman Beralkohol
Pelarangan terhadap minuman beralkohol atau yang popular di Indonesia dengan sebutan minuman keras berencana akan diberlakukan di Indonesia.

MONDAYREVIEW.COM – Pelarangan terhadap minuman beralkohol atau yang popular di Indonesia dengan sebutan minuman keras berencana akan diberlakukan di Indonesia. Hal ini menyusul sedang digodoknya RUU Larangan Minuman Beralkohol di Senayan. Dengan adanya RUU ini, konsumsi minuman keras bisa dikenai ancaman pidana. Begitupun dengan menjual minuman beralkohol. Namun tetap ada beberapa aktivitas yang diizinkan untuk peredaran miras diantaranya pariwisata, ritual adat, ritual keagamaan, farmasi, dan hal lainnya yang diatur dalam undang-undang.
Polemik kembali mencuat perihal isu ini. MUI dan PP. Muhammadiyah mendukung RUU pelarangan minuman beralkohol selain karena ajaran agama, juga karena alasan ketertiban masyarakat. Minuman keras dinilai masih menjadi dalah satu sumber dari aksi kriminal, dimana seringkali para penjahat meminum alcohol sebelum menjalankan aksinya. Atau banyak yang melakukan kejahatan karena dalam kondisi mabuk. Sementara itu Firman Soebagyo anggota Fraksi Partai Golkar menilai pelarangan miras berpotensi untuk menimbulkan PHK. Hal ini tidak sejalan dengan UU Ciptaker, karena itu Golkar masih mempertimbangkan soal RUU ini.
Rencana pelarangan minuman keras ini juga cukup mendapat respon dari warganet. Banyak warganet yang menolak karena pelarangan tersebut dinilai berlebihan. Mereka berpendapat bahwa banyak yang mengkonsumsi miras tidak sampai mabuk. Sekalipun mabuk banyak yang tidak sampai melakukan tindakan kejahatan. Sementara itu warganet yang mendukung RUU ini pun tak kalah banyak. Argumen mereka alcohol dilarang agama Islam dan juga potensial menimbulkan kejahatan.
Sampai saat ini dialektika dan adu argumentasi masih berlangsung, pembahasan di DPR pun masih berlanjut. Publik masih belum tahu apakah akhirnya RUU ini akan disahkan atau tidak. Jika disahkan pun masih belum tahu bagaimana isinya. Yang jelas pasti akan terjadi banyak lobi baik dari pebisnis maupun politisi yang mempunyai kepentingan di dalamnya. DPR RI selaku badan legislative dan penampung aspirasi rakyat mesti mendengar pendapat semua pihak dan memutuskan dengan bijak walaupun tidak mungkin bisa memuaskan semua pihak.
Gerakan penolakan peredaran miras bukan merupakan hal yang baru di Indonesia. Salah satu aktivis yang getol menyuarakannya adalah Fahira Idris yang sekarang sudah menjadi anggota DPD RI dari DKI Jakarta. Sejak beberapa tahun yang lalu Fahira melalui twitternya mengkampanyekan gerakan anti miras. Adanya RUU ini bisa menjadi peluang besar bagi keberhasilan gerakan anti miras Fahira Idris selama ini. Pengendalian terhadap miras juga sudah ditetapkan sebagai kebijakan beberapa tahun terakhir. Jika pada beberapa tahun lalu bir bisa ditemukan dengan mudah di minimarket, sekarang hal tersebut sudah tidak diperbolehkan.
Bir hanya bisa dibeli di supermarket besar atau toko online. Hal ini mempunyai efek banyaknya pemuda yang membuat bir oplosan marak karena bir legal sulit didapatkan. Namun biar bagaimanapun kita tetap harus memperhitungkan efek negative jika miras dijual bebas. Masih banyak orang yang belum bisa bertanggung jawab dalam mengkonsumsi bir sehingga menimbulkan efek buruk di masyarakat.