Memaknai Seni Budaya dan Olahraga dalam Konteks Kebangsaan

Dalam berkesenian, berkebudayaan, dan terutama berolahraga sejatinya tak sekadar dilihat dari seberapa banyak medali yang dapat didulang, atau seberapa tinggi prestasi yang dapat diraih. Melainkan bagaimana olahraga dilihat sebagai sebuah kewajiban meningkatkan kesehatan dan keberdayaan masyarakat.

Memaknai Seni Budaya dan Olahraga dalam Konteks Kebangsaan
ilistrasi foto

Derasnya arus modernisasi memang terkadang membuat kita larut dalam ingar binger dan mimpi kemajuan masa depan yang lebih baik dan sejahtera. Menghadirkan harapan baru dan sejenak menghapus noda ‘ketertinggalan zaman”. Hanya saja, modernisasi terkadang membutakan mata, mengadopsi apa pun tanpa disertai kesadaran kritis (critical consciousness).

Budaya oral sebagai bentuk komunikasi paling nyata dengan membaca tubuh, raut muka, dan juga nada suara, direduksi dengan barisan kalimat serta emoticon yang dikirimkan melalui gadget dan media sosial. Kulminasinya, empati kian tergerus, lalu berganti dengan individualisme serta kemudahan untuk menghakimi orang lain.

Saking rumitnya dunia baru ini, Fazlur Rahman sampai menyebutnya sebagai dunia dengan wajah ganda (jenus faced). Karena selain membawa keuntungan seara teknologis, modernisasi ternyata juga melahirkan dampak yang signifikan terhadap nilai-nilai dan kebudayaan. Modernisasi pun pada akhirnya membuat relasi sosial kita menjadi rapuh.

Disinilah signifikansi dari upaya PP Muhammadiyah dalam hal ini melalui Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) mendorong untuk melakukan rethinking dalam pemaknaan seni, budaya, dan olahraga sebagai cara untuk membangun ikatan sosial yang mulai rapuh, toleransi yang mulai tergerus, dan terutama spirit membangun bangsa yang mulai redup.

Misi Profetik

Sejatinya, kekayaan dan keragaman seni budaya Indonesia dari Sabang hingga Merauke dapat menjadi tali perekat sosial. Pun demikian ratusan budaya yang kita miliki selama ini dapat memberi warna bagi kehidupan bangsa Indonesia. Dan yang paling utama dari kekayaan budaya tersebut tentu saja adalah adanya harapan kemajuan bangsa, karena ghalibnya keragaman itu meniscayakan adanya harapan.

Khusus di bidang olahraga, Indonesia dahulu pernah memiliki prestasi yang cukup gemilang. Prestasi anak bangsa Indonesia di bidang olahraga pernah membawa Indonesia sebagai negara yang sangat diperhitungkan dalam event olahraga di kawasan Asia dan bahkan dunia. Tahun 1962 misalnya, di saat Indonesia didaulat menjadi tuan rumah perhelatan ajang multievent Asian Games pertama kalinya, Indonesia terbukti sukses menjadi tuan rumah sekaligus menempati urutan kedua dalam perolehan medali. Atau pada tahun 1988, dimana Indonesia berhasil meraih banyak medali di event Olimpiade dan menempati peringat 36 dari 159 negara peserta. Sayangnya, setelah itu prestasi olahraga kita mulai meredup.

Memang ada banyak pasal, kenapa kemudian kesenian, kebudayaan dan olahraga kita kian meredup, mulai dari apa yang disinggung di atas hingga persoalan paradigma kita sendiri dalam melihat seni budaya dan olahraga. Seringkali, pengembangan seni, budaya dan olahraga hanya ditargetkan untuk meraih prestasi.

Padahal, hal penting lainnya yang harus diperhatikan dalam mengembangkan seni budaya dan olahraga adalah misi profetiknya. Hal ini seperti tersirat dalam perintah Nabi Muhammad untuk mengajarkan anak kita berenang, berkuda, dan memanah. Dengan berenang seorang anak diajarkan agar mampu bertahan dalam segala kondisi (self defense), melalui berkuda seorang anak diajarkan untuk mengontrol hidupnya (leadership), sementara melalui memanah seorang anak diajarkan untuk fokus dan terarah dalam mencapai tujuan hidup (istiqomah).

Manhaj Muhammadiyah

Karena itulah, ke depan persoalan seni budaya dan olahraga sejatinya tak sekadar terkait prestasi dan medali, sebaliknya seni budaya dan olahraga merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Seni budaya bila  seperti disebutkan dalam manhaj tarjih Muhammadiyah sebagai penjelmaan rasa keindahan yang terkandung dalam jiwa manusia dan dilahirkan dengan perantara alat-alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap indera. Seni budaya lebih lanjut merupakan penjelmaan rasa seni yang sudah membudaya, yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh banyak orang dalam rentang waktu perjalanan sejarah peradaban manusia.

Sementara olahraga membuat manusia bergerak dan melakukan salah satu keutuhan dasar manusia. Olahraga membuat manusia bergerak melakukan aktifitas fisik. Dengan begitu, maka seni budaya dan olahraga secara fitrah memang dibutuhkan untuk memberikan kesenangan, kepuasan, serta kegembiraan pada pelakunya.

Sebagai agama fitrah, Islam memang berisi ajaran yang tidak bertentangan dengan fitrah manusia, justru menyalurkan dan mengatur tuntutan fitrah tersebut, dalam hal ini rasa seni budaya dan olahraga. Menciptakan dan menikmati karya seni dengan demikian boleh-boleh saja (mubah), selama tidak mengarah dan mengakibatkan fasad (kerusakan), darar (bahaya), ‘isyan (kedurhakaan), dan ba’id ‘anillah (keterjauhan dari Allah).

Khusus terkait olahraga, dalam ranah sosial, olahraga juga memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya saja dalam hal kesehatan. Karena cara paling efektif untuk meningkatkan kesehatan adalah dengan meningkatkan aktivitas fisik. Berolahraga rutin dengan demikian sangat penting untuk memiliki tulang, otot, serta persendian yang kuat.

Dari manhaj ini, maka Muhamadiyah berharap, bila dalam berkesenian, berkebudayaan, dan terutama berolahraga sejatinya tak sekadar dilihat dari seberapa banyak medali yang dapat didulang, atau seberapa tinggi prestasi yang dapat diraih. Melainkan bagaimana olahraga dilihat sebagai sebuah kewajiban meningkatkan kesehatan dan keberdayaan masyarakat.

Pun demikian dalam hal seni atau pun budaya, bukan hanya untuk meningkatkan prestasi atau membawa nama Indonesia di kancah internasional. Kulminasi dari aktivitas berolahraga, berkesenian dan berkebudayaan sejatinya adalah bagaimana masyarakat Indonesia mampu menjalani kebidupan yang sehat dan bahagia. Bila sudah begitu, maka persoalan prestasi sudah barang tentu dapat diraih, medali sebanyak apa pun akan dapat didulang dengan mudah. Tak hanya di level Asia Tenggara dan Asia, melainkan juga di level internasional. Prestasi akan mengikuti jika masyarakat kita telah memiliki spirit berolahraga, cita rasa berkesenian dan berkebudayaan yang tinggi.

M MUCHLAS ROWI 
Pengurus Lembaga Seni, 
Budaya, dan Olahraga PP Muhammadiyah