Polemik Kembali ke Sekolah di AS
Dilematis memang. Setelah sekian lama tak melakukan tatap muka dalam pembelajaran muncul pro dan kontra tentang waktu pembukaan kembali sekolah. Tak hanya di Indonesia pilihan sulit itu dihadapi. Faktanya jutaan anak Amerika kembali ke sekolah dalam beberapa minggu terakhir, dan jutaan lainnya dijadwalkan untuk mulai pada bulan September.

MONDAYREVIEW.COM – Dilematis memang. Setelah sekian lama tak melakukan tatap muka dalam pembelajaran muncul pro dan kontra tentang waktu pembukaan kembali sekolah. Tak hanya di Indonesia pilihan sulit itu dihadapi. Faktanya jutaan anak Amerika kembali ke sekolah dalam beberapa minggu terakhir, dan jutaan lainnya dijadwalkan untuk mulai pada bulan September.
Kluster baru penyebaran virus di sekolah masih mengintai. Di negara yang maju dan memiliki infrastruktur digital amat memadai itu banyak daerah telah memberi keluarga pilihan antara pendidikan tatap muka dan virtual. Di banyak tempat, kasus virus korona memaksa sekolah tutup hanya beberapa hari setelah dibuka.
Namun orang nomor wahid di Negri Paman Sam itu kembali bersikap kontroversial. Presiden Donald Trump mengancam akan menghukum sekolah yang tidak akan membuka pembelajaran tatap muka, walau banyak guru mengatakan belum aman untuk kembali sekolah secara fisik. Demikian dilansir dari Al Jazeera.
Sementara itu New York Times menyoroti bagaimana desakan Trump untuk membuka kembali sekolah menjadi bumerang. Ketidakpercayaan terhadap presiden dan motifnya memperkuat keyakinan beberapa pendidik bahwa mengajar secara langsung tidak aman. Bahkan mereka yang semula sependapat dengan Trump pun menilai bahwa caranya menyampaikan pesan terkait masalah pelik ini sangat buruk. Komunikasi politiknya gagal total.
Pada bulan Juni, dengan krisis virus korona yang tampaknya mulai mereda di Amerika Serikat, para guru dan orang tua di seluruh negeri akhirnya mulai merasa optimis untuk membuka kembali sekolah pada musim gugur. Kembali ke ruang kelas sepertinya mungkin. Distrik atau daerah setingkat kabupaten pun mulai menyusun rencana.
Tetiba bagai petir di siang bolong datanglah tweet dari Presiden Trump bahwa sekolah harus dibuka. Kira-kira pada waktu yang sama, beban kasus di sebagian besar negara mulai meningkat lagi. Dalam beberapa minggu sejak itu, ratusan distrik - termasuk hampir semua sistem sekolah terbesar di negara itu, bersama dengan sejumlah distrik pedesaan dan pinggiran kota - telah berbalik arah dan memutuskan untuk memulai tahun ajaran dengan pembelajaran jarak jauh.Setidaknya setengah dari anak-anak bangsa sekarang akan menghabiskan sebagian besar waktu musim gugur, atau lebih lama, untuk belajar di depan laptop mereka.
Sebuah jajak pendapat Washington Post baru-baru ini menemukan bahwa orang tua tidak setuju dengan penanganan Trump atas pembukaan kembali sekolah dengan mayoritas dua pertiga. Dan jajak pendapat Gallup baru menunjukkan bahwa lebih sedikit orang tua yang ingin anak-anak mereka kembali ke gedung sekolah sekarang daripada di musim semi.
Serikat guru, yang cenderung mendukung Demokrat dan telah menjadi salah satu pengkritik terkuat Trump, menghabiskan sebagian besar musim semi setelah sekolah tutup karena defensif, mencoba menenangkan anggota mereka tanpa mengesampingkan orang tua yang kelelahan karena pembelajaran jarak jauh.
Ada kesepakatan luas tentang sebagian besar spektrum politik bahwa ekonomi Amerika yang fungsional membutuhkan sekolah yang fungsional, dan bahwa peralihan yang tiba-tiba dan tidak terencana ke pembelajaran jarak jauh merupakan bencana bagi banyak anak yang sangat membutuhkan pengajaran secara langsung.
Kubu konservatif yang mengatakan mereka setuju dengan fokus presiden untuk membuka kembali sekolah mengatakan dia telah menjadi juru bicara yang buruk untuk tujuan tersebut. Namun pendekatan atau komunikasi politik yang dilakukan Trump dengan mengabaikan bahaya wabah dan mengancam akan menghentikan dana federal ke distrik tidaklah tepat.