Media Mainstream vs Media Personal. Kenali Ciri Media Baru!

MONITORDAY.COM -Media mainstream selama ini lebih kita kenal sebagai media massa. Sementara media personal lebih sering disebut sebagai media sosial. Tidak ada definisi yang tepat untuk memilah antara satu media dengan media lainnya manakala disrupsi dan perubahan sedang berjalan dengan cepat.
Membedakan media mainstream dengan media digital juga semakin tak relevan. Media mainstream juga mulai masuk ke platform digital. DI Indonesia mulai tahun depan televisi akan menggunakan frekuensi digital. Frekuensi analog tak cukup lagi menampung banyaknya kebutuhan lembaga penyiaran atau stasiun televisi. Pun banyak pemirsa TV yang hari ini menyaksikan program TV dari kanal streaming di ponsel pintarnya.
Tanpa menafikan medsos lain, hari ini YouTube menjadi king of the king di jagad digital. Tak hanya Youtuber papan atas yang menikmati cuan dari kanal berbagi video ini, banyak pula yang berasal dari kalangan ‘tak terduga’. Mereka yang sulit menarasikan konten dalam bentuk tulisan dapat muncul menjadi pembuat konten viral berkat kemudahan berkisah lewat konten video.
Boleh dikata YouTube sudah menggantikan televisi. Sementara Spotify atau Noice menggantikan radio. Namun hampir semua televisi juga memiliki kanal di YouTube dan banyak stasiun radio dapat diakses melalui Spotify atau Noice. Diperkirakan pada beberapa waktu ke depan konten audio akan semakin populer mengingat waktu yang semakin berharga dan konten yang semakin banyak tersedia. Orang dapat mendengarkan musik dan podcast tanpa melihat video sambil bekerja atau beristirahat.
Jika tak dapat dikatakan menjelang ajal, media mainstream mungkin akan melebur dengan media sosial atau personal. Semua masuk dalam platform digital. Konten di TV banyak yang membahas hal-hal yang viral di media sosial. Demikian pula sebaliknya, banyak pesohor TV yang menebar konten dan eksis di media sosial. Para pemirsa TV masih bertahan karena masih banyak tayangan yang dapat diakses gratis.
Ada tiga ciri utama yang akan melekat pada perkembangan media. Karakter atau watak media harus dipahami publik sebagai pembuat maupun konsumen konten. Sehingga publik dapat bersikap tepat dan mampu mengambil peran positif di dalamnya.
#1 Greater competition atau semakin ketat persaingan.
Kreativitas dan inovasi menjadi kunci bagi mereka yang ingin memenangkan persaingan yang semakin ketat. Bagi konsumen persaingan ketat yak selalu menguntungkan. Demi memenangkan persaingan tak jarang hal-hal yang melanggar etika terjadi. Dan kepentingan publik untuk mendapatkan materi yang berkualitas dikorbankan.
#2 Lower barriers to entry atau hambatan masuk semakin kecil
Setiap orang dapat membuat konten dan memiliki kanal untuk menyiarkan kontennya. Gejala ini sudah terjadi saat ini, semua orang dapat membuat video bahkan dengan kualitas yang unggul. Video dengan resolusi yang memadai, penggunaan drone, audio yang jernih semakin memanjakan para viewer.
#3 More engagement atau lebih banyak melibatkan interaksi.
Pennton dan pembuat konten terlibat secara aktif dan intim. Hal itulah yang membuat banyak pemirsa YouTube loyal pada sebuah kanal. Interaksi itulah yang menjadi salah satu ukuran bagi pihak ketiga untuk memasang iklan. Mereka dapat membidik sasaran dengan tepat dan intens.