Memaknai Kehadiran Para Rasul Bagi Manusia

Memaknai Kehadiran Para Rasul Bagi Manusia
Sumber gambar: daruttauhid.org

MONITORDAY.COM - Setelah mendapatkan wahyu dari Allah SWT, Nabi Muhammad SAW bersabda kepada kaumnya: “Aku, utusan Allah bagi kalian semua”. Meeaka terperanjat dan merasa heran dengan pernyataan itu. “Mengapa tidak diutus kepada kami Malaikat?”, jawab kaumnya.

Mereka menduga bahwa jika rasul itu manusia, tidak ada yang istimewa. Nabi Muhammad SAW menjawab kaumnya: “Sesungguhnya aku ini tiada lain hanya manusia biasa seperti kalian, diwahyukan kepadaku sesungguhnya tiada lain Tuhan kamu itu Tuhan yang Maha Esa, maka tetaplah kamu di jalan yang lurus menuju pada-Nya dan mohonlah ampun. Dan kecelakaanlah bagi yang menyekutukan-Nya” (QS.54:6).

Kehadiran para rasul dalam kehidupan manusia sejak nabi Nuh AS sampai dengan nabi terakhir Muhammad SAW tidak luput dari persoalan. Sebagian kecil manusia menerima kehadiran, mengimani, dan mentaatinya. Sebagian besar manusia menolak kehadiran, membangkang, dan mengingkarinya.

Beragam penolakan muncul. Secara lisan diungkapkan dengan kata-kata tidak layak: ”pendusta”; “penyihir”; “tukang tenung”; “penyair”; bahkan menyebutnya “orang gila”. Dalam bentuk tindakan diwujudkan secara represif dan intimidatif: “pengusiran”; “pemboikotan”; bahkan ancaman “pembunuhan”. Lantas mengapa para Rasul itu diutus ditengah-tengah manusia?

Manusia diciptakan Allah SWT untuk menempati bumi dengan waktu yang telah tentukan. Posisi manusia selama berada di muka bumi, dinobatkan sebagai khalifah (QS.2:30) dan sebagai hamba Allah (QS.51:56).Tanggung jawab manusia sebagai khalifah: menjaga keseimbangan, kemakmuran, dan kesejahteraan seluruh makhluk Allah yang ada di bumi.

Memaknai pesan moral sifat-sifat Allah “Maha Pengasih”,“Maha Penyayang”,“Maha Berilmu”,” Maha Arif” dan “Asmaul Husna” lainnya merupakan landasan utama dalam tugas kekhalifahan. Ikhlas, tanpa “riya” dan “sum’ah”, “Istiqomah” terbebas dari “kefasikan” dan “kemusyrikan” merupakan prinsip pokok dalam pelaksanaan tugas sebagai hamba Allah.

Untuk menjamin kesuksesan misi gandanya, manusia di anugerahi akal.Segala sesuatu memiliki alat dan kendalinya. Alat dan kendali bagi seorang manusia adalah akalnya. Segala sesuatu memiliki keutamaan, keutamaan bagi seseorang ada pada akalnya, demikian sabda Rasululloh SAW. Akal merupakan faktor pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya.

Kemampuan membedakan yang benar dan yang salah, berlaku adil dalam berkata, bersikap, dan bertindak, kemampuan menganalisis sesuatu, menetapkan hukum merupakan beberapa bagian penting dari fungsionalisasi akal. Efektifitas fungsionalisasi akal ternyata tidak bisa berdiri sendiri. Akal memerlukan pemandu yang menjadi sumber cahaya.

Allah SWT berfirman : “Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan kami turunkan bersama mereka kitab dan mizan (neraca keadilan) agar manusia dapat berlaku adil (qisti). Dan Kami menciptakan besi yang mempunyai kekuatan, hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun (Allah) tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat, Mahaperkasa”.(QS.57:25).

Melalui ayat ini, Allah swt mengisyaratkan bahwa kehadiran Rasulullah SAW merupakan salah satu bagian penting yang dapat memandu akal manusia. Prof. Wahbah Zuhaili dalam tafsirnya Al-Munir, mengungkapkan bahwa bukti-bukti nyata dan kitab yang mengiringi kehadiran rasul adalah mukjizat Allah bagi para rasul-Nya.

Syaikh Mutawalli Asy-Sya’rawi  dalam bukunya Mu’jizatul’l-qur’an mengungkapkan: Mu’jizat adalah suatu hal atau kejadian di luar hukum alam. Dengan mu’jizat Allah membuktikan, memantapkan dan menegaskan kepada manusia kebenaran rasulnya. Mu’jizat Allah sifatnya menantang suatu hal yang dibanggakan dan menonjol dalam suatu kaum.

Oleh karena itu, otentisitas mu’jizat ditentukan oleh suatu hal di luar hukum alam dan tidak seorangpun mampu melakukannnya selain Allah. Selain itu, mu’jizat para nabi harus merupakan suatu hal yang dibanggakan dan ditekuni oleh kaumnya. Kehadiran mu’jizat menjadi jawaban penting terhadap penolakan manusia yang hanya memfungsikan akal terkait dengan kehadiran para rasul. (bersambung)

Penulis: Sean Arkala
Editor: Robby Karman