Menghargai Guru, Menghargai Ilmu

Menghargai Guru, Menghargai Ilmu
Demo guru honorer (sumedang ekspres)

MONITORDAY.COM - "Aku adalah hamba seseorang yang mengajariku walau hanya satu huruf." Begitulah perkataan Imam Ali bin Abi Thalib yang dikutip oleh Imam Zarnuji dalam Kitab Ta'limul Muta'allim. 

Tradisi muslim menempatkan ilmu dan guru dalam posisi yang sangat agung. Hal ini menjadi salah satu faktor berkembangnya tradisi keilmuan di kalangan umat Islam. 

Pernah ada suatu masa dimana penulisan kitab dihargai dengan emas seberat kitab yang ditulis. Pernah ada suatu masa dimana guru dihargai dengan gaji yang tinggi. 

Tak hanya digaji tinggi, guru-guru dihargai oleh para muridnya. Penghargaan terhadap guru terwujud dalam adab-adab saat menghadap guru.

Penghargaan terhadap guru juga terwujud dalam penghargaan terhadap keturunannya. Dalam tradisi pesantren, keturunan Kiai dihargai dengan sebutan Gus. Jika hari ini kita menemukan seorang yang dipanggil Gus, bisa dipastikan dia adalah seorang anak Kiai. 

Penghargaan lainnya adalah bahwa seorang guru cukup duduk berdiam diri di padepokannya. Para muridnya yang mendatanginya. Hal ini disampaikan oleh Imam Malik bin Anas. Ilmu itu didatangi, bukan mendatangi. 

Suatu ketika Imam Malik diminta datang ke Istana Harun Ar Rasyid untuk mengajarnya. Imam Malik menolak. Bukan dia tidak mau mengajar, namun dia ingin khalifah yang mendatanginya. 

Tentu bukan berarti guru tidak boleh mendatangi murid. Namun dalam tradisi muslim awal para penuntut ilmu lah yang mendatangi guru. Bukan sebaliknya. 

Kita kenal bagaimana ulama besar seperti Imam Syafii dan Imam Bukhari bepergian jauh demi menemui guru-guru mereka yang mempunyai hadits. 

Seorang Nabi pasti menjadi guru bagi umatnya. Sepeninggal Nabi, dakwahnya diteruskan oleh para penerusnya yang disebut ulama. Para ulama tidak bisa dilepaskan sebagai fungsi guru bagi para jamaahnya. 

Sayangnya hari ini nasib guru belum sepenuhnya sejahtera. Masih banyak guru honorer yang harus terpuruk secara ekonomi. Masih banyak juga guru yang sudah mengabdi puluhan tahun namun tak kunjung sejahtera. 

Pengorbanan mereka dalam mencerdaskan anak bangsa tak sebanding dengan apa yang mereka dapatkan. Semoga ke depan ada solusi yang terbaik untuk menaikan derajat para guru honorer tersebut.