Langgar Kode Etik, Ketua MK Arief Hidayat Dituntut Mundur

KMSMK menyayangkan sanksi berupa teguran lisan saja, padahal ini adalah kali kedua Arief dijatuhkan sanksi oleh Dewan Etik, akibat terbukti melanggar Kode Etik.

Langgar Kode Etik, Ketua MK Arief Hidayat Dituntut Mundur
Ketua MK, Arief Hidayat

MONDAYREVIEW, Jakarta – Koalisi Masyarakat Selamatkan Mahkamah Konstitusi (KMSMK) mendesak Ketua MK Arief Hidayat mundur dari jabatannya. Mereka menilai perilaku Arief tidak mencerminkan sikap negarawan maupun nilai integritas.

Kasus ini bermula pada November 2017, ketika Arief berkunjung ke Komisi III DPR. Mereka menduga Arief hendak melobi Komisi III DPR agar dirinya kembali ditetapkan menjadi hakim MK. Dewan Etik MK pun melayangkan teguran.

“Jika Arief Hidayat masih menjabat sebagai Hakim Konstitusi, Mahkamah Konstitusi justru akan kerugian. Hanya dengan mundur dari jabatannya, Arief Hidayat dapat berkontribusi dalam perbaikan Mahkamah Konstitusi,” tutur perwakilan Koalisi Masyarakat Selamatkan MK, Wahidah Suwaid, saat konferensi pers di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Kamis (25/1/2018).

KMSMK menyayangkan sanksi berupa teguran lisan tersebut, terutama karena ini adalah kali kedua Arief dijatuhkan sanksi oleh Dewan Etik, akibat terbukti melanggar Kode Etik. Kali pertama, Arief terbukti mengirimkan ketebelece kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus kala itu, Widyopramono, untuk “membina” salah seorang anggota keluarganya yang juga Jaksa.

Selain terkait dengan kedua pelanggaran etik yang sudah dijatuhi sanksi ringan, Arief pernah dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik bersama 3 Hakim Konstitusi lainnya. Pada Maret 2017, Arief dilaporkan bersama dengan Hakim Konstitusi Anwar Usman, Aswanto, dan Suhartoyo karena diduga belum melaporkan harta kekayaan (LHKPN).

“Arief Hidayat sepatutnya dapat mencontoh mantan Hakim Konstitusi, Arsyad Sanusi,” imbuh Wahidah. Pada 2011, Arsyad Sanusi memutuskan mundur sebagai Hakim Konstitusi, karena anggota keluarganya bertemu dengan salah seorang panitera pengganti yang ada di bawahnya.

Desakan yang sama diungkapkan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Mereka menilai pelanggaran etik yang dilakukan Arief bukanlah pelanggaran ringan semata sebagaimana yang diputuskan oleh Dewan Etik Mahkamah Konstitusi.

“Pelanggaran etik ini telah menciderai nilai integritas sehingga berakibat pada ketidakpercayaan publik pada lembaga Mahkamah Konstitusi,” tutur Ketua Umum DPP IMM Ali Muthohirin kepada Mondayreview.com lewat pesan singkat, Kamis (25/1/2018) malam.

Patut diingat, di bawah kepemimpinan Arief, KPK menangkap tangan salah satu Hakim MK, Patrialis Akbar, karena menerima suap terkait dengan putusan uji materil Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Hal ini diperkuat dengan survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan pada 2015. Survei tersebut menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap MK hanya sebesar 59,1 persen. Jauh dari kepercayaan publik kepada KPK (74.9 persen). MK hanya lebih tinggi sedikit dari kepercayaan publik terhadap DPD (53,4 persen) dan DPR (40 persen).

Menurut Ali, MK merupakan ruang bagi publik dalam memperjuangkan hak konstitusionalnya yang harus dijaga martabatnya. Karenanya, kata Ali, MK harus dijalankan oleh hakim yang memiliki integritas dan berkeadilan.

“Untuk itu demi menjaga integritas dan martabat Mahkamah Konstitusi yang berkeadilan, dengan hormat kami meminta Bapak Arief Hidayat untuk mundur dari jabatan Ketua dan Hakim Konstitusi ,” tegas Ali.

Publik juga sudah sejak lama menuntut agar Arief Hidayat mengundurkan diri, hal ini dapat dilihat dari banyaknya orang yang mempetisi Arief Hidayat. Pada platform petisi online Change.org, per 24 Januari 2018 ada 12.208 orang yang telah menuntut Arief mundur dari jabatannya. (www.change.org/selamatkanmk).

Keresahan yang sama dirasakan pula oleh salah seorang PNS Mahkamah Konstitusi, Abdul Ghoffar Husnan, dimana pada 25 Januari 2018 menyatakan keresahan dan dorongannya agar Arief mundur secara terhormat dari posisinya sebagai Hakim Konstitusi dan Ketua MK. [SA]