Kampanye Pemilu Presidensial dalam Aroma Rasial
Teriakan “Sent her back!” dari massa menggema di Tulsa, Oklahoma. Yang ingin mereka kirim kembali ke negara asalnya adalah seorang perempuan berkulit hitam yang punya karir politik cemerlang. Yel-yel itu adalah bentuk dukungan pada sikap politik Donald Trump. Bukan Trump kalau tak bikin berita. Dalam putaran kampanye menuju Pemilihan Presiden Amerika Serikat November mendatang Capres Partai Republik ini dalam orasinya mengeluarkan pernyataan keras terhadap anggota Kongres Ilhan Omar - seorang perempuan muslimah dengan latar belakang pengungsi dari Somalia. Lengkap sudah. Trump dikenal rasis dan sering menyudutkan Islam.

MONDAYREVIEW.COM – Teriakan “Sent her back!” dari massa menggema di Tulsa, Oklahoma. Yang ingin mereka kirim kembali ke negara asalnya adalah seorang perempuan berkulit hitam yang punya karir politik cemerlang. Yel-yel itu adalah bentuk dukungan pada sikap politik Donald Trump.
Bukan Trump kalau tak bikin berita. Dalam putaran kampanye menuju Pemilihan Presiden Amerika Serikat November mendatang Capres Partai Republik ini dalam orasinya mengeluarkan pernyataan keras terhadap anggota Kongres Ilhan Omar - seorang perempuan muslimah dengan latar belakang pengungsi dari Somalia. Lengkap sudah. Trump dikenal rasis dan sering menyudutkan Islam.
Politik SARA tentu berbahaya termasuk di negara demokrasi. Trump memang terkenal frontal. Pun menyangkut isu berbau rasial. Atau setidaknya menyerang dan mempertanyakan latar belakang pengkritiknya. Ilhan Omar dianggap salah satu momok dari kampanye Trump untuk terpilih kembali di Gedung Putih pada bulan November. Ilhan di mata Trump lebih mewakili negara kelahirannya, Somalia.
Trump menuduh Ilhan Omar ingin menjadikan pemerintah AS seperti negara asalnya - Somalia. Dimana Trump menilai Somalia dalam kondisi stateless atau tidak ada pemerintah, tidak ada keselamatan, tidak ada polisi, tidak ada apa-apa, hanya anarki. Dan di mata Trump sekarang, Ilhan Omar memberi tahu bagaimana mengelola negara AS.
Ilhan Omar, yang tiba di AS sebagai pengungsi anak pada tahun 1995, adalah perwakilan kongres untuk Minnesota, yang meliputi kota Minneapolis di mana warga Afrika-Amerika George Floyd dibunuh oleh polisi pada bulan Mei lalu. Peristiwa yang menggerakkan protes bertema Black Lives Matter.
Ilhan Abdullahi Omar adalah politikus Somalia-Amerika dari Minnesota. Pada tahun 2016, ia terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Minnesota dari Partai Demokrat–Petani–Buruh. Ia merupakan orang Somalia-Amerika pertama yang terpilih sebagai pejabat legislatif di Amerika Serikat.
Pada tanggal 6 November 2018, Omar menjadi warga Somalia-Amerika pertama yang terpilih sebagai anggota Kongres Amerika Serikat. Ia mewakili daerah pemilihan kongres ke-5 Minnesota yang mencakup Minneapolis, Edina, Richfield, Golden Valley, dan pinggiran kota lainnya.
Ia dan Rashida Tlaib merupakan dua perempuan Muslim pertama yang terpilih sebagai anggota Kongres. Omar juga merupakan perempuan berkulit hitam pertama yang menjadi anggota DPR Amerika Serikat dari Minnesota.
Presiden Somalia Pernah Menjadi Warga AS
Pernyataan Trump dan dukungan konstituennya bukan tanpa dasar. Presiden Somalia saat ini pernah menjadi warga negara Amerika Serikat. Namanya Mohamed Abdullahi, juga dikenal sebagai Farmaajo. Para pendukung Trump pun sontak menggoreng isu itu dengan slogan “Sent her back!” untuk menguatkan pesan Trump jika Ilhan Omar tak suka dengan Amerika kembalilah ke negara asal seperti yang telah dilakukan Farmaajo dengan melepas kewarganegaraan AS.
Farmaajo adalah politisi dan diplomat Somalia yang telah menjabat sebagai Presiden Somalia ke-9 dan saat ini sejak 16 Februari 2017. Pada saat pemilihannya ia memiliki kewarganegaraan ganda Somalia dan AS.
Dia sebelumnya adalah Perdana Menteri Somalia dari November 2010 hingga Juni 2011 dan merupakan pendiri dan Ketua Partai Politik Tayo. Lahir di Mogadishu. Ayahnya terkenal di Distrik Waberi sebagai Formaggio, kata Italia untuk "keju", dan sebagai hasilnya Mohamed dijuluki Farmajo.
Farmaajo bersekolah di sekolah asrama di Somalia. Antara 1985 dan 1988, ia bekerja sebagai sekretaris di kedutaan Somalia di Washington, D.C . Antara tahun 1989 dan 1993, ia menyelesaikan gelar Sarjana di bidang Sejarah dan gelar Magister dalam Ilmu Politik dari Universitas di Buffalo di Buffalo, New York.
Namun Ilhan bukan Farmaajo. Pilihan politik dan keinginannya untuk menjadi warga dan politisi AS tentu menjadi hak yang dijamin konstitusi AS. Dan argumen Trump belum tentu mampu mematahkan kritik-kritik Ilhan Omar yang terbukti mampu merebut hati pendukungnya di negara bagian Minessotta.
Pandemi tak menyurutkan suhu politik jelang Pemilihan Presiden pada November ini. Isu pengendalian pandemi, keadilan, hingga rasial berkeling kelindan mewarnai perdebatan dan orasi kampanye politik. Dunia menunggu apakah demokrasi dan kapitalisme masih akan berjalan seiring sejalan di AS. Atau mungkin akan ada ideologi baru yang merupakan sintesa dari faham-faham yang selama ini mengendalikan masyarakat dan Pemerintahan di berbagai belahan bumi.