Tiga Kelemahan Kartu Prakerja
Menurut hasil riset, ada tiga kelemahan program kartu prakerja, Pandemi, Covid-19

MONDAYREVIEW.COM – Kartu prakerja merupakan program pemerintah guna mengatasi masalah pengangguran dan PHK di saat pandemi. Sayangnya, saat pertama kali dirilis, program ini segera mengundang sejumlah kontroversi. Diantaranya adalah penunjukan platform digital skill academy yang merupakan bagian dari start up ruangguru. Sementara itu Belva Devara menjadi salah satu stafsus milenial Presiden RI. Padahal dia adalah salah satu founder ruangguru. Puncaknya Belva memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan stafsus presiden.
Pasca mundurnya Belva, program kartu prakerja tidak terlalu mendapat sorotan dari masyarakat. Program ini tetap berjalan dengan sistem yang telah dirancang sejak awal. Yakni peserta kartu prakerja mendapatkan dana yang akan ditransfer di rekening. Peserta juga mendapatkan juga pelatihan-pelatihan yang bisa ditonton secara daring. Ada banyak pilihan pelatihan yang bisa dan bebas dipilih oleh para peserta kartu prakerja. Pemerintah telah menyiapkan dana sebesar Rp20 triliun untuk program ini.
Dalam perjalanannya, program kartu prakerja mendapatkan evaluasi dan kritik. Salah satunya dari Riani Rachmawati dari Universitas Indonesia dan As Syahidah Al Haq dari Australian National University. Menurut hasil riset, ada tiga kelemahan program kartu prakerja.
- Peserta tidak diarahkan ke industri unggulan.
Sebelum menawarkan pelatihan, pemerintah tidak mengumumkan industri spesifik apa yang menjadi unggulan Indonesia, dalam jangka pendek dan jangka panjang, apakah itu sektor manufaktur, perdagangan, atau jasa. Hal ini menyebabkan peserta menentukan sendiri program pelatihan yang ingin diikuti, tanpa mengetahui industri apa yang akan dikembangkan dan keahlian apa yang diperlukan oleh industri tersebut.
Sebagai contoh, “pelatihan ojek online” menempati permintaan tertinggi pelatihan per April 2020 dengan total pembelian sebanyak 15.735. Padahal pasar ini mulai kelebihan tenaga kerja. Selain itu, program pelatihan tersebut tidak menambah keahlian baru. Ketrampilan mengemudikan sepeda motor dan menggunakan ponsel adalah keahlian dasar yang mayoritas sudah dimiliki pekerja muda.
- Tidak memberikan informasi kepada peserta mengenai keahlian apa yang dibutuhkan oleh industri potensial.
Pemerintah memberikan kebebasan kepada peserta Kartu Prakerja untuk memilih pelatihan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan sesuai dengan informasi yang dimiliki pekerja. Padahal, perkembangan teknologi telah mengubah jenis keterampilan yang diharapkan di pasar tenaga kerja. Dengan kebebasan yang diberikan, bisa saja pelatihan yang diinginkan oleh peserta bukanlah jenis keterampilan yang dicari di pasar tenaga kerja, sehingga peserta tetap mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan.
- Desain dan konten pelatihan belum memastikan terpenuhinya ketrampilan yang dibutuhkan.
Dilihat dari judul-judul pelatihan yang banyak dibeli dan desain pelatihan yang memberikan kebebasan kepada peserta untuk memilih, sangat mungkin peserta memilih keahlian yang sebenarnya sudah dikuasai sebelumnya. Apabila peserta memilih pelatihan yang sudah dikuasai, maka tujuan program untuk mendapatkan keahlian baru, meningkatkan keterampilan di bidang yang telah ditekuni, atau beralih bidang yang baru akan sulit dicapai.
Adanya tiga kelemahan di atas tentu memerlukan solusi agar program kartu prakerja efektif untuk mengatasi pengangguran. Ada lima solusi yang ditawarkan oleh Riani dan As Syahidah setelah sebelumnya mereka menguraikan tiga kelemahan kartu prakerja.
- Memastikan program yang ditawarkan relevan dengan kebutuhan industri
Pemerintah perlu menetapkan industri dan sektor mana saja yang memiliki potensi sebagai pemberi kerja dalam jangka pendek dan jangka panjang. Setelah kebijakan industri ditetapkan, maka pelatihan calon pekerja bisa fokus terhadap kebutuhan industri tersebut. Tanpa mengetahui industri unggulan yang ditetapkan, pelatihan tidak dapat membantu banyak dalam meningkatkan keahlian pencari kerja dan mengurangi jumlah pengangguran muda.
- Pemerintah perlu memetakan keahlian yang dibutuhkan
Untuk mengurangi ketidakcocokan antara keahlian tenaga kerja dengan apa yang diharapkan perusahaan, pemerintah perlu memetakan keahlian-keahlian apa yang dibutuhkan dan mendorong calon pekerja menguasai keahlian tersebut. Pelatihan harus memberikan keterampilan yang dibutuhkan oleh pemberi kerja. Menentukan keahlian yang dibutuhkan perusahaan bukan pekerjaan yang mudah. Perlu adanya keterlibatan pemerintah, pemberi kerja, serikat pekerja, dan lembaga pendidikan dan pelatihan.
- Pemilihan materi dan metode pelatihan yang lebih ketat
Untuk memastikan peserta mendapatkan keahlian baru, pemerintah perlu melakukan penyeleksian terhadap materi, metode, dan desain pemilihan pelatihan yang lebih ketat. Untuk memastikan desain dan materi program pelatihan dapat meningkatkan keterampilan dan produktivitas pekerja, pemerintah harus memilah materi pelatihan terbaik.
Ketimbang menawarkan ribuan jenis pelatihan, lebih baik menawarkan pelatihan dengan materi yang benar-benar dibutuhkan di pasar kerja. Selain materi pelatihan, pemerintah perlu memastikan bahwa metode yang digunakan oleh penyelenggara pelatihan tepat dan efektif sehingga membuat peserta mampu menguasai ketrampilan dengan baik. Materi pelatihan yang berbeda membutuhkan metode pelatihan yang juga berbeda.
- Pemerintah perlu membuat profil peserta
Saat ini calon peserta hanya menyertakan biodata singkat dan tidak ada detail tentang keahlian apa yang sudah dimiliki. Untuk itu pemerintah perlu menyediakan fitur untuk membuat profil peserta lengkap dengan keahlian yang sudah mereka miliki sehingga mereka tidak dapat memilih materi pelatihan yang sudah dikuasainya. Pemerintah akan mengumpulkan profil-profil dalam data base untuk melakukan pelacakan pengembangan keahlian-keahlian dari para peserta program kartu Prakerja.
- Pemerintah harus memiliki mekanisme pengukuran efektivitas pelatihan
Harus ada mekanisme untuk mengukur efektivitas program Kartu Prakerja dalam mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia. Efektivitas sebuah program tidak akan diketahui jika tidak ada pengawasan terhadap program tersebut.