KPK Perpanjang Masa Penahanan Bupati Bengkalis

Penyidik melanjutkan perpanjangan penahanan tersangka AM selama 30 hari.

KPK Perpanjang Masa Penahanan Bupati Bengkalis
Bupati Bengkalis nonaktif, Amril Mukminin (tengah) telah diamankan KPK/ Net

MONITORDAY. COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan terhadap Bupati Bengkalis nonaktif, Amril Mukminin dalam kasus dugaan suap proyek multiyears pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning di Kabupaten Bengkalis. Amril diduga mendapatkan suap sebesar Rp5,6 miliar.

"Penyidik melanjutkan perpanjangan penahanan tersangka AM selama 30 hari," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri melalui keterangan tertulisnya, Rabu (01/04/2020).

Lebih lanjut, Ali mengatakan perpanjangan penahanan terhadap Amril terhitung mulai (05/04/2020) sampai dengan (05/05/2020) di Rumah Tahanan (Rutan) Klas I Jakarta Timur Cabang KPK.

"Berdasarkan penetapan penahanan pertama dari PN Pekanbaru," ujar Ali.

Amril ditetapkan KPK sebagai tersangka pada (16/05/2019). Ia disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b dan Pasal 12 B Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain itu, KPK juga melakukan perpanjangan penahanan terhadap mantan Anggota DPRD Kota Bandung, Kadar Slamet. Ia terjerat dalam kasus dugaan suap pengadaan tanah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung tahun 2012 dan 2013.

"Penyidik KPK memperpanjang masa penahanan tersangka KS selama 30 hari," ucapnya.

Kemudian, Ali menuturkan perpanjangan penahanan terhadap Slamet dimulai sejak (5/04/2020) sampai dengan (05/05/2020) berdasarkan penetapan penahanan pengadilan Negeri Bandung. Ia ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur.

Slamet disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Bahkan, KPK mengungkapkan setidaknya terdapat kerugian keuangan negara mencapai Rp65 miliar dalam dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan tanah untuk RTH di Pemerintah Kota Bandung tahun 2012-2013.

Dari hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ditemukan setidaknya ada kerugian sebesar 60 persen dari nilai proyek yang direalisasikan.