Jokowi dan Langkah Hilirisasi Industri

Jokowi dan Langkah Hilirisasi Industri
Presiden Joko Widodo/ setpres

MONITORDAY.COM - Satu dari tiga strategi ekonomi Indonesia saat ini adalah hilirisasi industri. Presiden Joko Widodo menegaskan hal tersebut setidaknya dalam dua kesempatan terpisah. Ekspor sangat penting bagi keseimbangan neraca perdagangan. Pendapatan ekspor berarti pemasukan bagi negara. Dengan kata lain produk terjual dan ada uang masuk serta keuntungan bagi pelaku usaha di Tanah Air. 

Selama ini ekspor kita masih didominasi komoditas primer. Komoditas primer sebagai produk dagangan utama atau benda niaga. Biasanya berupa produk mentah yang bisa digolongkan berdasarkan mutu, sesuai standar perdagangan internasional. Seperti, kopi, beras, gandum, karet, jagung, dan lain sebagainya.

KIta tidak boleh terlena dengan kekayaan sumber daya alam yang kita miliki. Industri kita harus tumbuh dan mampu menyerap banyak tenaga kerja. Tak hanya mampu menambang atau mengekstrak namun juga mampu mengolah bahkan sampai produk akhir. 

Program hilirisasi industri yang diinisiasi Kementerian Perindustrian sejak tahun 2010 dimaksudkan untuk mendapatkan nilai tambah produk bahan mentah, memperkuat struktur industri, menyediakan lapangan kerja, dan memberi peluang usaha di Indonesia. 

Kita mengetahui bahwa dua komoditas andalan ekspor Indonesia adalah minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan batu bara. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor lemak dan minyak hewan/nabati (yang didominasi CPO) pada Januari-Juli 2021 adalah US$ 16,59 miliar atau 14,59% dari total ekspor non-migas.

Ekspor bahan bakar mineral (yang didominasi batu bara) pada tujuh bulan pertama 2021 adalah US$ 15,06 miliar. Angka ini adalah 13,23% dari total ekspor non-migas.

Hilirisasi adalah proses mendekatkan hasil riset dan inovasi kepada penggunanya. Pengguna dalam hal ini adalah masyarakat. Masyarakat dalam hal ini bisa pengguna atau umum, lembaga pemerintahan, maupun industri.

Hilirisasi menjadi keharusan untuk menekan dampak serius dari penurunan harga komoditas. Seiring waktu  koreksi harga komoditas mencapai 40 persen. Ketergantungan ekspor Indonesia pada komoditas masih sangat tinggi. Komposisinya mencapai 65 persen. Ke depan, porsi komoditas harus dikurangi dan digantikan oleh ekspor produk manufaktur. 

Tingginya ketergantungan ekspor Indonesia pada komoditas mentah membuat ekspor rentan terpuruk jika harganya tengah jatuh. Harga komoditas terus berfluktuasi, tidak stabil seperti pada produk barang jadi. 

Jika komposisi ekspor komoditas sekitar 65 persen dan koreksi harga sebesar 30-40 persen, dampak ke penurunan ekspor berkisar 40 miliar-50 miliar dollar AS. 

Kementerian Perindustrian mencatat ekspor produk industri pengolahan naik 30,52% pada periode Januari-Maret 2021. Ekspor naik menjadi USD66,70 miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD51,10 miliar.

Pergeseran ekspor dari komoditas primer ke produk manufaktur. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengatakan, dengan capaian tersebut pihaknya akan memacu hilirisasi industri pengolahan. Adapun dari capaian USD66,70 miliar tersebut, industri pengolahan memberikan kontribusi paling tinggi, yakni 79,42% dari total ekspor nasional yang berada di angka USD83,99 miliar.