Kesedekahan

Kesedekahan
Ilustrasi foto/Net.

(Kajian Bulan Kemerdekaan Sesi 1)

“Sedekah secara profetik selalu diasosiasikan sebagai ajaran agama tertentu. Dikarenakan akar bahasanya berasal dari Arab, shodaqoh. Padahal, sedekah terjadi karena dua alasan penting. Kondisi sosiologis masyarakat, yang diperkuat bersama pengamalan teologis”
 
Bagi umat muslim di Indonesia, sedekah adalah satu kesatuan dalam amaliah. Begitu akrabnya baik secara konseptual maupun praktik. Namun begitu, sebijaknya akumulasi praktik sedekah jangan saja dibatasi pada ruang agama. Dalam relasi antara warga dan negara praktik kesedekahan juga perlu dikuatkan dalam menghadapi situasi krisis pandemi.
 
Baru saja Presiden Joko Widodo kembali mengumumkan bahwa PPKM Level 4 terus diperpanjang hingga 9 Agustus 2021. Selayaknya kebijakan, putusan ini belum tentu bisa diterima atau bahkan tidak menguntungkan segenap pihak berkepentingan. Tidak sedikit pendapat masyarakat, akademisi dan tokoh agama yang berkeberatan pada putusan tersebut. Hingga pada akhirnya kita perlu bahu-membahu untuk membicarakan masyarakat yang paling rentan.
 
Dalam banyak uraian terkait masa kedaruratan, sebisa mungkin saya menjelaskan bahwa penundaan hak (derogasi) sangat dimungkinkan. Sekali lagi, penundaan ini bukan penghilangan atau peniadaan. Terjadi akibat konsekuensi logis di mana semua pilar instrumen strategis pemerintah tidak dalam performa yang optimal sebagaimana situasi normal.
 
Bisa dipahami, bahwa kebijakan Presiden Jokowi juga berkonsekuensi pada banyak lapisan masyarakat rentan. Bersertakan dengan kondisi itulah kontemplasi “kesedekahaan” perlu kembali kita bincangkan serta tanamkan sebagai praktik kewarganegaraan.
 
Jika kembali pada era pra-kemerdekaan, bagaimana secara sadar kerelaan perjuangan rakyat adalah lokomotif perjuangan yang menentukan arah kemerdekaan Indonesia. Kerelaan itu bukan semata-mata bantuan tenaga, biaya, dan pikiran. Bahkan meregang nyawa atas nama bangsa yang merdeka. Kala itu, setiap nyawa yang meregang adalah pengorbanan yang kelak melahirkan kemerdekaan dan penyertaan kesejahteraan rakyat.
 
Tanpa bermaksud secara dramatis, kondisi hari-hari ini tidak ubahnya pada masa itu. Setiap kewafatan para tenaga medis yang tersiar, setiap kabar kumulasi mortalitas akibat Covid-19 adalah segenap perjuangan kita melawan wabah mematikan. Mari singkirkan sejenak, upaya provokasi, mencari-cari kesalahan, melempar-lembar kewenangan. Oleh karena ini adalah perjuangan kita bersama, beserta pengorbanan yang ada.

Kesedekahan yang kita inginkan, juga perlu dipahami seluruh elemen yang teridentifikasi atau mengidentifikasikan dirinya sebagai lapisan masyarakat rentan. Adalah upaya serius membuka ruang kesedekahan dalam relung masyarakat rentan. Yang dimaksudkan adalah, segenap masyarakat rentan juga perlu tegar dan tetap berkobar semangat memberi (sedekah) ketimbang hasrat menuntut.

Kesedakahan yang kita kobarkan bersama masyarakat rentan, tidak melulu sebuah pemberian yang bersifat materiil (beras, tenaga, atau biaya). Namun kesedakahan yang bersifat dukungan dan pemberian kepercayaan penuh kepada pemerintah juga penting. Justru dalam situasi seperti ini, peranan masyarakat rentan yang selalu diposisikan  sebagai objek proteksi negara. Sudah saatnya untuk bangkit, bersikap tidak saja menunggu bantuan dari pemerintah. Melinkan mampu mengorganisir diri dan kelompoknya untuk membantu negara.

Kita sejatinya percaya bahwa bejana kesedekahan itu selalu ada di benak batin masyarakat kita. Kendati dalam waktu yang sama masih banyak elit kepentingan yang berjibaku mengaburkan itikad baik masyarakat, ke arah siasat jahat. Bantuan-bantuan yang berjalan secara natural atas kesadaran masyarakat itulah praktik kesedekahan yang paling nyata. Tanpa menunggu pemerintah, tanpa datangnya donatur perusahaan sesama masyarakat mengorganisir dirinya sendiri untuk tetap bertahan ditengah wabah yang kejam.

Namun kerap kali, upaya kesedekahan yang tulus tersebut kemudian dikontraskan oleh pihak-pihak jahat untuk mendelegitimasi kerja dan upaya pemerintah menangani pandemi. Padahal dunia hari ini telah berkesimpulan, bahwa posisi warga dan negara dalam menghadapi pandemi adalah setara.

Selain itu, kesedakahan akal sehat juga perlu selalu dimasifkan. Hal ini menjadi penting mengingat kumulasi siasat dan niat jahat kelompok kepemtingan tertentu yang bersikeras untuk menggagalkan pemerintah. Mereka adalah orang-perorang maupun kelompok kelas menengah ke atas terdidik yang selalu menghasut rakyat seraya menggiring kedalam lembah agenda jahat. Dalam kebijaksanaan seperti inilah, kita perlu menjadi filter bagi masyarakat. Mana yang sejatinya kritik membangun, mana yang sekedar menghasut atas nama niat jahat. Dalam ketegangan seperti itulah kesedekahan akal sehat perlu kita perkuat.