Meneropong Kabinet Masa Depan Jokowi
Soal siapa, dari mana, mana lebih banyak tak jadi soal. Bila ia mampu maka layak masuk dalam susunan kabinet Jokowi selanjutnya. Baik partai politik, professional, maupun relawan yang berperan memenangkan Jokowi tak jadi soal.

DUNIA saat ini sangat sibuk. Membicarakan derasnya arus revolusi industri 4.0 dan society 5.0. Dunia usaha dituntut untuk bisa menyesuaikan diri. Semua perangkat disiapkan. Termasuk sumber daya manusianya.
Pun demikian dunia pendidikan. Tak boleh sedikit pun ketinggalan. Karena bila tertinggal maka bukan cuma soal pengangguran. Tapi lebih dari itu, kemunduran suatu negeri. Revitalisasi harus diterapkan dari berbagai sisi.
Tak boleh juga ketinggalan, pemerintahan suatu negeri harus bisa bertransformasi dan menyesuaikan diri. Termasuk juga di negeri ini. Saat Jokowi dan elite negeri sibuk mengatur posisi, perlu dipikirkan bagaimana pemerintah model masa depan pada momen ini. sama sekali tidak boleh tertinggal.
Seumpama kapal layar. Yang menggunakan layar dan memanfaatkan tenaga angin untuk mendorong kapal bergerak maju. Musim apa pun, berhembus dari mana pun angin. Kapal-kapal layar harus tetap bisa berlayar sesuai tujuan.
Dari sini kita mengenal yang namanya ‘sailing shift effect’. Pendekatan perubahan atau inovasi yang dibuat agar siapa pun bisa tetap berlayar. Meski arah angin berlawanan. Bagaimana bisa?
Caranya, layar disusun sedemikian rupa. Dalam bentuk dan formasi tertentu untuk menangkap angin dari arah mana pun asalnya. Sehingga jadi tenaga pendorong kapal bergerak maju.
Rahasianya adalah hukum bernouli. Dimana tekanan akan menurun jika kecepatan aliran fluida meningkat. Sehingga kita bisa menghitung daya angkat sayap kapal (Airfoil). Selanjutnya terciptalah gaya angkat atau efek aerodinamika saat melewati aliran udara.
Seperti itulah kira-kira kabinet masa depan Jokowi seharusnya. Kondisi seperti apa pun setelah disrupsi, kabinet akan dapat menyesuaikan diri. Bergerak cepat dan lincah. Tentu saja utamanya juru mudi harus berbengalaman. Para menteri dan jajarannya. Dan terutama presidennya sendiri harus pandai membaca situasi. Cepat berinovasi, lalu bergerak lincah.
Di era digital, begitu banyak contoh baik industri maupun negeri harus tenggelam karena tak mampu melakukan inovasi untuk menghadapi perubahan. Ada pula yang sudah berusaha berinovasi, tapi pasar kadung terbentuk.
Dalam konteks birokrasi, seperti dikatakan presiden Jokowi, Pemerintah akan dihadapkan pada kebutuhan regulasi dengan situasi yang sulit. Pemerintah karena itu harus cepat merespon. Susun regulasi yang menuntut keseimbangan antara proteksi atas dampak perubahan. Namun tak mematikan perubahan itu sendiri. Negeri Tiongkok salah satu bukti.
Kita layak optimis. Karena Jokowi sudah menyusun peraturan kunci. Sehingga transformasi digital menjadi syarat perubahan dalam modernisasi birokrasi. Postur birokrasi harus ramping dan lincah seperti disampaikan dalam pidato Visi Indonesia beberapa saat lalu di Sentul, Bogor
Ya, reformasi birokrasi jadi salah satu Visi Indonesia yang disampaikan Presiden Terpilih 2019-2024 Joko Widodo (Jokowi). Dia ingin struktur lembaga di Indonesia semakin simpel. Kulminasinya, postur kabinet yang harus dibentuk Jokowi harus sesuai dengan komitmen reformasi birokrasi. Termasuk soal siapa yang akan menempati pos menterinya.
Soal siapa, dari mana, mana lebih banyak tak jadi soal. Bila ia mampu maka layak masuk dalam susunan kabinet Jokowi selanjutnya. Baik partai politik, professional, maupun relawan yang berperan memenangkan Jokowi tak jadi soal.
Jangan lupakan juga kalangan civil society. Muhammadiyah, NU, atau yang lainnya. Merekalah smart society. Karena terbukti mampu bertahan lebih dari seabad. Dengan kondisi seperti apa pun. Begitu kata Mitsuo Nakamura.
Jadi, kalau ada yang selama ini bernafsu memaksakan wakilnya di kabinet, ukur dan persiapkanlah diri terlebih dahulu. Kalau tidak, bersiaplah dibully atau bahkan berharakiri. Jangan sampai tak tau diri. Seperti listrik yang kemarin mati.