Impor Beras Saat Panen Raya

Impor beras yang dilakukan Perum Bulog masih memicu kontroversi. Sejumlah kepala daerah mengaku masih memiliki stok beras yang cukup.

Impor Beras Saat Panen Raya
ilustrasi panen raya

MONDAYREVIEW-Jakarta, Meskipun ditolak banyak kalangan, pemerintah tetap mengimpor beras dengan menunjuk Perum Bulog sebagai pelaksana. Perum Bulog resmi membuka lelang impor di website Bulog. “Siapapun boleh mendaftar sepanjang memenuhi persyaratan tender," kata Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti.

Namun, lelang impor beras sebanyak 500 ribu ton hanya boleh diikuti oleh anggota asosiasi dari negara-negara produsen yang dituju, yakni Thailand, Vietnam, India, Pakistan, dan Myanmar. Bulog diberi waktu untuk mendatangkan komoditi pangan utama tersebut sampai akhir Februari 2018.

Djarot menjelaskan, karena waktu yang diberikan pemerintah cukup singkat, maka impor kali ini dilakukan dengan skema business to business (B to B), bukan government to government (G to G). Sebab, skema B to B prosesnya lebih cepat dibanding G to G.

Bulog telah menutup lelang pada Rabu kemarin (17/1). Selanjutnya, perusahaan pelat merah ini akan melakukan seleksi terhadap perusahaan-perusahaan yang mendaftar. Kemudian, melakukan negosiasi harga. Proses negosiasi biasanya berlangsung selama 1-2 hari. “Jika nilai transaksi sudah disetujui, barulah kedua pihak dapat meneken kontrak,” jelas Djarot

Untuk menyiapkan pesanan beras, dibutuhkan waktu 20 hari. Komiditas beras akan dikirim menggunakan kapal pengangkut  selama tujuh hari untuk sampai di Indonesia. Rencananya beras impor akan masuk melalui tiga pelabuhan di daerah nonprodusen, yakni Jakarta, Batam dan Medan.

Sejumlah kalangan baik dari kalangan DPR, organisasi petani, hingga akademisi sudah menyuarakan protes rencana impor beras ini. Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (DPN HKTI) Fadli Zon mengkritisi rencana pemerintah mengimpor beras.  "Saya melihat kebijakan impor beras ini sangat aneh. Pernyataan pemerintah tidak ada yang sinkron satu sama lain," ujar Fadli, yang juga anggota dewan dari Partai Gerindra ini

Ia mencatat ada beberapa keanehan dalam impor beras ini. Kementerian Pertanian mencatat ada surplus beras. Sedangkan,  Kementerian Perdagangan mengimpor beras premium, bukan beras medium. Kejanggalan lainnya, rencana impor dilakukan saat petani hendak menghadapi musim panen.

Ketua MPR Zulkifli Hasan mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan kebijakan impor beras. Apalagi, pada Februari, panen raya di sejumlah sentra produksi akan dimulai. "Kalau masuk, harga nanti berbahaya. Petani bisa hancur," ujarnya.

Begitu pula, Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) TGH Muhammad Zainul Majdi meminta pemerintah pusat lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan impor beras. "Jangan sampai ada kebijakan yang menyebabkan para petani kita demoralisasi," ujar gubernur yang akrab disapa dengan sebutan Tuan Guru Bajang (TGB) ini.

Daripada impor, lebih baik pemerintah melalukan mobilisasi stok beras yang ada di daerah-daerah. Tujuannya, agar ada stabilisasi harga dengan menggunakan pasokan dalam negeri.

Sejumlah kepala daerah pun mengaku tidak memerlukan beras impor. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menegaskan daerahnya tidak memerlukan beras impor. Alasannya, stok beras untuk Jawa Tengah sampai dengan saat ini masih cukup aman.

"Apalagi, beberapa daerah penghasil beras yang ada di Jawa Tengah dalam waktu dekat masih akan panen. Akhir Januari ini ada panen dan bulan Februari nanti panen raya," kata Ganjar.

Gubernur Jawa Timur Soekarwo juga mengaku, stok beras di Jawa Timur saat ini dalam kondisi aman.  Pada akhir 2017,  Jatim mengalami surplus 200 ribu ton. Produksi Januari 2018 sebanyak 295 ribu ton dengan konsumsi 297 ribu ton atau minus 2.000 ton. "Artinya masih terdapat stok 198 ribu ton," ujar pria yang akrab disapa Pakde Karwo ini.

Pada Februari 2018, Jatim juga akan panen sekitar 990 ribu ton beras. Begitupun pada Maret, Jatim akan panen 1,7 juta ton beras. 

Data BPS menunjukkan sepanjang 2017 produksi beras mencapai 2,8 juta ton, sementara tingkat konsumsi beras 2,5 juta ton. Artinya, ada kelebihan beras 300 ribuan ton. Sementara, harga beras di pasaran sudah menyentuh angka Rp 11 ribu hingga Rp 12 ribu per kilogram. Dengan operasi pasar, biasanya akan turun ke level Rp. 9.000 per kilogram.

Lalu, siapakah yang paling diuntungkan dengan impor beras ini? Hingga saat ini, pemerintah belum memberikan alasan yang jelas di balik impor ini.