Hikmah Sabar dan Ujian
Sabar terhadap musibah diperintahkan oleh Allah Swt.

MAIMUN bin Mahram berkata: “sabar itu ada dua macam; sabar terhadap musibah adalah baik, dan sabar yang lebih baik lagi yakni sabar dari maksiat”. Al Fudhail menjelaskan mengenai firman Allah Swt.: “Salam sejahtera atas kalian karena kesabaran kalian”. (Ar-Ra'du:24). Mereka bersabar terhadap apa yang diperintahkan kepada meraka dan bersabar dari apa yang dilarang terhadap mereka. Seperti Al-Fudhail memasukkan sabar terhadap musibah kedalam hal yang diperintahkan oleh Allah Swt.
Sesungguhnya seseorang itu berada diantara perintah yang wajib ia kerjakan, larangan yang wajib ia jauhi dan tinggalkan, dan ketetapan Allah Swt. atau takdir yang terjadi padanya. Jika semua hal tersebut masih melekat dengan kita, maka sabar menjadi kebutuahn hingga akhir hayatnya.
Apa saja yang diberikan kepada seorang hamba di dunia tidak lepas dari dua hal, pertama sesuai dengan hawa nafsunya dan keinginannya. Kedua, sesuatu yang bertentangan dengan hawa nafsunya dan keinginan hawa nafsunya. Tugas kita harus dapat bersabar dengan kedua hal tersebut.
Hal pertama yang sesuai dengan hawa nafsunya yaitu kesehatan, kedamaian, jabatan, kekayaan, dan semua jenis kelezatan yang diperbolehkan. Dalam menghadapi hal tersebut, tidak ada sesuatu yang sangat ia butuhkan melainkan sifat sabar dengan memperhatikan hal berikut:
Pertama, ia jangan terlalu cenderung kepadanya tidak tertipu denganya, tidak membuat arogan, pongah, dan perbuatan tercela yang menyebabkan kita tidak dicintai oleh Allah Swt.
Kedua, ia jangan larut dalam usaha mendapatkannya dan berlebih-lebihan dalam meraihnya, karena ia akan berubah menjadi kebalikannya barang siapa berlebih-lebihan dalam makanan, minuman, dan berhubungan seksual, maka itu semua berubah menjadi kebalikannya kemudian diharamkan dari makanan, minuman, dan hubungan seksual.
Ketiga, ia harus bersabar terhadap pelaksanaan hak Allah atau qadarullah terhadap dirinya dan tetap menjaganya, agar nikmat tersebut tidak dicabut darinya.
Keempat, ia harus bersabar dari mengarahkannya kepada hal-hal yang haram dan tidak menyiapkan dirinya terhadap apa saja yang diinginkannya dari hal diatas, karena itu semua menjerumuskannya kepada hal yang haram. Karena, tidak ada yang mampu bersabar terhadap segala kenikmatan yang Allah Swt. berikan, kecuali orang-orang yang jujur.
Sebagian generasi salaf mengungkapkan mengenai bab kenikmatan, orang beriman dan orang kafir bersabar, dan tidak ada yang mampu bersabar terhadap kenikmatan, kecuali orang-orang yang jujur. Abdurrahman bin Auf r.a. berkata: “Kami diuji dengan musibah, kemudian kami bersabar. Dan kami diuji dengan kenikmatan, kemudian kami tidak bersabar terhadapnya.”