Harmonisasi Buruh dan Pengusaha
Jika hak dan kewajiban pengusaha dan buruh bisa dipenuhi maka akan terjadi hubungan yang harmonis antara pengusaha dan buruh.

MONDAYREVIEW.COM – Pengusaha dan buruh merupakan dua entitas yang wajib ada guna menggerakkan perekonomian negara. Seorang pengusaha merupakan pihak yang berani menanamkan modal dan mengambil resiko atas modal yang ditanamnya. Pengusaha juga mengorganisasikan semua sumber daya yang salah satunya adalah buruh untuk melakukan proses produksi. Adapun buruh adalah entitas yang menjual tenaga dan waktunya untuk melakukan produksi dengan imbalan berupa gaji yang tetap. Tanpa adanya buruh produksi tidak akan berjalan dan perekonomian akan stagnan.
Baik pengusaha maupun buruh keduanya mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Seorang pengusaha berkewajiban untuk menyejahterakan para buruhnya dengan gaji dan tunjangan yang diberikan. Seorang pengusaha berhak memperoleh laba dari hasil kerja buruh. Seorang buruh mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh perusahaan. Seorang buruh mempunyai hak untuk mendapatkan gaji dan tunjangan untuk menghidupi diri dan keluarganya. Jika hak dan kewajiban pengusaha dan buruh bisa dipenuhi maka akan terjadi hubungan yang harmonis antara pengusaha dan buruh.
Ada beberapa salah kaprah yang beredar di masyarakat, yakni terkait posisi yang lebih enak antara pengusaha dan buruh. Pengusaha sering digambarkan sebagai pihak yang paling diuntungkan dari berjalannya sebuah perusahaan. Pengusaha digambarkan sebagai seorang yang hanya duduk lalu mendapatkan uang. Sementara itu buruh digambarkan sebagai pihak yang selalu tertindas oleh pengusaha. Buruh digambarkan sebagai pihak yang senantiasa diperas oleh pengusaha. Karena hal ini maka buruh membentuk serikat lalu mengajukan banyak tuntutan.
Stigma tersebut tidak sepenuhnya salah, namun ada hal yang masih perlu diluruskan. Pertama, menjadi pengusaha tidak semudah yang dilihat. Ada hal yang ditanggung oleh pengusaha dan tidak ditanggung oleh buruh, yakni resiko. Jika perusahaan mengalami kerugian, pengusaha harus menanggungnya. Sementara itu, baik perusahaan untung maupun rugi, gaji buruh tetap harus dibayarkan sebagaimana biasa. Kedua, dalam menjalankan usaha pengusaha memang tidak lelah secara fisik, namun pemikiran pengusaha dituntut untuk selalu aktif memecahkan masalah-masalah perusahaan. Buruh tidak dituntut untuk memikirkan masalah perusahaan.
Dua hal ini yang seringkali tidak dipikirkan oleh buruh yang kemudian menuduh menjadi pengusaha itu mudah. Terlebih dalam kondisi pandemic seperti sekarang, pengusaha mesti memutar otak dua kali lipat untuk menjalankan usahanya. PHK terkadang tak bisa dihindari. Tentu saja tidak semua pengusaha adalah orang baik. Ada oknum pengusaha yang memang memeras dan tidak menyejahterakan buruhnya. Pengusaha semacam ini bisa dilaporkan karena melanggar UU Ketenagakerjaan, mengingat aturan hari ini lebih banyak berpihak kepada buruh.
Ketiga, bagi seorang buruh pun jika memang mengalami ketidakadilan maka berhak untuk menuntut haknya. Namun jika haknya sudah terpenuhi, maka terus menuntut kepada pengusaha adalah sikap yang tidak bijak. Menuntut kenaikan terus menerus boleh saja, asal kinerja dan produktifitas ditingkatkan. Yang salah adalah menuntut yang tak sewajarnya, namun kinerja dan produktifitas tidak ditingkatkan. Boleh jadi pengusaha pun akan berpikir ulang mempertahankan buruh dengan mentalitas seperti itu. Buruh di tengah waktu dan tenaganya yang sudah dihabiskan dengan produksi, hendaknya tetap mempunyai keinginan untuk meningkatkan kompetensi agar kesejahteraannya meningkat, tidak bisa hanya mengandalkan belas kasih pengusaha saja.
Dalam kondisi pandemic seperti ini, dimana banyak yang kehilangan pekerjaan, antara pengusaha dan buruh mesti bisa saling memahami satu sama lain. Pandemi membuat bukan hanya buruh yang terancam, namun pengusaha pun terancam juga harus bangkrut. Karena itu perlu adanya harmonisasi pengusaha dan buruh dengan diawali adanya dialog dan saling pengertian antar masing-masing pihak. Sikap ego sektoral hanya akan membuat kondisi semakin buruk.