Halal Watch : Indonesia bisa belajar produksi vaksin halal dari Senegal

Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch, Ikhsan Abdullah meminta agar Indonesia mampu belajar dari Senegal terkait produksi dan mendapatkan keuntungan dari penjualan vaksin 'Yellow Fever' halal.

Halal Watch : Indonesia bisa belajar produksi vaksin halal dari Senegal
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch, Ikhsan Abdullah

MONITORDAY.COM - Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch, Ikhsan Abdullah meminta agar Indonesia mampu belajar dari Senegal terkait produksi dan mendapatkan keuntungan dari penjualan vaksin 'Yellow Fever' halal.

"Kita harus dapat mengambil hikmah dari Senegal yang menemukan bahan vaksin 'Yellow Vever' dari bahan substitusi yang halal. Kini negara tersebut mendulang devisa dari perdagangan vaksin di kawasan Afrika Barat," kata Ikhsan dalam keterangannya, Selasa (24/13/2019).

Lebih lanjut, Ikhsan mengatakan pemerintah harus dapat mengkaji agar dapat memproduksi berbagai obat dan vaksin halal yang sampai saat ini masih didominasi materi berbahan baku nonhalal.

Menurut Ikhsan, bila Indonesia dapat mencontoh Senegal maka tidak perlu lagi membelanjakan triliunan rupiah untuk pengadaan vaksin Bacille Calmette-Guérin (BCG) untuk tuberkulosis, difteri, campak, cacar, meningitis, serviks dan lainnya.

"Ini sekaligus tantangan bagi Biofarma sebagai industri vaksin terbesar di Indonesia untuk mampu berkolaborasi dengan universitas untuk memperkuat riset," jelasnya.

Dia mengatakan sebagai langkah awal Indonesia bisa mendorong kampus-kampus terkemuka untuk menguatkan risetnya dalam industri vaksin halal.

Selain itu, ia meminta universitas di Indonesia agar fokus melakukan penelitian agar menghasilkan bahan pengganti obat dan vaksin yang tidak halal dengan bahan substitusi yang halal. Menurutnya, bisnis produk halal di Indonesia sangat potensial dan besar pasarnya karena meliputi makanan, minuman, kosmetika, obat, busana dan pariwisata halal.

"Saat ini kita masih menempati posisi utama sebagai negara konsumen terbesar yang membelanjakan hampir 170 miliar dolar AS per tahun untuk produk halal, berdasarkan data Global Islamic Economy Indicator 2018/2019. Artinya bila kita dapat memasok kebutuhan sendiri, maka kita akan menghemat devisa sebesar Rp2.465 triliun per tahun," tuturnya.

Saat ini, Indonesia masih terus berputar-putar pada persoalan sertifikasi halal. Bahkan sampai pada stagnasi proses pendaftaran sertifikasi halal. Karena, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) belum siap menyelenggarakan sertifikasi halal.

Sementara itu, Ikhsan menguraikan persoalan sertifikasi halal harus segera ada solusinya sembari terus membangun berbagai unsur pendukung agar Indonesia menjadi tuan rumah di negaranya sendiri dalam sektor industri halal.

"Yang harus dilakukan saat ini bagaimana Indonesia dapat menikmati keuntungan dari perdagangan industri halal dan Indonesia menjadi industri utama dunia dalam perdagangan produk halal. Karena sertifikasi halal itu hanya salah satu instrumen saja," pungkasnya.