Filsafat Ekonomi dalam Secangkir Kopi

Filsafat Ekonomi dalam Secangkir Kopi
Secangkir kopi/Net.

JELANG senja di sebuah rumah di kawasan Tebet Timur, Jakarta Selatan, seorang pria paruh baya duduk santai di beranda sambil menikmati secangkir kopi. Pria itu punya rahang yang menonjol, wajahnya agak persegi. Suaranya agak berat, intonasinya tegas, namun murah senyum.

Muhammad Theddy Thohir, nama lelaki itu, pengusaha asal Gunung Sugih yang karirnya tengah menanjak. Setelah dua, tiga kali tegukan, Teddy lantas memanggil putra bungsunya, Erick yang saat itu masih sekolah di SMA 3 Jakarta, untuk menemaninya ngopi dan berbincang.

Teddy membuka obrolan soal filosofi kopi. Kata dia, untuk membuat kopi enak, maka kopi harus diberi gula dengan takaran yang pas. Lalu diberi air panas dan diaduk merata. Kalau tidak diaduk, kata dia, akan ada pengentalan dan rasanya tidak enak.

Apa pun, kata Teddy, harus ada keseimbangan dan pemerataan. Termasuk soal ekonomi, harus menganut filosofi kopi ini.

Erick Thohir sempat menyinggung momen percakapan dengan Ayahnya ini saat memberikan testimoni dalam acara ‘Penganugerahan Zulhas Award’, di penghujung Januari kemarin. Filosofi kopi ini ia kaitkan dengan adanya prediksi bahwa Indonesia bakal menjadi negara terbesar keempata di dunia, secara ekonomi.

Salah satu syaratnya, kata Erick, adalah seperti filosofi kopi ala Muhammad Thohir, soal pentingnya menjaga pemerataan dan keseimbangan ekonomi.

Erick mengibaratkan, pemerataan ekonomi sebuah negara itu bisa tercipta seperti ketika kita meracik segelas kopi. Ekonomi seumpama segelas kopi harus diaduk merata. Wangi aromanya, Enak rasanya.

Kata Erick, lewat filosofi kopi ini, Sang Ayah juga hendak berpesan soal pentingnya mewujudkan ekonomi yang adil, seimbang. Jangan ada ketimpangan, sehingga yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin semakin miskin.

Nah, momen duduk, ngopi bareng di sebuah teras bersama orang terkasih itu membangkitkan kenangan, Ayahnya, ketika itu memberi wejangan agar selalu tergerak membantu sesama sekaligus bersikap adil.

Untuk mewujudkan ekonomi yang adil, kolaborasi adalah jalan untuk menggapai niat baik itu. Nilai-nilai gotong royong yang kadung jadi budaya masyarakat Indonesia hendaknya dipertegas kembali jika kita ingin meraih kesejahteraan bersama.

Sehingga ke depan, pemerataan ekonomi Indonesia bisa dirasakan bersama, dari ujung Barat hingga ke ujung Timur Indonesia

"Itulah ekonomi yang merata, seimbang dan berkeadilan. Sesuai dengan sila ke 5 di Pancasila," tegas Erick.

Merdeka Berdaulat
Filosofi kopi yang dimaksud Erick dan Ayahnya, sebetulnya didasarkan pada kuatnya keyakinan para pendiri bangsa bahwa nasionalisme harus memperjuangkan kesamaan kemanusiaan. Negara merdeka adalah negara yang berdaulat, yang menghormati kemanusiaan.

Tugas kemerdekaan adalah mengoreksi apa yang disebut Soekarno sebagai tiga ciri struktur perekonomian kolonial: Pertama, perekonomian Indonesia diposisikan sebagai pemasok bahan mentah; Kedua, perekonomian Indonesia dijadikan sebagai pasar produk-produk yang berasal dari negara-negara lain; Ketiga, Perekonomian Indonesia menjadi tempat memutar kelebihan modal yang terdapat di negara-negara lain.

Hal itu pula yang jadi pedoman dan dasar dilakukannya transformasi ekonomi seperti diamanatkan konstitusi. Ikhtiar ini tak lain ditujukan buat menciptakan kemakmuran seluruh rakyat. Mengentaskan kemiskinan secara signifikan, memeratakan pendapatan, menciptakan lapangan pekerjaan, dan menciptakan tatanan masyarakat adil dan makmur.

Perusahaan negara/BUMN harus diperkuat untuk menguasai dan mengelola cabang-cabang produksi yang penting dan strategis. Dengan demikian, BUMN dapat berkembang dan menjadi penopang penciptaan lapangan kerja yang luas.

Penguasaan negara atas cabang-cabang produksi yang penting mengandung misi ideologis untuk memastikan terjadinya transformasi perekonomian Indonesia. Pengendalian negara atas cabang-cabang produksi yang penting tersebut dilakukan dengan mengoptimalkan peran BUMN sebagai prime mover perekonomian nasional.

Selain peran-peran penting BUMN, pembesaran dan perlindungan ekonomi rakyat sesungguhya menjadi panduan utama. Ekonomi rakyat adalah sesuatu yang riil dan kongkret. Ekonomi rakyat memiliki peran strategis dalam sistem dan struktur ekonomi nasional.

Perkebunan rakyat, pertanian rakyat, industri rakyat, pertambakan rakyat, perikanan rakyat, pelayaran rakyat, kerajinan rakyat dan sebagainya. Kesemuanya memberikan sumbangan amat besar dalam perekonomian Indonesia di masa lalu hingga saat ini.

Namun demikian, pusat pertaruhan pembangunan Indonesia hari ini adalah memperpendek jarak kesenjangan yang terjadi antar pelaku ekonomi kecil dan besar, desa dan kota, Jawa dan luar jawa, dan sebagainya. Pertumbuhan ekonomi yang terus berlangsung puluhan tahun masih meninggalkan residu berupa kesenjangan yang lebar.

Upaya serius dan sistematis telah dilakukan pemerintah saat ini untuk mengatasinya, namun kita perlu mendorong untuk lebih kuat lagi ke depan. Kita harus mempertebal kedaulatan bangsa di semua bidang. Mengisinya dengan kerja dan karya agar bangsa Indonesia berdiri tegak menjelang satu abad kemerdekaan.

Kehidupan selalu menyimpan makna, seperti momen ngopi bareng di sebuah teras rumah, jadi peristiwa unik yang menancap dalam hati sanubari. Semoga tak cuma jadi momentum personal saja, tapi juga secara komunal. [ ]

Penulis: Rinaldi
Editor: Ma’ruf Mutaqin, Dani Setiawan.