RCTI Melawan Disrupsi Teknologi

RCTI dianggap tidak siap bersaing sehingga harus menggugat aturan pemerintah.

RCTI Melawan Disrupsi Teknologi
Hakim Konstitusi dalam Persidangan Virtual (Sumber gambar: ANTARA)

MONDAYREVIEW.COM – Disrupsi teknologi adalah sebuah keniscayaan sebagai dampak langsung dari kemajuan zaman. Disrupsi juga meniscayakan jatuhnya “korban-korban” yakni pihak-pihak yang tergilas oleh kemajuan zaman. Saat alat transportasi angkot dan taksi mulai menjamur, para kusir delman harus kehilangan penghasilan. Saat mesin-mesin otomatis dipasang dipabrik-pabrik, ribuan orang kehilangan pekerjaan. Saat muncul transportasi berbasis aplikasi, transportasi konvensional pun panic.

Beberapa tahun yang lalu masih segar dalam ingatan kita tentang perseteruan perusahaan transportasi berbasis aplikasi melawan perusahaan transportasi berbasis tradisional. Para pengusaha transportasi konvensional menuntut pemerintah agar transportasi berbasis aplikasi diatur juga oleh pemerintah. Menurut mereka ada ketidakadilan karena hanya transportasi konvensional, namun transportasi daring tidak. Sayangnya masyarakat terlihat lebih membela transportasi berbasis aplikasi dibanding konvensional.

Tak dapat dimungkiri, kehadiran transportasi daring memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Ada banyak kemudahan yang ditawarkan start up transportasi daring, tidak hanya angkutan dengan sepeda motor dan mobil saja. Aplikasi daring juga menawarkan jasa pembelian makanan, pembelian obat, belanja bahkan jasa tukang pijit. Pada akhirnya mau tidak mau pengusaha aplikasi konvensional yang harus menyesuaikan dengan zaman. Taksi Blue Bird pun membuat aplikasi untuk pemesanan berbasis daring. Bahkan bekerjasama dengan transportasi daring yang sudah ada terlebih dahulu.

Hari ini seolah kita mengalami de javu, saat perusahaan komunikasi penyiaran terkemuka menggugat ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan hukum penyiaran. Perusahaan yang menaungi stasiun TV RCTI tersebut menggugat perusahaan-perusahaan penyiaran berbasis daring yang bebas melakukan siaran live tanpa terikat aturan pemerintah. Sementara stasiun TV konvensional terikat dengan aturan pemerintah. Tuntutan-tuntutan RCTI tersebut memancing warganet untuk berkomentar mengkritik upaya RCTI. RCTI dianggap tidak siap bersaing sehingga harus menggugat aturan pemerintah.

Beredar meme-meme yang bernada negative terhadap RCTI. RCTI seolah mengulangi hal yang sama dengan apa yang dilakukan perusahaan transportasi konvensional saat perusahaan transportasi daring menjamur. Terlepas dari gugatan RCTI mempunyai landasan secara hukum, namun apa yang dilakukan RCTI justru merugikan dirinya sendiri. Yang jelas brand RCTI bisa mengalami penurunan dengan kasus ini. Pemerintah pun tidak mengabulkan tuntutan RCTI, mengingat jika live streaming berisi konten yang menyalahi aturan, maka sudah ada undang-undang lain yang mengaturnya.

Selain alasan tidak ada hukum mengatur penyiaran daring dan konten creator, RCTI juga beralasan bahwa tujuan gugatannya adalah menjaga moral bangsa. RCTI khawatir tidak adanya regulasi yang mengatur konten creator di platform daring menimbulkan konten-konten yang tidak sesuai dengan pancasila dan moral bangsa. Pernyataan ini segera dibalas oleh warganet dengan menampilkan jejak digital RCTI yang kebetulan menampilkan siaran yang tidak mendidik. Alih-alih menggugat aturan yang ada, sebaiknya RCTI menyesuaikan diri dengan era disrupsi.