Ekonomi Pancasila (3): Nasionalisme Positif Ekonomi Indonesia

MONITORDAY.COM - Sila ketiga Pancasila mengamanatkan dibangunnya persatuan yang kokoh dalam menjalankan perekonomian dengan berlandaskan semangat kebersamaan dan keadilan yang kuat. Hal tersebut harus dapat tercermin dari tingginya partisipasi dan emansipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi, menyebarnya sumber daya dan kegiatan ekonomi ke seluruh negeri, dan tingginya rasa nasionalisme dan kemandirian ekonomi nasional.
Kegiatan pembangunan nasional selain ditujukan untuk memperbesar kapasitas ekonomi nasional (nilai tambah ekonomi), tetapi juga ditujukan untuk memecahkan masalah-masalah kongkret dalam masyarakat seperti kemiskinan, ketimpangan, dan keterbelakangan (nilai tambah sosial-kultural). Pandangan semacam ini berimplikasi pada dua hal: Pertama, sebagai negara dengan bentang geografis yang sangat luas, dan sebagian besarnya terdiri dari wilayah laut, maka kebijakan ekonomi haruslah mencerminkan keadilan antar wilayah. Restrukturisasi spasial jadi keharusan untuk mencapai pemerataan dan keseimbangan pembangunan serta pertumbuhan.
Wilayah laut NKRI mencapai sekitar 75 persen dengan menambahkan Zona ekonomi Eksklusif Indonesia seluas 2,8 juta Km persegi. Wilayah laut yang demikian luas, mestinya juga meluaskan pandangan hidup bangsa Indonesia dalam mewujudkan peradaban bahari Indonesia dengan menjaga laut sebagai sumber penghidupan. Konsekuensinya, pengembangan penataan ruang harus sesuai dengan karakter geografis sebagai negara kepulauan, yang terdiri dari pulau-pulau besar, pesisir, pulau-pulau kecil, dan laut yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Strategi ini harus menuntun kepada suatu hasil nyata untuk menghadirkan kesejahteraan rakyat (people’s welfare) dan kuatnya pertahanan/keamanan nasional (national security) yang merupakan wujud dua muka dari satu mata uang yang tidak terpisahkan.
Kedua, pendekatan yang mendorong pemerintah merumuskan kepentingan nasional yang jelas dalam menyikapi berbagai kerja sama ekonomi internasional. Kebijakan luar negeri Indonesia di bidang ekonomi diarahkan untuk menciptakan sambungan yang konstruktif bagi ketertiban lingkungan internasional dan perniagaan yang saling menguntungkan. Kepentingan nasional adalah utama dan diutamakan, tanpa mengabaikan tanggung jawab global. Mengembangkan nasionalisme Indonesia yang inklusif seraya dengan tulus memikul tugas sebagai warga dunia dalam menjaga ko-eksistensi damai antarbangsa dan menjaga kelestarian bumi.
Refleksi sikap nasionalisme juga tercermin dalam pasal-pasal ekonomi UUD 1945 yang bertujuan untuk meningkatkan peran serta bangsa Indonesia dalam menguasai faktor-faktor produksi di tanah air. Pasal 33 UUD 1945 mendorong dihadirkannya sistem ekonomi yang menjamin keadilan dan kesetaraan di dalam negeri dan dalam hubungannya dengan bangsa-bangsa lain. Dalam ungkapan berbeda, Indonesia mengembangkan positive economic nationalism, suatu konsepsi nasionalisme yang menghendaki Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan secara optimal kemampuan anggota masyarakat untuk mencapai kehidupan yang lebih produktif, sekaligus membuka kerja sama dengan bangsa lain agar peningkatan itu tidak merugikan bangsa-bangsa lain.
Singkatnya, ekonomi nasional harus memiliki karakter berdaulat dan mengikis sikap inferior sebagai kepanjangan tangan dari jaringan kapitalisme internasional yang menindas. Sebagaimana telah diingatkan Bung Hatta dalam pembelaannya di depan majlis hakim pengadilan Den Haag pada 9 Maret 1928: “…lebih baik Indonesia tenggelam ke dasar lautan daripada menjadi embel-embel bangsa lain..”