Pandemi dan Ekonomi Pro-Rakyat

MONITORDAY.COM - Indonesia, sebagai sebuah bangsa, selalu menghadapi tantangan dan ancaman dari berbagai aspek. Tak disangka-sangka yang paling berat kini harus dihadapi. Ancaman kesehatan yang memiliki efek domino ke hampir seluruh aspek kehidupan. Ancaman global yang meniscayakan ketahanan nasional masing-masing negara sebagai alat utama menghadapi virus dengan segenap variannya.
Titik optimal antara kendala kesehatan dan ekonomi harus ditemukan. Tak mungkin menafikan salah satunya. Juga pada akhirnya akan merembet pada aspek sosial, politik, dan budaya. Pendekatan multidisiplin dalam analisis dan pengambilan keputusan dengan melibatkan variabel-variabel yang kompleks harus dilakukan. Berkejaran dengan waktu dan semakin banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh pageblug global ini.
Dengan jumlah penduduk yang besar dan wilayah yang luas, Indonesia kini menghadapi tantangan yang sangat berat. Dengan populasi sekira 267 juta jiwa Indonesia harus berpacu dalam vaksinasi, penyediaan fasilitas kesehatan, dan pengadaan dan distribusi obat-obatan. Pandemi yang telah berlangsung lebih dari setahun membuat anggaran negara berdarah darah, banyak pengusaha gulung tikar, dan warga masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan penghasilan.
Dalam situasi seperti ini ekonomi yang berfihak kepada rakyat harus dikedepankan. Demi persatuan Indonesia dan atas nama kemanusiaan kita harus mewujudkan keadilan sosial dalam kebijakan dan tindakan nyata. Untuk sementara waktu pertumbuhan ekonomi mungkin akan melambat bahkan merosot, namun Pemerintah perlu upaya agar rasio gini atau disparitas pendapatan dan kepemilikan modal semakin berkurang. Pemerataan ekonomi harus secara serius diafirmasi.
Kebijakan dan visi ekonomi bangsa Indonesia diuji. Saat ini Indonesia berada di persimpangan jalan yang kurang kondusif. Di satu sisi penerimaan negara rentan berada di bawah target, namun di lain pihak kemungkinan membengkaknya pengeluaran negara juga cukup besar.
Hal ini disampaikan oleh Prof Candra Fajri Ananda PhD, sebagaimana dikutip dari web feb.ub.ac.id. Pendapat ini menjadi relevan untuk dikemukakan lagi mengingat penanganan pandemi masih menghadapi tantangan yang berat. Pemerintah masih berhadapan dengan dilema untuk tetap menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) atau melonggarkannya.
Lebih lanjut Candra menegaskan bahwa pada dasarnya setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah di masa krisis akan mempertimbangkan beberapa sasaran strategis. Yang pertama tentu mengurangi dampak negatif krisis terhadap masyarakat berpendapatan rendah dan rentan.
Yang kedua pengelolaan kesehatan yang lebih baik. Yang ketiga, mengupayakan pemulihan pembangunan ke jalur semula.
Dampak menurunnya kinerja dunia usaha akibat pandemi berkepanjangan sangat krusial. Hal tersebut karena konsumsi pemerintah melalui belanja bisa menjadi daya ungkit yang kuat, terutama saat konsumsi swasta dan rumah tangga merosot. Oleh sebab itu, isu mengenai penyerapan belanja pemerintah saat ini harus segera diselesaikan agar dorongan bagi pemulihan ekonomi nasional dapat berjalan optimal.
APBN 2021 tersebut juga dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan reformasi struktural dalam rangka menata kembali alokasi sumber daya ekonomi nasional agar lebih efisien dan efektif untuk tahun-tahun mendatang.