Siapa Berani Lawan Jokowi?
Elektabilitas Jokowi selalu unggul dalam berbagai survei. Publik mengharapkan ada calon alternatif

MONDAYREVIEW- Presiden itu punya segalanya. Paling populer, karena selalu menjadi sorotan media. Paling disegani, karena memiliki kekuasaan. Paling ditakuti, karena memilki infrastruktur intelijen dan militer. Paling dicintai, karena kebijakannya yang menyejahterakan rakyat. Di negara demokrasi, kekuasaan presiden memang dibatasi. Namun, presiden tetaplah presiden. Peluang untuk kembali dipilih lebih besar daripada para penantangnya.
Presiden Jokowi, misalnya. Dalam berbagai survei selalu paling unggul. Elektabilitas Presiden Jokowi tak pernah kurang dari 40 persen. Survei Alvara Research Center digelar pada 17 Januari-7 Februari 2018, misalnya membuktikan sebanyak 46,1 persen responden menyatakan akan memilih Jokowi sebagai presiden.
Lembaga survei Indo Barometer yang menggelar jajak pendapat pada 23-30 Januari 2018 pun menunjukkan angka yang tidak jauh berbeda. Di antara 6 nama yang disodorkan, sebanyak 47,5 persen responden memilih Jokowi sebagai presiden.
Sementara, hasil survei Poltracking Indonesia juga menempatkan elektabilitas Jokowi di urutan puncak, sebesar 55,9. Survei yang digelar 27 Januari hingga 3 Februari 2018 lalu. Elektabilitas Jokowi bahkan hampir dua kali lipat melampaui Prabowo Subianto, capres rival Jokowi di Pilpres 2014, yang hanya memperoleh 29,9 persen.
Itu baru hasil survei, yang katanya margin error kecil, bahkan hasil rielnya tidak jauh meleset. Jadi, sudah bisa ditebak, siapa pemenang Pilpres tahun 2019
Kalau belum percaya, mari kita buat kalkulasi lain, berdasarkan kekuatan partai pendukung Jokowi. Presiden Jokowi mendapat dukungan politik dari partai koalisi, yaitu PDIP (dengan 19,46 persen kursi di DPR), Partai Golkar (16,25 persen), PPP (6,9 persen), Partai Nasdem (6,25 persen), dan Partai Hanura (2,85 persen). Gabungan lima partai tersebut memiliki 51,66 persen kursi di DPR.
Sedangkan, partai yang menyatakan sebagai oposisi, katakanlah Partai Gerindra (13 persen) dan PKS (7,1 persen). Gabungan kursi di DPR RI, hanya sebesar 20,1 persen. Tiga partai lainnya, yakni Partai Demokrat, PAN, dan PKB sudah jelas arahnya, lebih suka merapat ke penguasa politik, jika digabung hanya 27,94 persen. Rinciannya, Partai Demokrat 10,89 persen, PAN 8,75 persen, dan PKB 8,3 persen.
Jadi, kalau partai-partai di luar partai kaolisi pendukung Presiden Jokowi digabung, tetap saja kalah. Jadi, sudah diketahui siapa pemenangnya, jika ukurannya partai politik. Apalagi, untuk menggoyang Demokrat, PAN dan PKB tidaklah terlalu sulit. Sinyal mereka untuk menjadi pendukung Jokowi sudah bisa diraba.
Banyak pengamat menilai Prabowo sulit untuk bertarung mengalahkan Jokowi dalam Pilpres 2019. Namun, itu baru hitungan survei dan analisa. Media Survei Nasional (Median) pernah merilis hasil surveinya pada September tahun 2017 lalu, bahwa masyarakat sebanyak 40,6 persen publik menginginkan adanya calon alternatif. Menurut Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun tingginya respons publik yang mengharapkan munculnya sosok alternatif lantaran Jokowi dan Prabowo dianggap sudah tidak mampu menuntaskan seluruh permasalahan bangsa, yang saat ini tengah terjadi, mulai dari persoalan kesulitan ekonomi, hingga keamanan.
Lalu, mungkinkah ada calon lain selain Probowo yang akan menjadi penantang Jokowi?
Aturan presidential threshold (PT) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjelaskan bahwa ambang batas pencalonan presiden, partai politik (parpol), atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional untuk bisa mengusung pasangan capres dan cawapres pada 2019. Aturan ini membatasi munculnya calon presiden dari poros alternatif.
Meskipun demikian, bisa saja Prabowo merasa puas sebagai king maker, dan mencari calon presiden dari tokoh lain, bahkan bukan dari internal partai politik,
Saat ini, sudah beredar banyak tokoh yang digadang-gadang mampu menjadi penantang Jokowi. Sebut saja, Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang cukup populer dan dikenal dekat memiliki kedekatan dengan kelompok Muslim.
Bisa saja, Gatot disandingkan dengan calon wakil presiden dari kelompok sipil, seperti Anies Rasyid Baswedan (Gubernur DKI Jakarta), Ahmad Heryawan (Gubernur Jawa Barat dua periode) dan TGB Zainul Majdi (Gubernur NTB dua periode). Selain itu, beredar tokoh-tokoh lain, yang masih ditimbang kelayakannya.
Bagaimana kekuatan mereka? Kuatkah mereka menantang Jokowi?
Anies masih banyak resistensi dan bukan cukup dikatakan berhasil memimpin Jakarta. Nasibnya bisa jadi berbeda dengan Jokowi, meskipun sama-sama pernah menjadi Gubernur DKI. Jokowi, disebut-sebut berhasil menjadi walikota Solo, kemudian saat menjadi Gubernur DKI, dan mencalonkan jadi presiden mendapat dukungan penuh dari PDIP dan partai koalisinya.
Ahmad Heryawan yang dikenal Aher adalah kader PKS, meskipun dianggap berhasil menjadi Gubernur Jawa Barat hingga dua periode, tak banyak disebut sebagai presiden atau wakil presiden alternatif
TGB Zainul Majdi meskipun bukan kader partai, bisa saja didongkrak popularitasnya, sebagai calon alternatif. Mewakili Indonesia timur, dan pernah menjadi gubernur NTB dua periode serta dikenal sebagai ulama.
Kelompok penantang Jokowi tengah galau siapa yang layak dan mampu bersaing dengan Jokowi. Sedangkan, Jokowi berada di atas angin, tokoh-tokoh potensial yang akan dijadikan penantangnya, tinggal digaet untuk mendampinginya sebagai wakil presiden.
Tak menutup kemungkinan, Prabowo pun akhirnya bersedia menjadi wakil presiden. Skenario politik pun berubah total. Pilpres mendatang sesungguhnya hanya memilih calon tunggal, kecuali takdir Alloh Penguasa Alam Semesta menentukan lain.