Digitalisasi Perbankan Syariah

Dengan kebutuhan untuk mengelola efisiensi, likuiditas dan risiko keuangan, bendahara selalu mencari solusi baru untuk memenuhi tujuan tersebut. Bank sekarang memahami kekuatan otomatisasi dan digitalisasi untuk membantu bendahara mencapai tujuan ini; memiliki gagasan yang jelas tentang bagaimana hal itu dapat membantu kebutuhan mereka akan kontrol, visibilitas, dan sentralisasi.

Digitalisasi Perbankan Syariah
Digital Islamic Banking/ Antara

MONDAYREVIEW.COM - Dengan kebutuhan untuk mengelola efisiensi, likuiditas dan risiko keuangan, bankir selalu mencari solusi baru untuk memenuhi tujuan tersebut. Bank sekarang memahami kekuatan otomatisasi dan digitalisasi untuk membantu pemegang uang mencapai tujuan ini; memiliki gagasan yang jelas tentang bagaimana hal itu dapat membantu kebutuhan mereka akan kontrol, visibilitas, dan sentralisasi.

Sebagian besar bank syariah yang sebelumnya tidak dikenal dengan kelincahan teknologinya berhasil mengadopsi program transformasional untuk menjadi pemimpin industri di era digital.

Teknologi perintis telah memungkinkan mereka untuk mengembangkan proposisi baru di bidang pembayaran, pengumpulan, manajemen likuiditas, FX, pembiayaan perdagangan, dan bidang lain dari siklus modal kerja.

Bank syariah perlu berinvestasi dalam infrastruktur digital untuk menarik pangsa pasar dari bank konvensional

Menurut laporan dari Dewan Umum Bank Islam dan Lembaga Keuangan, pembiayaan perdagangan Islam diperkirakan mencapai sekitar $ 186 miliar dari aktivitas pembiayaan perdagangan senilai $ 4,4 triliun di negara-negara mayoritas Muslim.

Oleh karena itu, kemungkinan untuk ekspansi pasar lintas segmen yang sebagian besar belum dimanfaatkan oleh bank syariah sangatlah besar. Otomatisasi dan digitalisasi telah memungkinkan bank syariah mempersiapkan diri untuk menangkap peluang pembiayaan perdagangan tersebut.

Secara historis, struktur keuangan Islam seperti murabahah dan ijara melibatkan kontrak untuk membeli aset dan menjual atau menyewakannya kepada klien, yang secara tradisional meningkatkan waktu penyelesaian dibandingkan dengan perbankan konvensional. Namun, melalui otomatisasi dan penyederhanaan, pembiayaan melalui struktur ini sekarang menjadi lebih efisien.

Selain itu, bank syariah kini dapat memberikan pilihan pembiayaan yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan nasabah.

Revolusi digital

Lingkungan usaha sangat menuntut dan kompetitif bagi bank dengan revolusi digital yang sedang terjadi.

Hal ini menghasilkan peningkatan jumlah solusi dan inovasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan fintech dan perusahaan mencari keuntungan dari teknologi baru seperti blockchain, Big Data, antarmuka pemrograman aplikasi, dan otomatisasi proses.

Meskipun demikian, perusahaan saat ini hanya akan terlibat dengan bank yang menawarkan solusi canggih. Oleh karena itu, bank syariah perlu berinvestasi pada infrastruktur digital untuk menarik pangsa pasar dari bank konvensionalnya.

Adopsi teknologi baru ke dalam pembiayaan perdagangan akan mengubah sektor ini sekaligus memberikan peluang terbesar bagi keuangan Islam dengan membantu menurunkan biaya, mempercepat transaksi yang sesuai syariah dan memperluas jejak operasional.

 

Bank syariah juga memperluas target pasar mereka, dengan menghadirkan rangkaian produk yang tidak hanya memenuhi kebutuhan perusahaan besar dan kecil lokal, tetapi juga perusahaan multinasional yang beroperasi di negara-negara Islam.

Solusi semacam itu menawarkan struktur Islami yang berbeda dan opsi pembiayaan untuk setiap transaksi perdagangan yang mendasarinya dengan dokumentasi yang efisien dan standar.

Mereka juga memungkinkan bendahara untuk melihat, mengendalikan, dan memperkirakan arus kas mereka di berbagai akun dan negara mereka, sambil memberi mereka alat mitigasi risiko.

Berdasarkan pengalaman ADIB, ada tiga alasan yang jelas mengapa perusahaan yang bekerja di negara Islam harus mempertimbangkan untuk menggunakan layanan perbankan Islam:

  • Mereka menghadirkan pendekatan baru dibandingkan bank konvensional yang dapat membantu mereka mencapai tujuannya, terutama dalam mitigasi risiko;
  • Mereka memberikan kesempatan untuk mendiversifikasi sumber keuangan dengan memanfaatkan likuiditas perbankan Islam; dan

Di negara-negara Islam, terlibat dengan bank Islam sangat penting jika mereka ingin menjadi bagian dari struktur keuangan pasar.

Prospek perbankan transaksi Islam tidak diragukan lagi cerah dalam konteks era digital baru ini.

Sekarang tergantung bank individu untuk menunjukkan inovasi dan keserbagunaan mereka untuk memanfaatkan potensi laten ini, dan bagi bendahara untuk mendapatkan keuntungan darinya.

Sementara itu Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso memaparkan empat arah kebijakan dalam mendorong pengembangan keuangan syariah di Indonesia.

OJK menekankan ada beberapa poin arah pengembangan keuangan syariah ke depan. Empat hal yang ingin ditekankannya.

Arah kebijakan pertama adalah membangun sinergi dan integrasi ekonomi serta keuangan syariah dalam satu ekosistem yang lengkap termasuk adanya dukungan dari sektor riil, keuangan, komersial, dan keuangan sosial.

Sinergi itu meliputi setiap transaksi keuangan di ekosistem ekonomi syariah harus menggunakan layanan keuangan syariah dan operasional jasa keuangan syariah harus terus berinovasi untuk bisa terdepan dalam pelayanan berbasis digital.

Kemudian juga harus mampu melayani ekosistem ekonomi syariah sehingga diperlukan dukungan induk usaha melalui konsep platform sharing. Di samping itu juga kita perlu melakukan pengembangan dan juga melibatkan adanya islamic social finance seperti zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf.

Tak hanya itu, Wimbomengatakan untuk mewujudkan sinergitas juga perlu melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti organisasi kemasyarakatan berbasis agama, pesantren, pemerintah, Bank Indonesia, KNKS, dan IAEI.

Arah kebijakan kedua adalah penguatan kapasitas dan daya saing industri keuangan syariah karena secara jumlah sudah banyak dan bervariasi namun tidak besar sehingga belum mampu berkompetisi dengan lembaga jasa keuangan non syariah.

 

Indonesia belum mempunyai bank syariah BUKU 4 sehingga pihaknya menyambut baik rencana Kementerian BUMN untuk membentuk satu sinergitas bank syariah yang lebih besar.

Dalam berupaya meningkatkan skala ekonomi industri keuangan syariah akan dilakukan melalui peningkatan nominal modal minimum dan akselerasi konsolidasi.

Arah kebijakan ketiga adalah meningkatkan permintaan terhadap produk keuangan syariah karena meskipun Indonesia berpenduduk muslim terbesar di dunia namun tingkat literasi masih rendah yakni 8,11 persen.

Tingkat inklusi keuangan syariah kita juga masih rendah yaitu 9,1 persen. Sangat rendah dibanding level yang dicapai bank konvensional.

Upaya meningkatkan permintaan terhadap produk keuangan syariah akan dilakukan dengan memperluas aksesnya yaitu salah satunya adalah melalui sosialisasi dan edukasi secara masif oleh pemangku kepentingan kepada masyarakat.

Arah kebijakan keempat adalah adaptasi digital yang lebih masif dalam ekonomi dan keuangan syariah dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin aktif menggunakan digital terutama di era new normal.

Teknologi juga bisa kita manfaatkan untuk membuka akses keuangan di daerah-daerah yang belum terjangkau. Digitalisasi lembaga keuangan mikro yang tidak hanya dari sisi akses keuangannya saja namun juga dari hulu ke hilir seperti mulai dari proses bisnis UMKM hingga pemasaran melalui e-commerce.