Yang Muda Yang Toleran

Mayoritas responden mengungkapkan sikap toleransi terhadap pemeluk agama lain khususnya di lingkup pertemanan, lingkungan, dan organisasi. Tren toleransi yang sama ditunjukkan oleh anak muda di media sosial.

Yang Muda Yang Toleran
Sumber gambar: antaranews.com

MONDAYREVIEW.COM – Toleransi merupakan suatu topik yang akan selalu dibahas dalam negara yang majemuk seperti Indonesia. Toleransi merupakan salah satu prasyarat bagi terciptanya harmonisasi dan persatuan di dalam masyarakat. Toleransi artinya kita mau bertenggang rasa atau membiarkan sesuatu yang berbeda dengan keyakinan kita. Toleransi tidak bisa dilakukan hanya oleh satu pihak, namun harus menjadi hubungan timbal balik di dalam masyarakat. Jika kita mentoleransi perilaku orang lain, maka orang lain pun perlu menoleransi perilaku kita yang tidak sesuai dengan keyakinan mereka.

SETARA Institute lembaga swadaya masyarakat yang fokus dalam isu toleransi mengeluarkan peringkat kota yang paling tinggi toleransinya dan yang rendah toleransinya. Pada 2018, SETARA menetapkan DKI Jakarta; Sabang dan Banda Aceh di Aceh; Medan dan Tanjung Balai di Sumatra Utara; Padang di Sumatra Barat; Cilegon di Banten; Depok dan Bogor di Jawa Barat; dan Makassar di Sulawesi Selatan sebagai 10 kota dengan skor toleransi terendah.

SETARA Institute tidak secara spesifik mengukur tingkat toleransi di kalangan anak muda. Meskipun penelitian SETARA ini tidak secara khusus menargetkan remaja sebagai objek studi, namun penelitian itu menunjukkan potensi intoleransi di kalangan remaja terjadi di beberapa kota di Indonesia.Andi Ahmad Yani akademisi dari Universitas Hasanudin mencoba meneliti secara lebih spesifik bagaimana tingkat toleransi di kalangan anak muda.

Untuk menganalisis sikap toleransi di generasi muda, Andi dan timnya meneliti sikap sosial Generasi Z, atau sering disebut juga “Centennials”, baik di dunia nyata maupun di dunia maya, di kota-kota yang dinilai toleran dan intoleran. Studi yang dilakukan menunjukkan bahwa di manapun mereka berada, generasi Centennials sangat mendukung toleransi beragama baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam aktivitas media sosial.

Peneliti pada tahun lalu mengumpulkan data dari 1.854 responden berusia 17-25 tahun lewat kuesioner daring di 10 kota toleran dan tidak toleran menurut riset SETARA. Lima kota pertama adalah kota-kota yang pada 2017 masuk kategori intoleran SETARA yaitu Banda Aceh, Padang, Mataram di Nusa Tenggara Barat, Makassar, dan Yogyakarta. Lima kota lain adalah yang dikategorikan toleran, yaitu Salatiga dan Surakarta di Jawa Tengah; dan Binjai, Pematang Siantar, dan Tebing Tinggi di Sumatra Utara.

Survei tersebut kami sebar di sekolah negeri, sekolah swasta, sekolah agama (madrasah aliyah, sekolah Islam, sekolah Kristen) yang umumnya di daerah urban yang menjadi fokus studi Setara Institute. Latar sosioekonomi responden kami sangat beragam mulai dari ekonomi bawah sampai ekonomi menengah ke atas. Namun yang jadi persamaan adalah kehidupan Generasi Z kental dengan aktivitas internet. Mereka adalah “digital natives” yang sejak dini berinteraksi dengan perangkat teknologi informasi dan berselancar di dunia digital.

Oleh karena itu, kami juga meneliti apakah ada perbedaan sikap toleransi beragama mereka antara di dunia nyata dan interaksi di internet. Berdasarkan temuan kami, anak muda bisa menghabiskan waktu 3 hingga 5 jam per hari untuk berinteraksi di internet, khususnya di media sosial.

Meski diakui secara luas bahwa media sosial memiliki manfaat yang luar biasa untuk pengguna generasi muda, namun tidak bisa dipungkiri bahwa platform media sosial juga memiliki efek berbahaya termasuk kemungkinan meresapnya nilai intoleransi dan radikalisme. Mayoritas responden mengungkapkan sikap toleransi terhadap pemeluk agama lain khususnya di lingkup pertemanan, lingkungan, dan organisasi. Tren toleransi yang sama ditunjukkan oleh anak muda di media sosial.

Mayoritas responden (62%) sangat toleran terhadap topik terkait agama yang berbeda dengan keyakinannya di media sosial. Mereka menentang pernyataan yang menyinggung agama lain. Sebanyak 85% responden merasa nyaman berteman dengan orang dari etnis yang berbeda; 87% responden mengatakan memilih untuk bergabung di grup sosial media yang anggotanya berasal dari etnis yang beragam.