Sekolah Dibuka, Sudah Siapkah Kita?
Daripada membuka kembali sekolah, lebih baik pemerintah fokus pada penyediaan infrastruktur pembelajaran jarak jauh yang masih belum merata.

MONDAYREVIEW.COM - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan, satuan pendidikan yang berada di zona kuning diperbolehkan melakukan pembelajaran tatap muka di tengah pandemi virus korona (covid-19). Kebijakan ini merupakan hasil revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri.
Nadiem mengatakan, sekolah di zona oranye dan merah masih akan melanjutkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Tidak ada kegiatan belajar tatap muka secara langsung untuk sekolah yang masuk dalam dua zona tersebut. Syarat untuk melakukan pembelajaran tatap muka masih sama dengan SKB empat menteri sebelumnya. Misalnya, mendapat izin Satgas Covid-19 dan kepala daerah setempat, mampu menjalankan protokol kesehatan, dan siswa diizinkan oleh orang tua untuk ke sekolah.
Selain itu, kapasitas kelas hanya boleh di isi setengah dari jumlah rombongan belajar. Jika satu rombongan belajar terdapat 30 siswa, maka yang boleh masuk dalam kelas hanya 15 siswa. Namun, terdapat pengecualian bagi siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Siswa SMK yang terpaksa belajar praktik dengan menggunakan alat, dipersilakan untuk ke sekolah, meskipun berada di zona oranye maupun merah.
Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo, mengatakan mayoritas kepala sekolah dan guru di seluruh Indonesia keberatan dengan kebijakan terbaru Kemendikbud yang membolehkan sekolah melakukan kegiatan belajar mengajar tatap muka.
Pasalnya, selain anggaran yang dibutuhkan untuk menerapkan protokol kesehatan tidak ada, pemerintah juga tidak memiliki aturan yang jelas terkait pengawasan.
Heru menjabarkan, tak sedikit anggaran yang dikeluarkan untuk membeli pelbagai peralatan kesehatan mulai dari thermogun (pengukur suhu tubuh tembak), masker, cairan disinfektan, dan sabun cuci tangan. Dalam hitungannya, masker sekali pakai saja, dalam satu bulan sekolah harus mengeluarkan biaya Rp32 juta. Heru mendesak agar pemerintah harus carikan jalan keluar dan memberikan bantuan dana. Menurutnya Kemdikbud jangan hanya sekadar membuat aturan, tapi harus memberikan bantuan uang selain mengandalkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Selain soal dana yang kurang, hambatan lain yang mestinya diperhitungkan Kemendikbud adalah ketersediaan air bersih untuk fasilitas cuci tangan pakai sabun (CTPS). Menurut Heru, sekolah-sekolah yang berada di zona kuning atau hijau sebelah di bagian timur, masih mengalami krisis air bersih.
Benar saja, baru pelaksanaan beberapa hari, telah ada klaster baru yang bermunculan. Adapun, catatan 6 klaster baru di sekolah adalah sebagai berikut:
1. Klaster Sekolah Tulungagung
Siswa berumur 9 tahun warga Kecamatan Pagerwojo, tertular dari ayahnya yang reaktif dan telah menulari 5 siswa dan 2 guru.
2. Klaster Sekolah Kalimantan Barat (Kalbar)
14 siswa dan 8 guru di Provinsi Kalbar terkonfirmasi positif Covid-19. Mereka dari:
SMA 1 Ketapang, SMA 1 Ngabang, SMA 1 Pontianak, SMPN 1 Pontianak, SMAN 2, SMAN 3
3. Klaster Sekolah Tegal
Siswa SD dari Kecamatan Pangkah, Tegal, tertular dari kakeknya dan potensial menulari guru dan teman sekelasnya yg sempat mengikuti KBM tatap muka di sekolah.
4. Klaster Sekolah Sumedang
Pelajar berusia 6 tahun Kecamatan Situraja dab pelajar umur 9 tahub dari Kecamatan Sumedang Utara tertular pedagang Pasar Situraja, saat perjalanan ke dan dari sekolah.
5. Klaster Sekolah Pati
26 santri Pondok Pesantren di Kajen, Kec Margoyoso, Pati dinyatakan positif Covid-19.
6. Klaster Sekolah Balikpapan
Dari seorang guru yang positif Covid-19 menulari 28 orang guru dan pegawai sekolah, di 1 SD dan 1 SMP, termasuk batita perempuan 2 tahun, per 6 Agustus 2020 kemudian menulari 17 orang.
Walaupun memang desakan untuk membuka kembali sekolah cukup besar dari masyarakat, namun pemerintah tidak boleh gegabah dalam mengambil keputusan. Masalahnya adalah ada jutaan nyawa yang dipertaruhkan dalam kebijakan pembukaan sekolah. Daripada membuka kembali sekolah, lebih baik pemerintah fokus pada penyediaan infrastruktur pembelajaran jarak jauh yang masih belum merata.