Demokrasi AS dalam Era Pasca Kebenaran

MONITORDAY.COM - Amerika Serikat dikenal sebagai negara demokrasi dan menjunjung tinggi HAM. Tak hanya mempraktikan demokrasi di negaranya, Amerika Serikat pun berusaha mengekspor demokrasi ke negara-negara yang menurut mereka tidak demokratis. Negara-negara yang sering menjadi sasaran demokratisasi adalah Timur Tengah. Belakangan diketahui hal tersebut merupaka kedok semata guna mengeksploitasi kekayaan alam negara tersebut. Demokratisasi hanya sebagai alasan semata bagi invasi yang dilakukan Amerika Serikat.
Namun citra Amerika Serikat seolah tercoreng dengan kerusuhan yang terjadi pasca terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden Amerika Serikat. Trump dan pendukungnya tidak legowo untuk melakukan suksesi kepemimpinan. Pendukung Trump pun sempat melakukan tindakan anarkis dengan menduduki Capitol Hill. Alih-alih menenangkan pendukungnya, Trump malah terus menyulut pendukungnya. Hal ini menyebabkan akun twitter Trump diblokir oleh twitter. Warga Amerika terbelah dalam polarisasi politik antara Trump dengan anti Trump.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Salah satu analisis yang muncul adalah sebabnya munculnya era pasca kebenaran atau post truth. Fenomena inilah yang mengantarkan Donald Trump menang sebagai Presiden Amerika Serikat pada pemilu sebelumnya. Mayoritas pendukung Trump merupakan warga pedesaan yang mudah percaya dengan informasi yang beredar di media sosial. Sementara media sosial sendiri sering menyebarkan hoax yang menguntungkan Trump. Sentimen ini terus dipelihara Trump setelah dia terpilih.
Hasilnya adalah seperti sekarang, Amerika yang sejatinya merupakan negara teladan demokrasi malah mempertontonkan sikap tidak demokratis. Apa yang terjadi di Amerika Serikat gejalanya sudah mulai terlihat di Indonesia dari sejak Pilpres 2014 dan PIlpres 2019. Untung saja elit-elit politik di Indonesia masih dapat berkompromi sehingga bisa mencegah polarisasi berlanjut lebih jauh. Hal ini dilakukan dengan merangkul lawan politik untuk masuk ke dalam sistem pemerintahan.
Namun jangan senang dulu, selama kita masih berada dalam era pasca kebenaran, maka ancaman terhadap demokrasi masih besar. Untuk itu yang harus kita lakukan adalah melakukan edukasi terhadap masyarakat terutama warganet yang aktif bermedsos. Literasi digital mutlak diperlukan agar warganet cerdas dalam bermedsos sehingga tidak terjebak dalam narasi hoax atau berita palsu. Hal ini masih menjadi tantangan bagi kita.
Fenomena sederhana kita masih sering menemukan yang tidak percaya covid-19 dan vaksin. Alasannya karena ada teori konspirasi. Mereka adalah korban-korban pasca kebenaran yang patut kita kasihani. Selama masih banyak orang yang tertipu dengan narasi hoax, maka bukan tidak mungkin kita akan mengikuti jejak Amerika Serikat. Namun jika masyarakat cerdas, maka Indonesia akan mampu menjadi negara demokrasi yang sehat.