Pentingnya SNI Kala Pandemi

MONITORDAY.COM - Pandemi kadang mengharuskan kita memilih lebih cermat. Antara kocek dan kualitas produk yang kita beli dan gunakan. Prioritas orang banyak yang berubah di kala pandemi melanda, ketika semuanya serba sulit banyak yang menurunkan standar hidupnya sebagai bentuk adaptasi di tengah persoalan hidup yang menghimpit.
Bagaimanapun kualitas tak boleh disepelekan. Alih-alih untung dengan membeli barang murah, tak sedikit yang buntung karena kualitas barang yang rendah bahkan akhirnya dibuang menjadi sampah. Orang harus disadarkan kembali terkait pentingnya untuk memastikan produk yang dikonsumsinya telah tersertifikasi SNI (Standar Nasional Indonesia).
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun telah meminta masyarakat untuk selalu memperhatikan setiap kemasan produk yang digunakan dalam keperluan rumah tangga.Kemasan yang digunakan harus yang memiliki Standar Nasional Indonesia atau SNI.
Penting untuk melindungi konsumen dan perusahaan lokal dari serbuan produk-produk luar yang banyak tidak memenuhi standar yang aman digunakan terutama untuk keperluan wadah makanan dan minuman. Hal itu ditujukan untuk semua produk, bukan spesifik bagi produk tertentu. Masyarakat bisa mengetahui jenis-jenis kemasan plastik yang digunakan dengan memperhatikan nomor kode yang ada di bagian bawah kemasannya.
Pastikan untuk membalik botol atau wadahnya dan lihat kemasannya itu nomor berapa. Kemasan itu memang tidak selalu bersentuhan dengan makanan atau isi di dalamnya. Konsumen harus tetap tahu mengenai bahan plastik yang produsen gunakan.
Masyarakat semestinya tidak sembarangan menggunakan atau mengonsumsi produk kemasan tanpa mereka tahu risikonya. Kemasan yang dipilih itu harus yang mengikuti aturan-aturan agar kualitas ‘packaging’ atau makanannya itu sesuai dengan standar keamanan untuk masyarakat Indonesia atau yang ber-SNI.
Dalam kasus saat ini ketika banyak beredar informasi hoaks tentang bahaya BPA (bisphenol A) pada kemasan galon. Padahal Kementerian Kominfo dan BPOM sudah membantah berita berita tersebut dan mengkategorikannya sebagai berita hoaks disinformasi.
Sesuai dengan Kode Identifikasi Resin (Resin Identification Code), plastik diklasifikasikan menjadi 7 tingkat (grade). Kode tersebut berupa simbol angka, dimulai dari kode simbol angka 1 hingga angka 7. Bentuk setiap kode simbol berupa angka yang dikelilingi oleh tiga anak panah berbentuk segitiga. Pada dasarnya semua bahan kemasan memiliki risiko luhuran (migrasi) bahan kemasan ke dalam produk makanannya.
Oleh karena itulah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai satu-satunya lembaga yang berhak menilai keamanan pangan dan mengeluarkan izin edar pangan telah memiliki standar tentang keamanan pangan dan kemasannya. Hal itu pun secara rutin dilakukan pengawasan pasar (post market) selain pengawasan ketika diproduksi.
Untuk produk air minum dan makanan aneka jenis kemasan telah diizinkan untuk digunakan mulai dari kaleng, botol gelas, karton, hingga aneka jenis plastik. Untuk kemasan air minum galon izin edar diberikan untuk kemasan PET (polietilena tereftalat) dan PC (policarbonat) karena memenuhi standar keamanan pangan yang telah ditentukan.
Namun, berdasarkan hasil uji kemasan pangan yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), kemasan pangan dari plastik PC ini masih aman digunakan jika memenuhi syarat ambang batas yang ditetapkan.
Batas maksimum BPA yang bermigrasi ke dalam pangan telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM No HK.03.1.23.07.11.6664 tentang Pengawasan Kemasan Pangan Tahun 2011, ditetapkan bahwa batas maksimum migrasi BPA untuk botol minum/galon/peralatan makan-minum lainnya 0,6 ppm.
“Hasil uji kemasan pangan dari plastik PC, sampai saat ini kadar BPA-nya masih memenuhi syarat ambang batas dan aman untuk digunakan,” ujar Direktur Pengawasan Pangan Risiko Tinggi dan Teknologi Baru BPOM, Ema Setyawati R baru-baru ini. Dia mencontohkan seperti yang ada pada produk galon guna ulang.
Karenanya, kata Ema, BPOM telah menerbitkan syarat migrasi kemasan. Untuk PET, migrasinya acetaldehyde, sedangkan untuk PC, migrasinya BPA. Kata Ema, semua jenis migrasi tentu bahaya, karenanya diatur batas maksimalnya. Jadi bukan hanya BPA yang bahaya, Acetaldehyde yang ada di galon sekali pakai juga bahaya kalau migrasinya melewati batas maksimalnya.
Maka, untuk menjamin galon/kemasan air minum dalam kemasarab (AMDK) yang beredar sesuai dengan syarat, BPOM melakukan pengawasan post market, salah satunya dengan melakukan sampling dan pengujian kemasan tersebut. Dalam data BPOM, sampai saat ini kemasan tersebut masih memenuhi syarat dan aman untuk digunakan.
Oleh karena itu, masyarakat dituntut untuk semakin cerdas mengolah informasi yang didapatkan sehingga tidak terjebak untuk percaya pada kabar bohong terkait produk makanan atau minuman yang dikonsumsi. Pastikan semuanya memiliki logo SNI, karena SNI adalah satu hal yang amat penting untuk jaminan mendapatkan produk terbaik di masa pandemi.