MONDAYREVIEW, Jakarta- Pembahasan RKUHP oleh Komisi III DPR bersama Pemerintah memasuki tahap akhir. Permasalahan perumusan norma dalam RKUHP khususnya terkait delik penghinaan diketahui tetap dipertahankan.
Terkait hal ini, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menyatakan salah satu delik penghinaan yang patut menjadi sorotan adalah penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden yang diatur dalam Buku Kedua Pasal 263 dan 264 RKUHP atau yang biasa disebut lesse majeste.
LBH Pers menilai jika kedua pasal tersebut tetap dirumuskan, maka dapat berpotensi terjadinya kriminalisasi terhadap bentuk kritik dan penyampaian pendapat yang ditujukan kepada Presiden dan Wapres.
"Dengan tetap dipertahankannya rumusan delik penghinaan Presiden dan Wakil Presiden dalam RKUHP, secara jelas merupakan bentuk pembangkangan terhadap Konstitusi" kata anggota LBH Pers, Ade Wahyudin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/2/2018).
Hal tersebut juga dianggap tidak mematuhi Putusan MK yang bersifat final dan berkekuatan hukum tetap. Rumusan norma kedua pasal tersebut sendiri memang telah diatur terlebih dahulu dalam Pasal 134 dan 137 KUHP.
Namun, Pasal 134 dan 137 tersebut telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006. Dalam pertimbangannya, MK menjelaskan bahwa Presiden dan Wapres tidak boleh mendapatkan perlakuan privilege hukum secara diskriminatif berbeda dengan kedudukan rakyat
Ade mengatakan MK dengan tegas menyatakan pasal tersebut secara konstitusional bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28 E ayat (2) dan (3) UUD 1945. "Dengan pertimbangan MK diatas telah secara jelas bahwa norma delik penghinaan terhadap Presiden dan Wapres inkonstitusional dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat," imbuhnya.
Oleh sebab itu, pihaknya mendesak DPR dan Pemerintah untuk mencabut Pasal 263 dan 264 yang diatur dalam Buku Kedua RKUHP karena bertentangan dengan Pasal 28 E ayat (2) dan (3) UUD NRI Tahun 1945 dan Putusan MK Nomor 013-022/PUU-IV/2006.
"Pemerintah dan DPR harus meninjau ulang rumusan delik penghinaan dan tidak ahistoris terhadap pasal penghinaan presiden dan wakil presiden yang sering digunakan untuk membungkam kritik dan pendapat masyarakat di masa lampau," pungkas Ade.
Editor: Elbach