Covid-19 dan Kerentanan Nelayan

Meluasnya penyebaran Covid-19 ternyata belum diiringi literasi nelayan dan masyarakat pesisir mengenai hal ini. Ditambah belum optimalnya penyebar-luasan informasi dan edukasi dari pemerintah.

Covid-19 dan Kerentanan Nelayan
Ilustrasi foto/Net

DI TENGAH penyebaran Covid-19 yang semakin meluas, sebagian nelayan dan pembudidaya tetap bekerja, melaut atau merawat tambak-tambaknya. Bagi nelayan kecil yang merupakan 96,34 persen dari seluruh nelayan di Indonesia, mereka tidak punya banyak pilihan: menghentikan aktifitas, yang artinya tiada pemasukan atau terus bekerja sambil berjaga agar virus korona tak mendarat di tubuhnya. Keselamatan dan kesehatan menjadi prioritas, tetapi ada niat mulia yang diselipkan seorang nelayan ketika pergi melaut: mencari nafkah bagi keluarga dan menyediakan pangan sehat untuk masyarakat.

Meluasnya penyebaran Covid-19 belum diiringi literasi nelayan dan masyarakat pesisir mengenai hal ini. Ditambah belum optimalnya penyebar-luasan informasi dan edukasi dari pemerintah. Kebijakan social/physical distancing bisa jadi tidak efektif jika melihat tingkat kepadatan penduduk dan bangunan di perkampungan nelayan pada umumnya. Apalagi beragam soal kesehatan di dalamnya seperti sanitasi, air bersih dan sampah. Ikhtiar yang mesti dilakukan adalah mencegah penyebarannya sedapat mungkin, di perahu-perahu nelayan, pasar ikan, rumah tinggal, warung kopi maupun pelabuhan.

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), tempat organisasi penulis saat ini, terus mendapat laporan tentang situasi dan dampak penyebaran Covid-19 terhadap nelayan kecil/tradisional di daerah. Nelayan rajungan di Serang misalnya, melaporkan sebagian besar dari mereka berhenti melaut, juragan tidak bisa lagi membeli hasil tangkapan. Pembudidaya bandeng dan udang di Indramayu menunda panen karena harga jatuh, pengiriman udang dan ikan pun nyaris terhenti ke luar kota. Nelayan Jakarta di pulau Pari juga mengeluhkan hal serupa.

Di pulau ikan sulit dijual, pariwisata nyaris lumpuh, pasokan bahan makanan dan BBM sudah mulai tersendat. Cerita serupa kami dengar dari nelayan anggota KNTI di Kalimantan Utara, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Utara, Aceh dan berbagai tempat lainnya di Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan juga sudah mendapat laporan terjadi penurunan permintaan ikan hingga 20 persen akibat Covid-19.

Nelayan dan pembudidaya berharap agar hasil ikan mereka bisa terus dibeli, entah bagaimana caranya. Gudang-gudang pendingin harus difungsikan untuk menampung hasil perikanan. Anggaran pusat dan daerah sedapat mungkin dialokasikan untuk menjaga pasokan pangan (perikanan dan pertanian) tetap tersedia bagi seluruh warga, utamanya bagi saudara di kota-kota. Segera susun kebijakan dan relokasi anggaran untuk skema “jaring pengaman sosial” yang efektif dan meluas untuk nelayan dan pembudidaya. Setidaknya 20 sampai 48 persen nelayan dan 10 hingga 30 persen pembudidaya tergolong miskin. Jika tidak segera ada solusi, ancaman baru mengintai nelayan/petambak: hutang yang membengkak kepada tengkulak, juragan, rentenir, maupun perbankan. Akibat jangka panjangnya mudah ditebak, mereka terus terjerembab dalam kemiskinan.

Seringkali nelayan memiliki keterbatasan modal untuk memenuhi kebutuhan pembelian armada penangkapan, mesin, alat tangkap, sarana pendukung dan biaya operasional. Kondisi-kondisi ini berimplikasi terhadap kelangsungan usaha yang dimiliki, sehingga nelayan memerlukan strategi dalam mengatasi kerentanan tersebut. Salah satu strategi yang dilakukan nelayan untuk memenuhi kebutuhan modal adalah dengan cara berhutang. Pada banyak kasus, hutang ini menjadi “lingkaran setan” yang tidak pernah ada habisnya. Sehingga berkontribusi pada kondisi kemiskinan nelayan dan pembudidaya yang semakin dalam. Hal ini pula yang acapkali menimbulkan konflik yang sangat serius di lapangan. Sebagaimana terjadi dalam kasus pertambakan eks Dipasena di Lampung di masa lalu akibat dari kemitraan Inti-Plasma yang sangat tidak adil.

Para nelayan berharap agar pandemi cepat berlalu. Protokol pencegahan penyebaran Covid-19 mulai disosialisasikan sebisanya di kampung-kampung nelayan, baik oleh pemerintah maupun pengurus KNTI di daerah. Seraya berdoa agar Allah SWT, Tuhan YME memberikan kesehatan dan menganugerahi kekuatan kepada pemerintah dan pekerja medis mengatasi krisis ini.

Saya ingat seorang kawan pernah berucap, nelayan telah membuktikan ketangguhan menghadapi gelombang lautan dan virus ikan yang menyerang tambak, sekarang mereka harus tangguh menghadapi Covid-19.