Kampus dan Menara Air Pengetahuan

MONITORDAY.COM - Era Pandemi Covid-19 memberikan tantangan yang tak ringan bagi dunia pendidikan, terutama pendidikan tinggi. Ekonomi yang merosot dan kebijakan pembatasan sosial membuat kampus-kampus sulit bergerak. Sedikit sekali orang yang mau masuk perguruan tinggi di tengah situasi yang serba sulit.
Bagi kampus-kampus yang bisa melakukan adaptasi dan inovasi lebih cepat maka ini tentu tak jadi soal. Tapi bagi kampus-kampus yang tak memiliki kapasitas melakukan transformasi, maka ia seperti ada tapi sesungguhnya tiada.
Merujuk data yang dikumpulkan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) menyebutkan, wabah Covid-19 berdampak pada menurunnya proses pendaftaran mahasiswa baru di perguruan tinggi swasta (PTS). Jumlahnya cukup signifikan, antara 15 bahkan hingga 50 persen.
Data penurunan jumlah mahasiswa ini tentu saja sangat memprihatinkan. Karena perguruan tinggi sejatinya merupakan organisasi paling sempurna sebagai rujukan inovasi. Mestinya, perguruan tinggi paling responsif dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta organisasi yang fleksible.
Karena itu, amat disayangkan jika dalam situasi pandemi dan juga revolusi industri 4.0 masih banyak kampus yang berorientasi pada pembangunan fasilitas secara fisik. Dan ini berkali-kali juga sudah diingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pada Kamis, 3 Maret 2021 misalnya. Ketika meresmikan Kampus Baru Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) di Kota Serang, Jokowi menyebut pembangunan jangan dilihat secara fisik semata. Tapi juga harus mewakili semangat memajukan pendidikan tinggi dalam menyiapkan SDM yang unggul.
“Kampus ini bukan kita lihat hanya secara fisik, tapi kampus baru ini harus mewakili spirit baru untuk memajukan pendidikan tinggi di Provinsi Banten. Memacu kita semua untuk berkonsentrasi menyiapkan SDM unggul untuk memenangkan persaingan global yang makin sengit,” ujar Jokowi, di Kampus Untirta, Kamis (4/3/2021).
Apa yang disampaikan Pak Jokowi tersebut jelas sangat menohok. Tidak saja bagi para jajaran Kampus Untirta yang hari itu berbahagia karena kampus barunya diresmikan presiden. Tapi juga bagi para pegiat pendidikan dan terutama Menteri Pendidikan yang siang itu juga hadir menemani Pak Jokowi.
Pak Jokowi dalam kesempatan tersebut juga mnegaskan, bahwa perguruan tinggi janganlah seperti menara gading. Perguruan tinggi, harus memfungsikan diri sebagai menara air. Kata dia, hasil penelitian dan inovasi yang dibuat kampus harus dirasakan masyarakat. Jokowi menekankan itu, karena di sekitar kita saat ini banyak masyarakat yang ada di garis kemiskinan dan keterbelakangan.
Semua yang dikatakan Jokowi tersebut sebetulnya hendak mengingatkan kita, atau siapapun yang konsen terhadap dunia pendidikan. Terutama kepada kampus-kampus yang masih gemar melakukan pembangunan secara fisik semata. Yang belum juga siuman, akan pentingnya sarana lain yang memanfaatkan teknologi digital.
Narasi besar tentang masa depan kampus-kampus di tanah air ini tentu merujuk pada tantangan Indonesia masa depan, daya saing, dan juga inovasi kita yang masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya di dunia.
Merujuk pada data yang dirilis Impact Ranking pada Times Higher Educatioan (THE) tahun 2020, maka baru Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan IP University yang bertengger di peringkat 100 besar. Dimana UI berhasil meraih peringkat 47, sementara UGM pada peringkat 72, dan IPB peringkat 77.
Karenanya amatlah penting meningkatkan kualitas keterampilan para lulusan perguruan tinggi dengan teknologi digital. Karena bisa kita lihat saat ini betapa dampak pemanfaatan ekonomi digital telah mengubah segalanya. Para penjaga toko yang tak lagi dibutuhkan akibat kehadiran e-commerce, data entry yang berganti data analitik, dan big data. Semua itu telah mengubah tatanan hdup kita saat ini.
Makanya ironis, jika ada kampus atau perguruan tinggi yang masih saja berorientasi pembangunan secara fisik.
Mestinya, yang dilakukan saat ini adalah mempersiapkan pembelajaran inovatif (kemampuan data informasi, IoT, big data dan sebagainya). Jika tak dilakukan perubahan, maka kampus-kampus yang ada saat ini tinggal menunggu saja kapan ajalnya tiba.
Seperti air yang senantiasa mengalir dari tempat yang tinggi menuju tempat yang lebih rendah, maka perguruan tinggi saat ini perlu melakukan beberapa langkah strategis. Misalnya, melakukan upaya digitalisasi ketimbang membangun secara fisik.
Upaya ini dilakukan, untuk menyesuaikan dengan trend penggunaan internet di kalangan Generasi Z. Executive Director Nielsen Media, Hellen Katherina mencatat bahwa, kepemilikan smartphone dalam Gen Z mencapai 86 persen. Lebih banyak dibanding generasi lainnya. Waktu berinternet mereka setiap hari, kata dia, adalah 4 jam.
Terutama semasa pandemi, dua hal yang paling sering dilakukan Gen Z di rumah adalah belajar online dan bermain games. Itu artinya, jika kondisi ini terus berjalan maka, pembangunan kampus secara fisik semata menjadi tidak relevan lagi.
Sebaliknya, pembangunan kampus harus diarahkan pada fasilitas online learning, sampai untuk riset dan praktik pun saat ini sudah bisa dilakukan secara online dengan teknologi vitual reality (VR).
Futuris Finansial asal Negeri Paman Sam, Jason Schenker menyebut bahwa untuk memadukan pendidikan dan keterampilan baru di era digital, perguruan tinggi harus menemukan cara-cara baru untuk melayani dan mengedukasi banyak orang. Kampus-kampus menurut dia, saat ini dipaksa melintasi Rubicon pendidikan daring. Kampus-kampus ternama sekelas Harvard University saat ini, dan bahkan jauh sebelum pandemi telah menawarkan pendidikan secara daring. Itulah upaya yang harus ditangkap dan dikembangkan kampus-kampus, ketimbang melakukan pembangunan secara fisik.
Tentu saja untuk mengarah ke sana, kampus-kampus perlu bekerja ekstra terutama dari sisi pengajarnya. Kampus perlu melakukan penyesuaian antara kurikulum, tenaga pengajar, dan permintaan pasar. Salah satunya dengan melakukan sejumlah training bagi para dosen lulusan tahun 90-an dan 2000-an. Masa ketika ingin terhubung dengan jaringan internet, kita harus punya saluran telepon dan bertengkar dengan orang lain yang ingin menelepon seseorang.
Hanya saja perlu diingat, bila upaya melayani pasar untuk mencetak kreatif profesional tersebut jangan lah sampai melupakan tri dharma peruruan tinggi. Para lulusan kampus selain memiliki skill dan pengetahuan berorientasi pasar, namun juga menjadi manusia pembelajar yang sadar akan pentingnya mengabdi untuk masyarakat.
Bila tidak dilakukan, maka kampus hanya akan menjadi agen-agen kapitalis yang makin jauh dari misi kemanusiaan. Mereka lebih gemar duduk di menara gading, ketimbang duduk di menara air. [ ]