Blended Learning: Berhasil di Eropa, Gagal di Indonesia
Penerapan metode ini di Indonesia masih menghadapi banyak kendala - terutama menyangkut pembelajaran online.

MONDAYREVIEW.COM – Blended learning atau metode belajar campuran merupakan metode belajar yang menggabungkan antara kegiatan belajar online dan offline.Metode blended learning ini merupakan solusi bagi pembelajaran di tengah pandemi. Hal ini dikarenakan pada masa pandemi, pembelajaran tidak mungkin dilakukan secara luring, namun mesti digabung dengan daring. Di Eropa pembelajaran campuran sudah mulai dilakukan sejak tahun 1970-an seiring dengan ditemukannya internet. Di Indonesia pun lembaga pendidikan seperti Universitas Terbuka menyelenggarakan pendidikan dengan metode ini.
Menghadapi pandemic covid-19 yang menyerang ke seluruh dunia, Eropa pun kembali memasifkan blended learning yang tadinya adalah metode pembelajaran alternative. Negara-negara Eropa seperti Jerman, Norwegia, dan Denmark, sudah mulai mengadopsi metode pembelajaran campuran untuk membantu mengadakan kelas di tengah pandemi. Dengan melakukan kelas secara online dan offline, sekolah bisa berjalan dengan baik selama pandemi. Metode belajar campur mungkin berhasil di Eropa, tapi pelaksanaannya di Indonesia masih sulit meski metode tersebut berpotensi untuk mereformasi sektor pendidikan di negara ini.
Negara-negara di Eropa melakukan pembelajaran campuran dengan membatasi jumlah siswa dalam satu maksimal sebanyak 10-15 siswa dan mengadakan pembelajaran tatap muka dengan online secara bergantian. Selama pembelajaran tatap muka di kelas, siswa berdiam di dalam kelompok-kelompok kecil. Waktu belajar di kelas juga dipersingkat untuk menghindari infeksi COVID-19. Beberapa berpendapat bahwa penggunaan metode belajar campur selama pandemi dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan aman karena materi sekolah yang disampaikan secara online dan offline akan mempersingkat waktu belajar.
Namun, penerapan metode ini di Indonesia masih menghadapi banyak kendala - terutama menyangkut pembelajaran online. Sebuah penelitian menyatakan bahwa metode ini merupakan metode pembelajaran yang efektif jika siswa dan guru memiliki kemampuan dan pengalaman dalam menggunakan teknologi. Kesenjangan digital di Indonesia membawa tantangan untuk metode pembelajaran ini, karena metode ini masih bergantung pada pembelajaran online.
Lismah (52), seorang pengelola PAUD di Cirebon, sudah mencoba untuk menerapkan metode belajar campur selama pandemi ini. Ia mengalami kesulitan dalam menyelenggarakan kelas secara online karena banyak orang tua siswa yang memiliki sumber daya teknologi yang terbatas. Menerapkan metode belajar campur di Indonesia membawa beban tambahan bagi para guru karena mereka diharapkan dapat menguasai dua metode mengajar, yaitu secara jarak jauh dan tatap muka.
Edi Subkhan, seorang dosen teknologi pendidikan dan kurikulum di Universitas Negeri Semarang, Jawa Tengah, juga berpendapat bahwa sekolah dan guru harus terlebih dulu memiliki kapasitas tertentu untuk menerapkan metode pembelajaran ini. Kembali ke sekolah di tengah pandemi, bahkan dalam suasana dengan metode belajar campur, dapat terasa meresahkan. Apalagi ketika murid sudah lama tidak melakukan pembelajaran tatap muka.
Meskipun dalam pelaksanaannya masih banyak hal yang mesti dievaluasi, namun pelaksanaan blended learning menjadi peluang bagi pelaksanaan reformasi pendidikan di Indonesia. Seiring dengan berjalannya waktu guru-guru di Indonesia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan kondisi sehingga akan mampu beradaptasi dengan metode campuran offline dan online. Hal ini tentu memerlukan dukungan dari pemerintah guna meningkatkan kualitas tenaga kependidikan pada masa pandemi.