Bisnis Yang Tak Akan Pernah Merugi

Bisnis Yang Tak Akan Pernah Merugi
Ilustrasi Kesepakatan Bisnis

MONITORDAY.COM - Secara historis kata bisnis berasal dari bahasa Inggris business. Kata dasarnya busy yang berarti "sibuk" baik dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.

Dalam ekonomi kapitalis, di mana kebanyakan bisnis dimiliki oleh pihak swasta, bisnis dibentuk untuk mendapatkan profit dan meningkatkan kemakmuran para pemiliknya. Pemilik dan operator dari sebuah bisnis mendapatkan imbalan sesuai dengan waktu, usaha, atau kapital yang mereka berikan. Namun, tidak semua bisnis mengejar keuntungan seperti ini, misalnya bisnis koperasi yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan semua anggotanya atau institusi pemerintah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Model bisnis seperti ini kontras dengan sistem sosialistik, di mana bisnis besar kebanyakan dimiliki oleh pemerintah, masyarakat umum, atau serikat pekerja.

Secara etimologi, bisnis berarti keadaan di mana seseorang atau sekelompok orang sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata "bisnis" sendiri memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya-penggunaan singular kata bisnis dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. Penggunaan yang lebih luas dapat merujuk pada sektor pasar tertentu, misalnya "bisnis pertelevisian." Penggunaan yang paling luas merujuk pada seluruh aktivitas yang dilakukan oleh komunitas penyedia barang dan jasa. Namun definisi "bisnis" yang tepat masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini (Wikipedia Indonesia).

Bisnis sebagai bentuk kegiatan yang berorientasi pada keuntungan, realitasnya tidak selalu menghasilkan keuntungan boleh jadi malah memperoleh kerugian. Meskipun pelaku bisnis menggunakan banyak waktu, mengalokasikan kapital yang sangat besar, dan menguras energi yang sangat banyak untuk kegiatan bisnisnya. Disamping itu, bisnis yang dilakukan manusia baik secara individu maupun secara kolektif lebih menitik beratkan pada aspek material dan cenderung menegasikan aspek spiritual (rasa tenang, damai, aman, nyaman, dan harmoni).

Secara realita, sering ditemukan orang yang secara materi beruntung sehingga kehidupannya bergelimang harta tetapi merasa kesepian, resah dan gelisah, bahkan ditengah-tengah kehidupan yang bergelimang harta ada orang yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Hal ini merupakan indikasi bahwa setiap insan dalam menjalani kehidupan ini selalu berharap memperoleh keuntungan yang seimbang antara material dan spiritual.

 

Adakah bisnis yang dapat menghasilkan keuntungan material dan spiritual yang seimbang? Bagaimanakah bentuk bisnis yang menghasilkan keuntungan material dan spiritual yang seimbang ?

Berbahagialah orang yang beriman terhadap al-qur’an dan meyakini bahwa al-qur’an merupakan wahyu Allah Swt. Sebagai pencipta dan pemelihara ciptaan-Nya (manusia) Allah Swt memberi petunjukan melalui al-qur’an untuk melakukan bisnis yang dapat meraih keuntungan material dan spiritual  yang seimbang.    

Allah Swt berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (Al-Qur`ān), mendirikan salat, dan menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepadanya dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan rugi. (QS. Fathir [35]: 29).

Berdasarkan firman Allah Swt tersebut, ada tiga aktivitas bisnis yang tidak akan merugi atau dapat menguntungkan baik secara material maupun spiritual, yaitu; Pertama, aktivitas yang berkaitan dengan membaca al-qur’an; kedua, aktivitas yang berkaitan dengan mendirikan sholat, dan ketiga, aktivitas yang berkaitan dengan berinfak dari rizqi yang telah diberikan oleh Allah Swt dengan cara memberakan kepada yang berhak menerimanya tanpa mempertimbangkan situasi dan kondisi.

Kedudukan al-qur’an bagi manusia merupakan petunjuk, menjelaskan atas berbagai petunjuk itu, dan juga menjadi pembeda (dari kitab-kitab lainnya) [QS.2:185]. Disamping itu, al qur’an juga merupakan cahaya dan pedoman hidup manusia menuju jalan kedamaian dan jalan lurus, menjadi obat bagi penyakit hati (iri, dengki, sombong, arogan, dlsb), dan merupakan rahmat (kasih sayang Allah Swt. bagi yang mengimaninya) [QS.5:15-16];[QS.45;20] dan;[QS.17:82].

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani dan akal fikiran (al-af’idah), agar kamu bersyukur (memfungsikan pemberianNya)”. Demikian Allah Swt berfirman dalam [QS.16:78]. Karena ketidak tahuan manusia, dan dengan hanya mengandalkan kemampuan melihat dan mendengar serta kemampuan berfikir tanpa bimbingan wahyu dari Allah Swt. lahirlah hasil pemikiran (dugaan) bahwa keberadaan manusia di muka bumi adalah “kebetulan”  bermula dari sel tunggal kemudian berevolusi menjadi sel banyak dan primata manusia berasal dari kera.

Lalu berkembanglah hasil pemikiran ini dalam berbagai bentuk teori tentang manusia. Salah satu diantaranya teori yang mengungkapkan bahwa “manusia merupakan hewan yang berfikir”. Boleh jadi teori ini yang menjadi trigger (pemicu) kenapa manusia berprilaku layaknya hewan.

Al-qur’an sebagai pedoman dan petunjuk, membimbing manusia dengan informasi bahwa keberadaannya di muka bumi bukan kebetulan tetapi diciptakan oleh Allah Swt. dengan tujuan penciptaannya yang sungguh amat mulya yaitu; menjadi khalifatullah fil ‘ard  (pengelola bumi) dan sekaligus menjadi Abdullah (hamba Allah untuk melaksanakan pengabdian kepada Allah dalam rangka melaksanakan tugas kekhalifahan). Dengan berpedoman pada petunjuk ini, manusia terhidar dari prilaku hewan antara lain: tamak, rakus, dan tidak peduli terhadap penderitaan dan perasaan manusia lainnya. Konsekwensi logisnya, terwujudnya kehidupan yang aman, nyaman, damai, selamat, dan harmonis. “Yang paling baik diantara kalian adalah orang yang mempelajari al-qur’an dan mengajarkannya” (Al-Hadist). (bersambung)