Berharap Cuaca Segera Panas Agar Laju Covid-19 Terhenti

Apakah suhu tropis yang relatif panas akan menghambat laju Covid-19? Pertanyaan itulah yang coba dijawab melalui serangkaian penelitian oleh para ahli. Tentu tanpa meremehkan kebijakan untuk menurunkan mobilitas dan kontak antar individu baik di lingkungan kerja maupun lingkungan sosial.  

Berharap Cuaca Segera Panas Agar Laju Covid-19 Terhenti
ilustrasi cahaya matahari/ net

MONITORDAY.COM – Apakah suhu tropis yang relatif panas akan menghambat laju Covid-19? Pertanyaan itulah yang coba dijawab melalui serangkaian penelitian oleh para ahli. Tentu tanpa meremehkan kebijakan untuk menurunkan mobilitas dan kontak antar individu baik di lingkungan kerja maupun lingkungan sosial.  

Kebijakan social distancing, physical distancing dan karantina menjadi salah satu pilihan dalam menahan laju transmisi virus dari manusia satu ke manusia lainnya. Transmisi lokal sudah terjadi di beberapa kota di Indonesia. Terutama di Jakarta yang padat penduduk.

Disamping itu kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, rajin olahraga, banyak minum air putih, dan mengkonsumsi nutrisi yang memadai menjadi ‘senjata’ mempertahankan diri dari serangan infeksi virus zoonotic SARS-nCov2. Virus yang menyebabkan penyakit virus corona yang dikenal sebagai Covid-19.

Wuhan dan Tiongkok pada umumnya dihantam Covid-19 saat cuaca masih relatif dingin sebelum dan selama liburan Imlek. Sejauh ini Tiongkok menjadi negara yang dianggap paling berhasil dalam menangani wabah ini. Kebijakan keras dalam mengunci total Kota Wuhan dan mengunci secara parsial beberapa kota lainnya di negeri itu selama 2 bulan membuahkan hasil penurunan jumlah infeksi baru. Kebijakan yang mungkin hanya bisa diterapkan dalam sistem politik sosialis-komunis yang sentralistik.

Giliran Eropa dan Amerika Serikat yang mengalami hantaman dahsyat lonjakan pasien Covid-19. Banyak faktor mempengaruhi penyebaran virus. Italia dan Spanyol menjadi negara di belahan benua Eropa yang memiliki tingkat penularan dan kematian yang tinggi. Disamping prosentase usia penduduk lansia, mobilitas tinggi, kultur tinggal serumah dalam keluarga besar dimana anak muda bertemu lansia setiap hari, ada juga faktor iklim yang diduga mempengaruhi penyebaran virus.

Lonjakan jumlah kasus baru dan kematian baru di AS mulai mengkhawatirkan banyak kalangan. Ketersediaan kebutuhan medis termasuk ventilator bagi pasien yang mengalami gagal nafas menjadi salah satu isu penting. Upaya melandaikan kurva jumlah pasien yang harus dirawat lebih mencemaskan lagi di negara yang fasilitasnya terbatas.

Angka pasien yang terkonfirmasi positip Covid-19 di Indonesia telah melebihi 1.000 orang dengan jumlah kematian yang tinggi. Kemungkinan tingkat infeksi yang jauh lebih tinggi dari yang terkonfirmasi muncul karena masih sedikitnya tes atau pengujian menggunakan metode PCR atau swab test melalui air liur pasien.

Salah satu yang masih menjadi harapan Indonesia adalah cuaca hangat yang diduga memperlambat penyebaran virus. Harapan ini tentu bukan alasan untuk mengendorkan upaya pencegahan melalui kebiasaan hidup sehat dan menekan seminimal mungkin kontak antar manusia dan mobilitas sehari-hari.

Saat wabah merebak Di Tiongkok wilayah utara lebih banyak terpapar dibanding wilayah selatan. Penelitian Universitas Beihuang dan Tsinghua mengkonfirmasi temuan tersebut.

Di Amerika Serikat juga menunjukkan data dimana negara-negara bagian di utara lebih tinggi tingkat pasien terkonfirmasi. Para peneliti di Massachusets Institute of Technology (MIT) menyimpulkan hal tersebut. Bulan Maret AS baru memasuki awal musim semi. Suhu udara relatif masih rendah terutama di malam dan pagi hari. AS baru akan memasuki musim panas pada pada bulan Juni.  

Demikian juga di Italia. Wilayah utara seperti Lombardy menjadi area terdampak paling parah. Namun penyebaran terjadi ke selatan karena diduga banyak anak muda Italia di Utara yang mudik ke Selatan dan menemui anggota keluarganya yang berusia lanjut.

Italia bagian utara relatif lebih kaya. Lombardy berada di dekat Milan yang menjadi salah satu pusat mode dunia. Semakin ke Selatan semakin miskin dengan fasilitas kesehatan yang semakin terbatas. Roma di tengah. Naples, Sicilia, dan beberapa kota di Selatan lebih mengkhawatirkan kala karantina diberlakukan.

Cuaca yang lebih dingin di malam hari menjadi salah satu faktor yang mencemaskan di negara-negara yang baru memasuki musim semi. Di malam hari (30/3/2020) suhu di Italia diperkirakan 9 derajat Celcius dan di siang hari mencapai 17 derajat Celcius. Kelembapan udaranya cukup tinggi yakni 90%.  

Swedia diberitakan memberi kelonggaran pada warganya untuk menikmati matahari musim semi yang hangat. Dengan data demografis yang menunjukkan lebih banyak warganya yang tinggal sendiri maka Swedia lebih ‘aman’ dibanding Italia yang warganya lebih banyak tinggal dalam keluarga besar.