Korona dan Dramatisasi Media
Kewaspadaan perlu untuk menjaga tidak tersebarnya virus ini terutama mengikuti himbauan pemerintah dan medis, agar penularanya tidak tersebar. Tapi kita cuga perlu mengurangi kepanikan dan kecemasan untuk tidak berlebihan menanggapi informasi yang diberitakan.

Dunia heboh dengan adahnya virus korona atau Covid-19. Efeknya begitu dashyat, melumpuhkan banyak aspek kehidupan warga dunia; aspek ekonomi, pendidikan, perbankkan, semua terhenti demi menghentikan laju penyebaran covid-19 (lockdown).
Jika mengikuti semua protokol yang dianjurkan WHO ataupun otoritas lainnya, Covid-19 sejatinya bisa diatasi dengan memprioritaskan kebersihan, olahraga, menjaga pola makan dan kekebalan tubuh, dan terutama jauhi keramaian. Tapi keberadaan covid-19 lantas menjadi menakutkan.
Betul bahwa, kewaspadaan perlu untuk menjaga virus ini tak tersebar lebih luas. Namun penting juga kita bisa menjaga agar masyarakat tidak panik dan cemas berlebihan.
Karena itu, penting agar media lebih bijak dalam membuat dan menyebarkan berita. Berita positif lebih dianjurkan ketimbang sekadar mencari sensasi tanpa konfirmasi.
Harapannya, warga yang keranjingan media sosial bisa mendapat narasi alternatif. Bahwa sekian banyak orang telah terpapar virus korona, namun berita baiknya semua berpeluang sembuh. Itu penting.
Seperti di Indonesia saat ini, berdasarkan informasi yang dirilis Monitorday per tanggal 29 Maret, sudah ada 1.285 kasus positif korona, 114 Meninggal, 64 sembuh. Secara kuantitatif, memang ada peningkatan tersebarnya covid-19. Tapi alangkah baiknya jika data ini lantas disertai dengan upaya maksimal pemerintah dalam mencegah agar virus korona tak berkembang lebih luas.
Pemerintah manapun pasti menempatkan keselamatan dan nyawa warganya di atas segalanya. Tapi juga penting agar media juga mendorongnya agar pemerintah memperhatikan kondisi warganya, terutama dari sisi ekonomi. Mereka bisa dijauhkan dari Covid-19, tapi apakah mereka bisa dijauhkan dari upaya mencari sumber kehidupan?
Ada banyak fakta yang berusaha diungkap media soal penanganan Covid-19, soal penanganan, kondisi tenaga medis, kebijakan karantina wilayah dan lain sebagainya. Itu sah-sah saja. Tapi di sisi lain, itu justru membuat wabah Covid-19 ini menjadi kian menakutkan.
Di sinilah dilemanya, antara kewajiban mengungkap fakta, mengejar hits berita, dengan peran serta seluruh warga negara menangkal pandemi Covid-19. Alam demokrasi dan kebebasan berpendapat pun menjadi buah simalakama.
Di titik ini, jangan salahkan jika ada pikiran sebagian warga yang bermimpi soal leadership model negara-negara yang otoritarian, atau bahkan khilafah sekalipun yang nyata-nyata terlarang di negeri ini.
Tapi, tentu kita juga tak mau menjadi orang yang ikut mengantri di belakang orang-orang yang agnostik; pasrah pada keadaan sembari mengeluarkan sumpah serapah.
Semua orang, bisa menyumbang tenaga dan pikirannya. Terutama media yang katanya menjadi refleksi terhadap realita yang ada. Caranya bagaimana?
Tentu dengan selalu memegang teguh prinsip cover borth side, atau keseimbangan berita. Suara-suara kritis penting untuk diberitakan, tapi segera diimbangi dengan konfirmasinya, jangan dibiarkan mengambang.
Ini penting, karena jika tidak diimbangi maka kepala orang keburu penuh oleh berita miring soal Covid-19. Padahal, mengatasi Covid-19 kita butuh kekuatan semesta.
Soal pemabatasan wilayah atau lockdown misalnya, narasi yang terbangun saat ini pemerintah lebih mempertimbangankan kepentingan ekonomi. Kepala warga penuh oleh kemendesakkan lockdown.
Pertanyaannya, apa mungkin manusia waras lebih mengutamakan kepentingan sesaat seperti quote viral yang diungkapkan Presiden Ghana? Sekali lagi jawabannya pasti tidak.
Dan lihatlah bagaimana India, yang dalam beberapa hari terakhir melakukan lockdown secara matang ternyata malah chaos dan kini menghadapi ancaman ketakutan untuk tidak makan.
So, mari berpikir dengan kepala dingin dan bertindak dengan perhitungan yang matang. Jika warga memang menuntuk karantina segera dilakukan, maka silahkan beritakan. Tapi senyampang dengan itu, mari pula kita paparkan tentang bagaimana dan kapan lockdown semestinya dilakukan.