Bali, Permata yang Tak Lagi Hilang

MONITORDAY.COM - Bali, sudah terlanjur memasukan semua telurnya dalam satu keranjang bernama pariwasata, lalu ketika pandemi datang pecahlah sudah semua telur itu. Mengunjungi Bali di penghujung tahun 2021 seperti memandangi wajah saudara yang sedang murung.
Pariwisata yang jadi urat nadi ekonomi sebagian besar warganya belum pulih kembali. Pandemi betul-betul merontokkan sendi kehidupan masyarakat di Pulau Dewata.
Semua senyap, sektor hospitality kini nyaris hanya bergantung pada wisatawan lokal yang jumlahnya tidak terlalu signifikan dibanding wisatawan mancanegara. Biasanya, tiap tahun rata-rata wisatawan mancanegara yang berkunjung sekitar 20 juta turis.
Kawasan Kuta, Legian, Canggu, dan Nusa Dua di malam hari seperti kota hantu, sunyi senyap. Dalam keadaan normal, kawasan ini adalah surga dunia, bule-bule Australia dan Eropa berhamburan keluar malam. Kawasan ini seperti hidup 25 jam dalam sehari. Jangan bayangkan apa yang terjadi sekarang, lampu-lampu dunia malam di sana telah redup, berganti kesunyian.
Kemudian, bergeser ke arah utara, di kawasan Ubud, Kintamani, dan Seminyak. Villa-villa kelas atas dibanderol murah demi menarik minat wisatawan domestik.
Kita memang hidup di dunia yang tidak ideal, masyarakat Bali adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional, patuh, dan cinta pada lingkungannya. Namun, mereka-lah yang merasakan betul pukulan pandemi ini, yang muasalnya disebabkan oleh manusia perusak lingkungan.
Ari Sugiono, salah satu pelaku pariwisata di sana menuturkan, dirinya yang berprofesi sebagai staf di sebuah perusahaan multinasional yang bergerak di bidang jasa transportasi pesawat jet mesti kehilangan pendapatan yang sangat signifikan, pada awal tahun lalu, dia memutuskan untuk berhenti bekerja di perusahaannya itu karena tidak ada aktivitas di Bandara Internasional.
Belum dibukanya pintu penerbangan internasional di Bandara I Gusti Ngurah Rai jadi biang keladi, dan tentu saja karena pandemi Covid-19. Syarat seorang pelancong internasional ingin ke Bali, mereka harus masuk melalui Bandara Soekarno-Hatta, melewati berbagai prosedur yang njlimet, dan syarat karantina selama beberapa hari.
Baru kemudian terbang ke Bali, dan semua biayanya ditanggung sendiri. Akhirnya, para turis tersebut lebih memilih negara tujuan wisata yang memiliki regulasi lebih longgar seperti Thailand.
Nasib serupa juga dialami Supriatna, penyedia jasa jet ski dan diving di Bayu Suta, Tanjung Benoa itu kini hanya bisa berdoa, tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain itu untuk bertahan. Sejak pandemi, turis dari China yang biasanya menyerbu kawasan pesisir Tanjung Benoa kini lenyap.
Dampak yang lebih besar dirasakan juga di sektor UMKM, penjual pernak-pernik, kerajinan tangan, busana khas Bali, dan sebagainya, mengalami anjloknya omzet. Para perantau dari desa di Denpasar, pulang ke desa masing-masing untuk beralih profesi sebagai petani. Ada pula yang mencoba menyambung hidup dari bekerja kasar dan menjadi nelayan.
Dalam sebuah kesempatan, Desember silam, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno melakukan pertemuan dengan Gubernur Bali, I Wayan Koster dan Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati untuk membahas langkah-langkah pemulihan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif sehingga perekonomian Bali dapat kembali bangkit dengan terbukanya lapangan kerja.
Sandiaga mengungkapkan, ada beberapa hal yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Terutama berkaitan dengan visa, penerbangan langsung (ke Bali), karantina, dan evaluasi pemilihan negara serta terkait usulan Bali sebagai bandara penerima karantina dan perjalanan luar negeri.
Terlebih Bali juga akan menjadi lokasi utama pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada 2022 mendatang. "Jadi bagaimana kita mengonversi minat ini menjadi kunjungan yang sesuai dengan keinginan kita membangkitkan pariwisata dan ekonomi di Bali, khususnya untuk membuka peluang usaha dan lapangan kerja,"kata Sandiaga di laman website Kemenparekraf.
Nantinya, hasil pertemuan ini akan dibahas lebih lanjut dalam rapat terbatas dengan kementerian dan lembaga terkait yang hasilnya akan dilaporkan ke Presiden Joko Widodo.
Dan kabar gembira itu pun datang, di awal Maret 2022 pintu masuk Bali dibuka kembali untuk turis asing setelah hamir dua tahun ditutup akibat pandemi.
Gubernur Bali, Wayan Koster mengatakan, pada tanggal 7 Maret 2022 wisatawan mancanegara dan pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) yang ke Bali sudah tanpa karantina. Selain itu juga sudah diberlakukan bebas visa atau Visa On Arrival (VOA).
Menyambut itu Bandara internasional Ngurah Rai telah melakukan simulasi mempersiapkan para wisatawan untuk kembali. "Itu sudah final kemarin, 7 Maret 2022 tanpa karantina dan layanan visa on arrival khusus untuk Bali mulai tanggal 7 Maret," kata Koster.
Sementara, persyaratan kesehatan bagi PPLN yang masuk ke Bali adalah sudah vaksinasi lengkap atau sudah booster. Lalu negatif tes swab PCR sebelum keberangkatan, memiliki bukti lunas booking hotel, minum 4 hari di Bali, mengikuti tes swab PCR pada saat kedatangan dan apabila hasil negatif PPLN diizinkan melakukan ke semua destinasi wisata di seluruh Bali.
Koster juga memprediksi, dengan kebijakan tanpa karantina dan visa on arrival akan semakin banyak wisatawan mancanegara berkunjung ke Bali. Selain itu, juga mencegah permainan mafia visa dan karantina.
"Jelas semakin banyak wisatawan. Sekarang penerbangannya minta ke Bali nambah terus. Maka dengan visa on arrival tidak ada lagi itu permainan biaya visa di agent-agent perjalanan maupun juga tanpa karantina, tidak ada lagi namanya mafia karantina jadi aman orang," ujar Koster dilansir media setempat.
Di sisi lain, Sandiaga menuturkan angka vaksinasi di Bali sudah mencapai 102 persen untuk dosis pertama dan 90 persen untuk dosis kedua. "Kita juga mendiskusikan terkait program booster yang akan dilaksanakan bulan Januari (2022) dan vaksinasi untuk anak berusia 6-11 tahun di Bali yang berjumlah 373 ribu," ungkapnya.
Sandiaga juga berpesan agar para pelaku parekraf di Bali senantiasa menerapkan protokol kesehatan secara ketat dan disiplin serta memanfaatkan aplikasi PeduliLindungi semaksimal mungkin.
"Kami menitipkan kepada pelaku parekraf di sini untuk terus meningkatkan protokol kesehatan dan integrasi dengan aplikasi PeduliLindungi, ini yang akan terus kita pantau," pungkasnya.