Merancang Masa Depan dengan Perencanaan Keuangan

Bagaimana agar seorang biasa bisa mencapai kebebasan finansial. Salah satunya adalah perencanaan keuangan yang baik dan benar.

Merancang Masa Depan dengan Perencanaan Keuangan
Sumber gambar: dream.co.id

MONDAYREVIEW.COM – Berbicara mengenai keuangan, bangsa kita adalah bangsa yang malu tapi mau. Kita masih menabukan pembahasan tentang keuangan lalu menuduhnya sebagai materialisme. Kita senang dengan ungkapan-ungkapan uang bukan sumber kebahagiaan. Uang tak dapat membeli kebahagiaan. Tidak perlu kaya harta, yang penting kaya hati. Uang adalah sumber segala kejahatan.

Pandangan tersebut bagus-bagus saja. Faktanya memang terobsesi berlebihan dengan uang sebagai hal duniawi tidak baik. Namun banyak dari masyarakat kita ini hipokrit. Ada pecah kongsi antara perkataan dan tindakan. Meskipun banyak yang menabukan keuangan, namun dalam tindakan masyarakat kita terobsesi untuk meraih kekayaan. Hal ini tak masalah manakala uang diperoleh dengan cara yang halal. Namun banyak juga yang memilih jalan pintas, tak heran banyak kasus korupsi dan penipuan di negara kita.

Daripada bersikap hipokrit, lebih baik akui saja bahwa menjadi kaya itu menyenangkan dan membahagiakan. Tentu dengan cara yang halal, tidak melanggar hukum dan tidak merugikan orang lain. Saat kita sudah jujur dengan diri kita sendiri, selanjutnya kita pelajari langkah-langkahnya. Bagaimana agar seorang biasa bisa mencapai kebebasan finansial. Salah satunya adalah perencanaan keuangan yang baik dan benar.

Sejak di pendidikan dasar kita sudah diajari ungkapan hemat pangkal kaya. Ini merupakan ajaran perencanaan keuangan yang masih relevan diterapkan. Kita juga diajarkan agar jangan besar pasak daripada tiang. Yakni besar pengeluaran dibandingkan pemasukan. Perencanaan keuangan dimulai dari hal-hal sederhana seperti itu. Kita juga pernah diajarkan untuk membedakan keinginan dengan kebutuhan. Penuhilah kebutuhan, jangan keinginan.

Ada sebuah anekdot, yang paling penting dalam perencanaan keuangan adalah ada uangnya. Walaupun terkesan bercanda, namun ungkapan ini sangat tepat. Kita tidak bisa merencanakan apapun terkait uang kita jika uangnya belum kita miliki. Maka pastikan dahulu kita punya penghasilan baik berupa gaji rutin ataupun laba usaha. Setelah itu baru kita mulai merencanakan keuangan agar gaji dan laba yang kita dapat tidak menguap begitu saja.

Misalnya kita punya gaji bulanan UMR, maka biasakan membaginya ke dalam beberapa alokasi. Alokasi pertama untuk konsumsi sebesar 40%, 30% untuk pengembangan diri, 20% untuk menabung dan 10% untuk zakat infak dan shadaqah. Itu dengan catatan kita tidak mempunyai cicilan. Cicilan yang ada tidak boleh lebih dari 30% dari pendapatan kita. Untuk menabung, biasakan uang yang ada kita tabung di awal bulan, bukan sisa dari penghasilan. Jika kita menabung dari sisa pengeluaran, niscaya kita akan gagal menyisihkan penghasilan kita.

Uang yang kita sisihkan untuk ditabung, saat jumlahnya mencukupi, gunakan untuk investasi. Namun tunggu dulu, yang dimaksud investasi di sini bukanlah investasi berupa saham atau deposito. Bukan juga emas atau tanah. Namun yang banyak dilupakan orang adalah pentingnya investasi peningkatan skill. Misalnya kita mengikuti kursus pemrograman atau brevet pajak. Ambil kursus dimana kita berpeluang memperoleh pekerjaan dengan penghasilan lebih tinggi dari sekarang.

Setelah mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang tinggi, barulah kita bisa berpikir untuk investasi semacam saham, deposito, emas atau tanah. Bisa juga diinvestasikan dengan membuka usaha yang dapat memberikan laba kepada kita. Tentu saja menjadi entrepreneur tidak semudah kata-kata motivator. Kita harus siap dengan resikonya. Kebebasan finansial tercapai manakala kita sudah tidak lagi bekerja untuk mendapatkan uang, namun uang yang bekerja untuk kita. Hal tersebut perlu untuk dibangun, dimulai dengan langkah-langkah kecil seperti yang sudah penulis uraikan.