Impor Garam dan Kemarahan Presiden
Presiden menyatakan bahwa persoalan terkait impor garam tidak pernah berubah sedari dulu.

MONDAYREVIEW.COM – Presiden Joko Widodo pantas untuk marah, instruksinya tidak diperhatikan dan dijalankan. Presiden menyatakan bahwa persoalan terkait impor garam tidak pernah berubah sedari dulu. Artinya beberapa waktu silam presiden sudah menginstruksikan jajarannya untuk melakukan pembenahan, namun sampai hari ini belum terlihat hasilnya. Menurut Presiden Jokowi yang menjadi masalah adalah bahwa masih banyak garam produksi dalam negeri yang tidak terserap industry dalam negeri, yakni 738.000 ton.
Ada dua masalah yang masih menjadi sesuatu harus segera diselesaikan menurut Presiden, Pertama masih rendahnya kualitas garam rakyat Indonesia. Jokowi minta agar teknologi produksi garam rakyat ditingkatkan. Penggunaan inovasi teknologi produksi terutama washing plant harus betul-betul dikerjakan. Sehingga pasca produksi itu betul-betul bisa memberikan ketersediaan, terutama dalam gudang penyimpanan. Kedua produksi garam rakyat yang masih rendah. Untuk menyelesaikan masalah itu dia minta jajarannya untuk memperhatikan ketersediaan lahan produksi. Caranya dengan melakukan ekstensifikasi lahan garam rakyat yang ada di 10 provinsi produsen garam. Produsen garam rakyat harus betul-betul diintegrasikan. Harus ada integrasi dan ada ekstensifikasi.
Arahan Jokowi sudah sangat jelas, bahwa produsen garam mempunyai pekerjaan rumah berupa peningkatan kualitas dan kuantitas produksi. Hal ini perlu didukung oleh semua pihak dengan menjalankan instruksi presiden. Namun masih ada anggapan yang salah di masyarakat, yakni bahwa Indonesia seharusnya bisa memenuhi kebutuhan garam karena luasnya garis pantai. Hal ini salah kaprah mengingat tidak setiap pantai di Indonesia bisa dijadikan tambak garam. Ada hal-hal yang harus dipenuhi agar suatu pantai bisa menjadi tambak garam.
Banyak juga yang tidak setuju dengan impor garam karena produksi garam dalam negeri dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional. Persoalannya adalah bahwa yang membutuhkan garam tidak hanya rumah tangga, namun juga industry seperti pabrik-pabrik. Hal ini yang membuat produksi garam dalam negeri belum bisa memenuhi keseluruhan kebutuhan nasional. Impor bukanlah suatu yang jelek, asalkan garam dalam negeri bisa terserap semuanya. Tentu saja jika kuantitas produksi bisa terus meningkat, impor bisa ditinggalkan.
Berdasarkan data olahan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi garam nasional di tahun 2019 mencapai 2,32 juta ton. Sebelumnya, total produksi garam dalam negeri pada tahun lalu mencapai total 2,716 juta ton dengan komposisi 2,35 juta ton dihasilkan oleh petani garam rakyat dan 367.260 ton oleh PT Garam. Kemudian, di tahun 2017 produksi garam mencapai 1,11 juta ton. Sedangkan, di tahun 2016 produksi garam mencapai 0,17 juta ton. Terakhir, di tahun 2015 produksi garam mencapai angka 2,80 juta ton. Di tahun 2015 merupakan produksi terbesar selama lima tahun terakhir dalam produksi garam di Indonesia.